1.2

6.1K 829 97
                                    

  Reno menepati janjinya.


Cowok itu mengajak Amanda makan malam bersama. Bukan tipikal makan malam formal. Tempat yang mereka tuju pun merupakan Resto & Café pada umumnya. Lebih banyak dari mereka yang hang out dengan teman ketimbang nge-date dengan pacar maupun gebetan—well, mungkin di antara lingkup pertemanan itu, ada juga yang diam-diam saling suka.

Amanda memperhatikan, dari mereka yang tertawa bersama sampai yang diam-diam saling melirik satu sama lain malu-malu. Ia pernah merasakannya. Dulu. Jauh sebelum Reno muncul. Ketika ia berharap ada sesuatu yang terjalin lewat tatapan mata yang kadang dengan sembunyi-sembunyi dilayangkan satu sama lain, ketika mereka dengan sembunyi-sembunyi bertemu di belakang gedung sekolah, ketika mereka dengan sembunyi-sembunyi saling mengirim pesan satu sama lain.

Atau... ketika ia menyadari bahwa 'sembunyi-sembunyi' adalah kata kuncinya.

Di detik itu pula harapannya hancur. Dan di detik itu pula, Amanda mendeklarasikan diri untuk tak lagi percaya pada bualan manis. Hingga saat ini.

"Man?"

Panggilan Reno menarik Amanda kembali pada realita. Cowok itu memandangnya penuh tanda tanya, tangannya yang tadi membolak-balik buku menu pun menutup buku itu. dan matanya langsung saja mengikuti arah pandang Amanda sebelumnya—ke arah segerombol anak muda sepantaran mereka di ujung ruangan. "Kamu kenal mereka?"

Amanda menggeleng. "Enggak," jawabnya. Matanya kembali melirik segerombolan anak muda tadi. "Aku cuma... tiba-tiba aja mikir kayaknya seru juga kalo ajak teman-teman ke sini kapan-kapan."

Reno langsung saja mengangguk-angguk sambil mulutnya membentuk serupa "O". Lalu, matanya tertuju pada buku menu di hadapan Amanda yang sedari tadi tak tersentuh. "Kamu mau pesan apa?"

"Hm...," Amanda menggumam. Tanpa membuka halaman buku menu, ia langsung menunjuk menu paling awal.

Cowok di hadapannya mengangguk. Tangannya pun terangkat untuk memanggil pelayan, dan memesan pesanan mereka saat itu juga. Amanda memperhatikan bagaimana Reno berbicara, bagaimana pelayan tersebut menuliskan pesanan mereka. sedetil itu. Bahkan sampai pada detik di mana ia menyadari bahwa tak ada apapun itu yang tergeletak di atas meja—yang bisa saja mengganggu malam mereka. Tak ada ponsel Reno. Barangkali saja cowok itu sedang ingin mendedikasikan malamnya khusus untuk Amanda yang ngambek kemarin.

Ya. Itu seakan merupakan pembuktian bahwa Reno bisa menyisihkan waktunya untuk Amanda. Sementara sebagian waktunya yang lain untuk yang lainnya?

"Aku jadi inget pertama kali kita nge-date," ucap Reno tiba-tiba. Senyum merekah di wajahnya sambil memamerkan ekspresi berpikir. "Kita dinner kayak gini, kan, ya?"

Amanda terkekeh, bukan karena otaknya memutar kembali memori setahun yang lalu di kencan pertama mereka. Well, itu memang benar terputar di otaknya, tapi bukan dinner yang ada di ingatanya. Bioskop adalah tujuan mereka saat itu, bukan makan malam.

Cowok itu lupa, tetapi berlaku seakan yang paling ingat masa-masa itu.

Amanda mencibir dalam hati melihat betapa percaya dirinya Reno sementara tebakannya sendiri salah. Tapi, kemudian ia menyahut membenarkan. "Ya," katanya, sambil mengangguk, raut wajahnya dibuat seantusias mungkin meskipun batinnya tertawa sinis.

Tiba-tiba saja, tawa geli terdengar. Reno di hadapannya tertawa, bahkan Amanda bisa menjamin penglihatannya kalau ujung mata Reno hampir-hampir mengeluarkan cairan bening. "Ya ampun, Amanda. Kayaknya kamu lupa beneran deh," cetusnya. "Date pertama kita itu di bioskop."

Illusion [Tanpa Judul]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin