Wiro Sableng - Wasiat Sang Ratu

20.4K 30 12
                                    

Bastian Tito Serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng

Wasiat Sang Ratu

[B2UBY-FotoSelebriti.Net]

PENDEKAR 212 Wiro Sableng garuk_garuk kepala. Lalu pada Dewa Ketawa yang duduk di hadapannya dia berkata. "Aku tetap tidak bisa percaya kalau saat ini kita berada di awang_awang. Kau lihat sendiri Sobatku Gendut. Bangunan, taman, pedataran, lalu di sebelah sana malah ada bukit! Mana mungkin semua ini menggantung di udara. Mana mungkin ada dunia di atas dunia?!" Kakek gendut berbobot 200 kati itu elus_elus dadanya yang gemberot. Lalu penyakitnya kambuh. Dia mulai tertawa. Mula_mula perlahan. Tambah lama makin keras hingga Wiro terpaksa tekap kedua telinganya. "Anak tolol! Aku sudah bilang mengapa meributi segala hal yang tidak bisa sampai dalam akal kita manusia biasa? Tempat ini, termasuk para penghuninya, jadi termasuk Ratu Duyung bukanlah makhluk biasa. Mereka mampu hidup di dua alam. Darat dan air...." "Berarti mereka sebangsa kodok?" ujar Wiro sambil menyengir. Membuat tawa si gendut semakin keras. "Ada satu hal lagi yang aku tidak mengerti. Kulihat Sang Ratu maupun gadis_gadis yang ada di sini tidak ada bedanya dengan manusia biasa. Mengapa Sang Ratu disebut Ratu Duyung? Bukankah duyung sejenis makhluk bertubuh sebagian manusia sebagian lagi ikan?" "Memang begitulah keadaan asli tubuh mereka..." jawab Dewa Ketawa. "Kau tidak percaya? Ha...ha...ha...?! "Kau sendiri melihat. Mereka bicara seperti kita. Memiliki kecantikan seperti bidadari. Berjalan dengan dua kaki yang mulus_mulus. Bukan dengan ekor ikan...." "Jika kau suka, kau bisa membuktikan sendiri!" kata Dewa Ketawa pula sambil senyum_senyum. "Eh, membuktikan bagaimana maksudmu? Kau tahu caranya? Atau punya ajian yang bisa dirapal hingga mampu melihat bentuk asli mereka?!" "Tak perlu ajian. Tak perlu segala macam rapalan. Cukup dengan mata telanjang. Asal tahu rahasianya...." "Kalau begitu tunjukkan padaku rahasia itu!" ujar Wiro. Dewa Ketawa tak segera memberitahu tapi seperti biasanya dia tertawa dulu, membuat murid Sinto Gendeng jadi tidak sabaran. "Kau lihat pohon besar itu, Sobatku Muda?!" tanya si kakek gendut sambil menunjuk pada sebatang pohon besar yang tumbuh miring di kejauhan. Wiro mengangguk. "Di balik pohon itu ada satu jalan kecil menurun. Di ujung penurunan ada sebuah telaga berair biru. Nah telaga ini tempat mandi gadis_gadis anak buah Ratu Duyung. Terkadang mereka pergi ke sana untuk istirahat sambil bercengkrama...." "Jadi kau menyuruh aku mengintip anak gadis mandi?" "Terserah padamu. Kau bilang mau melihat bentuk asli gadis_gadis itu...." Wiro garuk_garuk kepala. "Kalau ketahuan aku mengintip bagaimana??" "Wah, akibatnya memang berat. Tapi itu urusanmulah!" jawab Dewa Ketawa dan orang tua bertubuh gemuk luar biasa ini kembali tertawa. Setelah tawanya reda dia berkata. "Kau tahu, cuma itu satu_satunya cara kalau mau mengetahui keadaan sebenarnya para gadis di sini. Ujud asli mereka akan kelihatan bila tubuh mereka basah atau mereka masuk ke dalam air. Baik air tawar maupun air laut...." "Bagaimana kalau mereka misalnya terguyur air hujan?" tanya Wiro pula. "Anak setan! Macam_macam