Dunia Peri

173 27 15
                                    

Dalam lelapku, aku bermimpi. Tentang dua orang anak, berbeda rupa, berbeda tawa. Anak Perempuan dan anak laki yang belum mengenal arti romansa cinta. Kasih mereka murni, kasih mereka tulus, kasih mereka melebihi segala kisah.

"Selamat hari Valentine!" seru sang gadis kecil sembari menyodorkan sekaleng biskuit.

Lelaki muda, dengan ingus yang lupa dia usap, menerimanya, membuka, memasukan tangan kecilnya dengan ceroboh ke dalam kaleng. Mengambil beberapa butir makanan kecil. Tangan kanannya kotor penuh remah makanan, tangan kirinya menjulurkan kaleng biskuit kembali pada sang gadis kecil.

"Ayo kita makan sama-sama."

Dan mereka pun tertawa. Di tengah rerumputan dan pepohonan yang teduh. Bagaikan surga dunia. Mimpi terindah.

Aku ingin berada di sana ... lagi ...

"Kalau begitu mari kesini, Bibi," ungkap sang anak perempuan, memandangku dengan senyum cerahnya.

Tanpa sadar kedua kaki telanjangku menginjak rumput nan lembut. Kedua anak kecil itu berlarian, memutari tubuhku, bermain dan bernyanyi dengan gembira. Membawa kehangatan dalam hatiku.

Ini sungguh menyenangkan, tapi dimana aku? Di dunia mimpi?

"Bukan, Bibi," sahut anak laki-laki itu seolah dia bisa membaca pikiranku, "Ini dunia Peri."

"Ya, kami adalah Peri," lanjut si anak perempuan, "namaku Pika."

"Dan aku Poka," sambung anak laki-laki.

Aku tersenyum gemas, kutempelkan lutut di rerumputan berusaha menyamakan tinggiku dengan mereka, agar tidak ada yang mendongak ke atas, "Ooh, jadi kalian Peri?" ungkapku menggoda, "Kalau begitu, bisakah kalian bantu Bibi pulang?"

"Bibi tersesat?" tanya Poka bingung.

"Kenapa Bibi ingin pulang?" tanya Pika memiringkan kepalanya.

"Kenapa Bibi tidak ingin pulang?" tanyaku menyambung rantai pertanyaan itu.

"Dunia Peri ini saaangat menyenangkan," jawab Pika, "Banyak tempat bermain dan makanan enak. Bibi tidak akan merasa bosan."

"Wow, kalian punya makanan enak?" ungkapku mencoba melihat reaksi mereka. Benar kata Pika, seperti aku tidak akan cepat bosan dengan mimpi ini.

"Sudah kubilang kan, ini bukan mimpi. Ini dunia Peri," ujar Poka menggerutu. Namun kembali tersenyum sembari menyodorkan kaleng biskuitnya, "Biskuit Pika enak. Ayo kita makan sama-sama."

Kami pun bermain bersama. Menikmati biskuit kecil yang terlalu manis untuk lidahku. Mengisahkan dongeng-dongeng klasik yang disukai anak-anak. Dan mereka mendesakku untuk menceritakan kisah hidupku sendiri.

"Kalian tahu, Paman Wally adalah seorang pelukis terkenal," ungkapku memulai kisah.

"Apa yang dilakukan pelukis, Bibi?" tanya Poka tidak mengerti. Bagi mereka, kata 'pelukis' pun masih terlalu sulit untuk dipahami.

"Pelukis itu orang yang pandai menggambar," jawabku.

"Poka juga pandai menggambar. Jadi Poka adalah pelukis!" sahut Poka senang.

"Tidak, gambar Poka jelek," balas Pika.

"Poka pandai menggambar!" seru Poka dengan wajah cemberut, "Tunggu di sini, Poka akan buktikan pada Pika."

Poka pun berlari ke dalam lebatnya pepohonan, menghilangkan bayangannya dari pandanganku.

"Kemana Poka pergi?" tanyaku pada Pika.

[Tantangan White Day NGKWI 2017] Pika en PokaWhere stories live. Discover now