Istilah dan Bahasa Asing dalam Cerita

18.1K 813 35
                                    

Globalisasi memang bagus, karena dengan globalisasi kita jadi lebih banyak mengetahui perkembangan dunia dengan lebih mudah. Tapi Globalisasi juga memiliki kekurangannya. Bagaimanapun juga  kita tetap tidak dapat memungkiri bahwa Globalisasi membuat orang-orang yang hidup di zaman sekarang ini memiliki anggapan bahwa bahasa dan budaya yang mereka gunakan jadi terkesan tidak penting, atau lebih rendah dari bahasa-bahasa negara yang lebih maju dari negara kita sendiri (bahasa Inggris, Korea, Jepang dan Cina). Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa hal ini tidak benar, tapi faktanya hampir semua orang sekarang berlomba-lomba menunjukkan kebolehan mereka berbahasa asing, sementara bahasa Indonesia kita sendiri justru tidak dikuasai.

Tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari, bahasa asing ini pun sudah menjajah karya sastra. Saya tidak perlu menyebutkan lagi siapa penulis-penulis yang menerapkan sistem itu, karena setahu saya, sekarang ini hampir seluruh penulis pasti pernah menggunakan paling sedikit lima istilah berbahasa asing dalam kisah mereka--saya sendiri juga termasuk di dalamnya, tapi itu bukan berarti penggunaan bahasa asing dalam suatu karya sastra tidak ada batasannya. Justru batasan-batasan itu sangat tegas dan sebenarnya tidak boleh dilanggar.

Jadi, mari kita pelajari apa saja batasan-batasan itu:

1. Istilah asing boleh digunakan untuk kata ganti orang, atau panggilan.

Hal ini berada di bawah toleransi, karena gimanapun juga panggilan seseorang untuk orang lain adalah hak setiap orang. Sebagaimana setiap anak pasti memiliki panggilannya tersendiri untuk orang tua mereka, begitu pula karakter dalam cerita memiliki hak untuk menyebut seseorang dengan panggilan yang mereka pilih.

Hal ini juga ditoleransi bila budaya pada setting dalam cerita menghendaki hal itu.

cth: Indonesia: Kakak laki-laki

       Batak     : Abang
       Jawa      : Mas
       Cina       : Koko/GeGe
       Jepang   : Onii-chan, Onii-san, Onii-tan, etc
       Korea     : Hyung/Oppa

Ini adalah istilah khusus yang dipengaruhi budaya sehingga penggunaanya diperbolehkan untuk memberi kesan sedalam apakah pengaruh budaya itu terhadap kehidupan tokoh kita.

2. Istilah yang arti katanya tidak dapat dijabarkan secara singkat

Hal ini lazim digunakan karena jika ditulis dengan menggunakan artinya, maka kata itu akan terkesan terlalu panjang dan berlebihan. Karena itulah Istilah asing rasanya memang diperlukan

cth:
Yukata: Baju tradisional Jepang yang biasa digunakan pada musim panas
Hanbok: Baju tradisonal Korea
Ang Pao: Amplop merah berisi hadiah--biasanya sih memang uang, yang diberikan sebagai tanda keberuntungan 

3. Istilah Bidang Khusus

Yang ini memang tidak dapat dipungkiri penggunaannya, karena orang yang bekerja pada bidang-bidang khusus seperti: IT, Kedokteran, Bisnis, etc, memang tidak bisa lepas dari istilah-istilah yang menjadi trade mark bidang mereka. Hal itu sudah bagaikan identitas, yang sulit untuk dilepaskan sekalipun sudah diketahui istilah bahasa Indonesianya.

cth: Workshop, Syntax, Manager, CEO, Cancer, Cardio Vascular, etc

 4. Dialog Khusus

Kondisi dimana penulis dengan alasan tertentu menulis satu set dialog penuh menggunakan bahasa asing. Hal ini terjadi biasanya bila tokoh terlibat suatu pembicaraan dengan orang asing, dan ada orang ketiga yang tidak memahami pembicaraan mereka. Sebenarnya ini tidak terlalu perlu dan masih digantikan dengan narasi, tapi scene ini memang biasanya sering menarik perhatian pembaca karena pembaca jadi sangat kagum dengan kemampuan berbahasa penulis.

Sekali lagi dalam hal ini saya tegaskan bahwa seluruh dialog yang terlibat dibicarakan secara penuh dalam bahasa asing. Jadi pembicaraan itu tidaklah merupakan pembicaraan terpotong-potong yang sepenggal berbahasa asing sepenggal lagi berbahasa Indonesia.

cth: scene di Ayat-Ayat Cinta
       scene di novel Incognito
       etc

5. Salam

Sama seperti kondisi nomor 4, Istilah nomor 5 ini juga sebenarnya tidak terlalu diperlukan, tapi masih dalam tahap toleransi, karena merupakan salah satu komponen budaya.

cth: Asalamualaikum, Syalom, Namasate
Dalam beberapa kasus, jika pengucap salam berbeda kebangsaan dengan penerima salam maka pengucapan salam sehari-hari seperti "Selamat pagi" "Halo" dan "Terima kasih" masih sedikit bisa ditolerir, tapi hal itu hanya dilakukan bila kedua pembicara berbeda kebangsaan, dan pengucapan salam dituliskan dengan istilah asing atas nama pengenalan budaya.

Tapi jika tokoh yang terlibat berasal dari kebangsaan yang sama dan selama ini selalu berbicara menggunakan bahasa yang sama, maka hal itu tidak diperlukan, dan kadang justru mengganggu. 

-------------------

Semoga apa yang saya sampaikan dapat membantu
 

P.S:

Saya ingin mengingatkan bahwa terakhir kali saya menambah bagian baru pada tips-tips kepenulisan saya adalah pada tanggal 5 Agustus 2012, yang berarti: sudah amat sangat LAMA sekali. Jika kalian memang berminat untuk belajar lebih jauh tentang Creative Writing (Ilmu menulis kreatif), cek bagian kedua dari Tips-tips kepenulisan yang saya kumpulkan di "Cogito et Scribo:Kumpulan Ilmu Menulis Kreatif"

Kalian bisa menemukan Cogito et Scribo di bagian karya profil saya. Selamat Belajar!

Cogito et Scribo

Tips-tips kepenulisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang