BAB I

10 0 0
                                    

"Viona iku awakmu toh?" (Viona itu kamu ta?). Aku sangat kenal sekali dengan suara itu. Itu adalah suara sepupuku, Feby.

Aku memang sudah sengaja memberitahunya dua hari yang lalu sebelum keberangkatanku kemari. Niatnya sih supaya Feby bisa menemaniku tinggal di rumah lamaku. Mungkin untuk satu bulan ke depan, dan sepertinya Feby juga nampak tak keberatan akan hal itu.

Feby berlari menuju kearahku dan langsung memelukku layaknya saudara yang lama tak pernah bertemu. Tapi emang bener juga sih. Aku balas memeluknya dengan erat karena akupun sangat merindukannya. Hingga pada akhirnya Feby lah yang pertama kali melepas pelukan kami. "Awakmu saiki wes gedhe yo, tambah ayu mane" (kamu sekarang udah besar ya, tambah cantik lagi). Aku tersenyum seakan-akan terharu oleh perkataan Feby. "Oh....Melting"

Feby hanya tertawa menyadari bahwa sifat alay ku masih tetap saja belum hilang. Kali ini aku yang memandangnya penuh takjub. "Kamu ternyata lebih manis dibandingkan dulu Feb. Kamu itu semanis gula aren" Ucapku, sengaja mengingatkannya pada Syarif yang dulu pernah mengatakan Feby itu semanis gula aren.

"Vio itu masa lalu, jangan ingatkan aku denganya lagi"

Kami berdua saling tertawa mengingat detik-detik kejadian saat Syarif akan menembak Feby. Saat itu Syarif tiba-tiba saja menghampiri bangku kami sembari membawa se bucket bunga mawar merah. Dia meletakkan bucket unga itu di hadapan Feby lalu membuka selembaran kertas yang di ambilnya dari dalam kantong celanannya. Aku tak menyangka jika Syarif

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 20, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BUKU MERAH JAMBUWhere stories live. Discover now