saja pertanyaanmu! Mengapa tidak kau tanya bagaimana kalau terguyur air kencing?! Ha... ha... ha...! sambil usap_usap dua matanya yang sipit kakek gemuk ini kemudian berkata dengan suara sengaja diperlahan_ lahankan. "Ada satu hal yang mau kubilang padamu...." "Hemmm.... Apa? Kelihatannya seperti kau mau menceritakan satu rahasia besar saja!" "Betul! Kau rupanya punya firasat!" jawab si kakek. Wiro cepat menekap mulut orang tua ini ketika dia mulai menunjukkan hendak tertawa kembali. "Ayo cepat, kau mau bilang apa?" tanya Wiro. "Ratu Duyung itu sebenarnya suka padamu..." bisik Dewa Ketawa. "Jangan ngaco! Kau mengada_ada saja!" "Sobatku Muda, aku tidak bicara bohong...!" "Bagaimana kau bisa tahu? Memangnya dia bilang padamu?!" "Aku segera tahu pada pertama kali bertemu dengannya. Beberapa hari lalu. Memang dia tidak mengatakan terus terang. Tapi dari sikap dan ucapannya cukup tersirat dia menyukai dirimu...." Wiro memandang dengan mata membesar pada si gendut tua itu. "Agaknya dia sudah lama mendengar tentang kau. Dia menjadi salah seorang dari banyak gadis yang mengagumi dirimu. Namun...." "Namun apa?" "Rasa sukanya kurasa serta merta lenyap ketika melihat keadaan dirimu. Ternyata kau seorang pemuda hitam gosong bermuka macam pantat kuali! Ha... ha... ha..." "Orang tua sialan...! Maki Wiro dalam hati. Si kakek gendut geleng_gelengkan kepala. "Memang aku suka bergurau Sobatku Muda. Tapi percayalah, aku yakin betul Ratu Duyung diam_diam jatuh hati padamu!" Wiro memandang ke arah pohon besar. Di sampingnya Dewa Ketawa berkata. "Tadi kulihat ada serombongan gadis menuju ke sana. Pasti mereka pergi mandi. Sebaiknya kau lekas menyelidik...." "Kau tak mau ikut mengintip?!" tanya Wiro. "Aku sudah terlalu tua untuk pekerjaan macam begini. Itu bagian yang muda_ muda sepertimu...." Wiro menyeringai. "Aku tidak percaya pada tua bangka berminyak sepertimu ini. Jangan_jangan kau sudah duluan mengintip. Kalau tidak dari mana kau bisa tahu." "Ha... ha... ha...! tawa si kakek gendut membahak lepas. Wiro tinggalkan orang tua itu. Dengan cepat dia melangkah menuju pohon besar. Seperti yang dikatakan Dewa Ketawa, di balik pohon itu memang ada sebuah jalan kecil. Jalan ini terbuat dari batu_batu hitam, berupa tangga_tangga kecil menurun. Keadaan di tempat itu sunyi. Angin bertiup sepoi_sepoi. Wiro menuruni jalan kecil dengan hati_hati. Setengah panjangnya jalan yang menurun Wiro menangkap suara gelak tawa di bawah sana. "Si gendut tidak dusta. Memang ada serombongan gadis di bawah sana..." kata Wiro dalam hati. Dia belum dapat melihat apa yang ada di bawahnya karena tertutup oleh rerumpunan pohon_pohon setinggi kepala. Dengan dada berdebar murid Sinto Gendeng melangkah terus menuruni jalan batu. Debaran dadanya mencapai puncak sewaktu dia sampai di ujung jalan. "Pemandangan luar biasa..." kata sang pendekar dalam hati. Dia cepat menyelinap ke balik sebuah batu besar dan mengintai di balik kerapatan semak belukar berbunga aneh. Di bawah sana kelihatan sebuah telaga berair biru. Di salah satu tepiannya, terdapat gundukan batu_batu hitam tersusun rapi seolah ditata oleh tangan manusia. Dari celah susunan batu_batu hitam itu mengucur air jernih yang kemudian jatuh masuk ke dalam telaga. Mata Pendekar 212 Wiro Sableng tidak berkesip memperhatikan empat orang gadis yang ada di dalam telaga, berenang sambil bercanda satu sama lain. Dari tempatnya mengintai jelas empat gadis itu mandi bertelanjang dada. Di tepi telaga tiga orang gadis lainnya duduk bermalas_malas. Yang satu menyisir_nyisir rambutnya dengan sebuah sisir berbentuk tulang ikan. Dua lainnya asyik mengobrol. Salah seorang dari gadis yang mandi keluar dari telaga lalu bergabung dengan tiga temannya. "Astaga!" murid Sinto Gendeng keluarkan seruan kaget ketika melihat keadaan tubuh gadis yang barusan keluar dari dalam telaga itu. Bagian atas auratnya berada dalam keadaan polos tanpa penutup sama sekali. Lalu tubuh sebelah bawah, inilah yang membuat Wiro jadi tercengang, mata melotot mulut ternganga. Tubuh bagian bawah gadis itu berbentuk ekor ikan besar berwarna perak berkilat. Ujungnya bergerak_gerak kian kemari. Masih tak percaya Wiro gosok_gosok kedua matanya. "Tak bisa kupercaya kalau tidak kulihat sendiri. Berarti keadaan Ratu Duyung tidak beda dengan keadaan anak buahnya itu..." kata Wiro dalam hati. Selagi gadis yang barusan keluar dari telaga bercakap_cakap dengan teman_ temannya, salah seorang gadis di tepi telaga tampak bangkit. Sesaat dia berdiri di atas sebuah batu lalu "byurrr"! Gadis itu terjun ke dalam telaga. "Aneh, dia masuk ke dalam telaga. Kenapa tidak membuka pakaian hitamnya dulu...? pikir Wiro. Dia terus memperhatikan. Lalu pemuda ini kembali melengak keheranan. Ternyata begitu tubuhnya masuk ke dalam air, pakaian hitam yang melekat di tubuhnya lenyap secara aneh. Di saat yang sama sepasang kakinya berubah menjadi ekor ikan besar, bergerak_gerak kian kemari. "Baru sekali ini aku melihat keanehan gila macam begini!" ujar Wiro seraya geleng_geleng kepala. Baru saja dia berkata seperti itu tiba_tiba terdengar suara suitan_suitan keras dari beberapa penjuru. Tujuh gadis di telaga kelihatan kaget. Wiro sendiri tak kalah kejutnya karena tahu_tahu tempat dimana dia berada telah dikurung oleh enam orang gadis lain anak buah Ratu Duyung. Keenam gadis ini menunjukkan wajah galak. Masing_masing mengangkat tangan kanan seraya tudingkan jari telunjuk mereka lurus_lurus kearah Wiro. Ujung_ujung jari mereka memancarkan sinar biru pertanda mengandung satu kekuatan dahsyat. Sadar kalau dirinya tertangkap basah Wiro jadi salah tingkah. Dia melangkah mundur namun cepat kembali ke tempat semula ketika dari ujung jari salah seorang gadis melesat keluar sinar biru yang menghancurkan batu di belakang kaki Wiro. "Tetap di tempatmu! Jangan berani bergerak sampai Ratu datang!" salah seorang dari enam gadis membentak. Rerumputan pohon bunga di sebelah kiri tiba_tiba tersibak. Ratu Duyung muncul diiringi dua orang anak buahnya. Sesaat dia menatap pada Wiro dengan pandangan dingin. Lalu dia memberi isyarat. Empat orang anak buahnya segera mendekati Wiro. Dua orang menarik tangan Wiro ke depan. "Ratu, tunggu dulu!" seru Wiro. "Jangan salah mengerti. Aku tidak bermaksud jahat...." "Kau sudah tertangkap basah melakukan perbuatan kurang ajar. Masih hendak mengelak?!" bentak Ratu Duyung. "Ikat tangannya!"

Novel Wiro SablengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang