Mendung yang Disebabkan Olehmu

8.2K 194 28
                                    

Pertama kali melihatmu di taman, yang disinari matahari terik itu, aku tak pernah menyangka bahwa kita bisa berada sampai titik ini. Perkenalan mahasiswa baru, membuat aku menyadari bahwa posisimu di hati—tak lagi teman biasa.

Aku percaya tentang dunia yang berkonspirasi hanya untuk mempertemukan dua orang yang saling tak tahu; dan tiba-tiba bisa punya perasaan rindu. Aku menyadari itu, namun aku tak pernah tahu apakah hatimu sama membiru. Namun, aku belum mengerti, apa aku juga berada di hatimu.

Kamu ucapkan namamu dengan logat Betawi yang terdengar unik di telingaku. Sambil merapikan rambut gondrongmu, kamu menatap teman-teman baru, termasuk aku. Sejak saat itu, aku sering diam-diam menatapmu, dari sudut yang tidak pernah kautahu. Tuhan kembali merahasikan kehendakNya, ketika entah dengan kekuatan apa, kita sering bertukar berita melalui chat. Dan, aku sungguh sangat benci telah mengizinkan kamu megulurkan tangan padaku. Mengapa saat itu kugubris semua candaanmu? Mengapa saat itu kubiarkan kamu mengetuk pintu hatiku?

Aku pun juga tak tahu, apa ini cinta atau hanya rasa nyaman yang terlalu berlebihan? Apa ini mabuk kepayang atau hanya ketertarikan sesaat? Tapi, kalau kauingin tahu, akan aku bisikkan sesuatu. Setiap malam ketika kita membicarakan Sudjiwo Tedjo, setiap kausapa aku lebih dulu, dan setiap jengkal detik yang kita gunakan untuk tertawa walau tanpa suara; aku sungguh menghargai saat-saat itu.

Kini, namamu masuk dalam daftar orang yang kusebut dalam doa, kamu sudah berada di sana, di hatiku; yang dulu kuyakini tak akan lagi dihuni pria banyak diam seperti kamu. Kuterima diammu dengan cuma-cuma, kubalas sikap dinginmu tanpa banyak suara. Kuhargai semua bisumu yang hanya bisa munculkan tanya. Aku ingin tahu, apa sesungguhnya yang ada dalam hatimu?

Aku masih ingat kita pernah begitu hangat. Sebelum perpisahan mulai mendekat. Dulu, tak ada panggilan sayang, tak ada panggilan cinta, dan kita berdua tidak saling ungkapkan perasaan. Tapi, kupikir semua itu tak kita butuhkan, aku dan kamu sudah begitu asik dengan yang kita jaga selama ini. Sebentar, sebentar, kita jaga? Apakah memang benar-benar kita jaga? Ataukah hanya aku yang berjuang menjaga "kita" sendirian? Dan, enggan berhenti sebelum kesakitan?

Dulu, kausempat menghapus mendungku selama ini, kaupernah menjadi matahari yang berusaha menemani. Namun, entah mengapa sekarang, kaubagikan mendung itu lagi. Justru, kaukini berubah menjadi hujan yang dingin, angin yang berembus kencang, serta petir yang bersahutan. Kamu membiarkan aku kedinginan di luar, tidak pernah izinkan aku masuk ke dalam beranda rumahmu lagi. Kamu biarkan aku menyimpan perasaan yang sesungguhnya tak pernah kamu rasakan.

Kalau aku bisa minta pada Tuhan untuk menyimpan semua dengan sangat rapi, dan bisa mengulang peristiwa manis itu untuk kesekian kali-- aku tak segan-segan berkorban apapun; asal kita bisa seperti dulu lagi. Tidak menjauh seperti ini.

Tapi, sekarang bukan lagi seperti dulu. Kamu tiba-tiba menjauh tanpa alasan yang tak kupahami. Aku ingat, sekitar bulan Januari, kita tak ada lagi komunikasi. Kabarmu hanya kucuri-curi dari akun Twitter, beritamu hanya kudengar dari hasil bertanya ke sana dan ke sini.

Jujur, kalau kaumau tahu, aku tersiksa beberapa bulan ini. Terutama ketika bertemu denganmu, ketika menerima kenyataan bahwa kita telah berbeda. Kita bertemu setiap hari, setiap hari juga kulihat sosokmu yang tak bisa kusentuh, setiap hari juga aku terus bisu—berusaha tak bertanya soal perubahan sikapmu, yang membuatku hampir meledak karena tak kunjung mengerti pikiranmu.

Aku rindu kamu dan kamu nampaknya tak pernah tahu, betapa selama beberapa bulan ini, aku tak bisa berbuat banyak selain menunggu kamu bicara lebih dulu. Aku selalu kuat membisu, meskipun rasanya ini bodoh, entah mengapa aku tak ingin melupakanmu. Kalau aku punya keberanian lebih, rasanya aku ingin bertanya sesuatu padamu. Seberapa matinya perasaanmu hingga kautak sadar ada seseorang yang berjuang untukmu?

Kamu tahu tidak rasanya jadinya perempuan yang memikul beban karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Apa kamu tahu rasanya jadi aku, yang terus bertanya-tanya soal perasaanmu? Apa kautahu rasanya bertemu dengan orang yang kaucintai, setiap hari, namun kauharus bertingkah seakan tak ada rasa, seakan kausudah lupa, seakan semua tak pernah terjadi?

Kualami rasa sakit itu setiap hari, setiap kulihat kaumasuk kelas, setiap kaumenggandeng tangan dia—kekasihmu saat ini.

****

- Udah baper baca teaser buku #SetelahKamuPergi belum lengkap bapernya kalau belum punya buku #SetelahKamuPergi :)

- BUKU TELAH TERBIT di GRAMEDIA, TOGAMAS, TM BOOKSTORE, dan GUNUNG AGUNG :) SILAKAN DISERBU JANGAN SAMPAI KEHABISAN

- Pembelian via online dengan edisi langka bertanda tangan aku, bisa pesan di SMS/WA: 0822-6102-2388 atau hubungi LINE: @vaf5655t (saat search username Line, ketik @ terlebih dahulu, baru ketik vaf5655t)

Setelah Kamu Pergi (TEASER)Where stories live. Discover now