Sweet Wine 04

13.6K 1.3K 9
                                    

Javas dan Henna duduk berhadapan di sebuah cafe yang tidak jauh dari hotel tempat Henna bekerja. Mata Henna memandang tajam ke arah Javas yang duduk tenang sambil memainkan smart phone. Henna bahkan harus menghela nafasnya keras-keras untuk mengalihkan perhatian Javas.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Javas sambil melihat jam tangannya. "Aku harus segera kembali ke kantor," lanjut Javas.

"Bukannya ini sudah jam pulang kerja?" Henna melihat reaksi Javas yang langsung bingung untuk menjelaskannya. Baru saja Javas akan membuka suaranya Henna menyela, "aku ingin kamu memilih, kamu pilih kerjaanmu atau aku?"

Javas cukup terkejut dengan kata-kata Henna, dia tidak menyangka Henna akan mengajukan pertanyaan khas perempuan manja seperti itu. "Kamu kenapa Sugar? Ini bukan seperti kamu yang aku kenal," ujar Javas yang tidak ingin memilih atau lebih tepatnya tidak perlu memilih.

Henna tidak memberikan respon apapun atas perkataan Javas tadi, dia hanya diam menunggu reakai Javas. Sementara Henna diam memperhatikannya, Javas sudah mulai gelisah. "Henna aku harus pergi sekarang," Javas bangkit dari duduknya dan bersiap meninggalkan Henna.

"Kau sudah memilih, kau memilih pekerjaanmu," ucap Henna lirih, sedangkan Javas hanya diam saja mendengarnya dan memilih melanjutkan langkah kakinya meninggalkan Henna.

"JAVAS!" teriak Henna tiba-tiba tepat saat Javas akan meraih pintu cafe tersebut. "Kita putus!" teriak Henna kemudian.

Semua pasang mata melihat ke arah mereka dengan penasaran dan ingin tahu. Henna si biang kehebohan melihat Javas dengan matanya yang menantang dan berapi-api. Sedangkan Javas justru berwajah tenang dan biasa saja. Bahkan tanpa mengucapkan sepatah kata pun Javas pergi dari cafe tersebut.

•••

Malam hari itu terlihat begitu gelap untuk malam seorang Henna. Dia tidak menangis, tidak juga marah dan menyesal. Dia hanya merasa beban perasaan yang selama ini ditanggungnya sudah mulai sirna perlahan-lahan.

Apartemen yang tidak begitu besar dan sederhana, hasil dari kerja keras Henna selama ini terasa begitu sepi. Henna duduk termenung seorang diri di balkon. Gelas berkaki berisi cairan berwarna merah ada di genggaman perempuan cantik itu.

"Hah!" helaan napas Henna begitu terdengar sangat lelah. "Mungkin ini memang jalan terbaik Henna!" ujar Henna kepada dirinya sendiri. Dia bertekat akan membuang semua kenangannya dan Javas mulai dari malam itu.

Sementara Henna sibuk mengapus kesedihannya, Javas sibuk dengan pekerjaannya. Seolah-olah apa yang terjadi dengannya dan Henna bukanlah masalah besar. Dia bahkan tetap fokus dan tetap bekerja hingga larut malam.

"Jika aku berhasil menyelesaikan proyek ini, aku akan naik jabatan," gumam Javas sembari tersenyum puas melihat laporan perkembangan proyek yang sedang dikerjakannya.

Javas tetaplah Javas, dia tetap seorang yang gila jabatan. Dia bahkan tidak berniat untuk memberikan Henna pengertian. Ntah apa yang sekarang dirasakan oleh Javas, mungkin saja pria itu tidak merasakan apa-apa dan menganggap semuanya baik-baik saja.

•••

Henna yang sedang gundah gulana, hari ini begitu terlihat aneh bagi beberapa karyawan di bagian Food and Beverage, pasalnya perempuan itu terlihat begitu jinak, tidak ada tatapan tegas nan garang dan juga omelan pedas di pagi hari. Bahkan hingga siang hari Henna hanya duduk termenung di balik meja kerjanya, biasanya dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkeliling memeriksa hasil kerja anak buahnya. Karen pun juga dibuat ketakutan karena sikap Henna, dia takut Henna salah makan obat dan berakibat sangat fatal.

"Karen, bagaimana hasil survei kamu?" tiba-tiba Henna bertanya dan itu cukup membuat Karen tersentak kaget.

"Hmmm anu Mbak ... " Karen terlihat bingung menjelaskan situasi yang sedang mereka hadapi, dia takut Henna akan mengamuk di ruangan Pak Broto.

"Anu kenapa Ren?" tanya Henna dengan suaranya yang datar dan raut wajah yang bingung melihat tingkah Karen.

"Itu Mbak, anu ... Gak ada supplier yang mau terima pesanan kita," kata Karen pelan. "Soalnya kata mereka wine itu mahal dan mereka butuh waktu lama untuk mendapatkannya, jadi kita harus nunggu kira-kira 6 bulan lamanya Mbak," lanjut Karen yang langsung menunduk takut bahwa Henna akan segera meledak.

Henna tidak berkomentar apa-apa atas ocehan Karen tersebut, dia hanya memijat pelipisnya pelan. Kepalanya terasa begitu berat memikirkan banyak hal, dia sendiri sudah tahu bahwa situasinya akan seperti ini. "Kamu sudah coba hubungi supplier dari negara tetangga Ren?" tanya Henna kemudian menaruh harapan.

"Sudah Mbak, mereka memberikan jawaban yang sama. Bahkan saya juga bertanya ke perusahaan wine-nya langsung," lapor Karen.

"Mereka bilang apa?"

"Katanya semua wine itu sudah dipesan dan kita gak bisa serobot punya orang Mbak," Karen sedikit meringis begitu membayangkan bahwa mereka sedang dalam masalah besar.

"Begini saja, kamu masih punya daftar supplier di sini kan? Besok kita datangi satu per satu," ujar Henna akhirnya. Diam-diam Karen mengangguk lemah karena Henna akhirnya ikut terjun ke lapangan, pasalnya Henna merupakan negosiator ulung.

"Siap Mbak!"

•••

Henna duduk menunggu Raisa di restauran langgan mereka. Susah lima menit Henna menunggu di sana sambil merenung. Dia bahkan dengan santainya memesan bebek goreng saus rica-rica yang sebenernya sangat dihindarinya. Henna sama dengan perempuan metropolitan kebanyakan, dia sangat anti dengan yang namanya lemak.

"Woy! Ngelamun aja Neng!" seru Raisa yang baru saja tiba. Karena tidak mendengar komentar apapun dari mulut bawel Henna, Raisa menatap bingung Henna. "Ada apa?" tanya Raisa sembari menggenggam tangan Henna yang terletak bebas di atas meja.

"Aku dan Javas putus," sahut Henna lemah.

Raisa menatap Henna lembut, dia begitu paham dengan perasaan Henna saat ini. "Siapa yang memutuskan?"

"Aku," jawab Henna dengan suaranya yang sedikit serak dan matanya mulai berkaca-kaca. Runtuh sudah pertahanan Henna selama ini.

Raisa yang iba memilih pindah ke tempat duduk di sebelah Henna. Dirangkulnya sahabat karibnya itu, seraya berkata, "itu sudah menjadi keputusan yang baik Hen. Percayalah kamu akan mendapatkan yang lebih baik dari Javas."

Perlahan-lahan Henna dapat menenangkan dirinya meski air mata masih meluncur indah dari mata cantiknya. Beruntung hari ini Henna tidak menggunakan lensa kontak, sehingga dia tidak direpotkan dengan hal kecil saat sedang menangis. Henna bertekad bahwa dia tidak akan menyesali keputusannya dan ini memang yang terbaik, seperti jata Raisa.

"Mau menginap di tempatku Sa?" tawar Henna yang sejujurnya sedang butuh tempat bersandar.

"Tentu," Raisa mengedipkan sebelah matanya, mau tidak mau Henna tersenyum kecil. Senyum yang satu hari ini tidak terbit. "Bagaimana kalau nanti malam jep ajep?" saran Raisa sembari menaik turunkan alisnya.

Hmmm ... Oke!" setuju Henna dengan saran sahabatnya itu.

To Be Continue ....

Sweet Wine (Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang