Chapter 10: ALMOST

5.1K 503 22
                                    

SIERRA


Sore itu, aku dann Tiffany sedang bermain petak umpet di halaman rumah kami yang luas, tanpa menyadari bahwa ada sepasang mata yang memerhatikan kami dengan seksama. Tiffany kebagian jaga waktu itu, sementara aku yang bersembunyi harus sibuk berlari ke sana kemari untuk mencari tempat persembunyian terbaik.

Gazebo belakang adalah pilihan yang tepat, kalau aku boleh jujur. Di sana lah satu-satunya tempat yang tertutup oleh dedaunan dari pohon, dan dari jarak pandang satu dua meter, kau tidak akan bisa melihat dengan jelas apakah ada orang di dalam gazebo atau tidak. Tiffany pun bukan tipe orang yang mencari sampai ke akar-akar, jadi untuk saat ini kurasa lokasi itu cocok untukku.

Kutangkupkan wajahku dengan kedua tanganku yang sedingin es berhubung hari baru saja hujan dan aku baru keluar dari kamar, dan berteriak keras-keras, "Sudah!" pada Tiffany.

Kudengar, Tiffany mulai mencari dan memanggil-manggil namaku. Aku tersenyum senang karena tampaknya dia kesulitan mencariku, namun sekali lagi, aku harus bersembunyi agar aku bisa menang.

Aku rasa Tiffany masuk ke dalam rumah, karena langkah kakinya tak terdengar lagi. Kuintip sekali untuk memastikan dia benar-benar menghilang, dan ketika itulah aku akan keluar untuk memenangkan ronde lainnya.

Saat kukira aku bisa keluar dari gazebo dengan bebas, kurasakan sepasang tangan menahan pundakku. Kontan aku menoleh dan mendapati seorang wanita berumur 28 tahunan tersenyum padaku. Berhubung wajahnya mirip dengan Tiffany, jelas dia adalah ibunya.

"Main sendirian saja?" tanya Tante Jacqueline padaku.

Aku mengangguk senang. "Tiff sedang mencariku, tapi sekarang aku bersembunyi sendiri."

Wanita itu tersenyum lagi padaku.

"Ya sudah, jangan lama-lama mainnya ya, hari sudah mau malam, tampaknya juga mau hujan, oke?" 

Aku bukannya tidak menghargai tante satu ini, tapi saat itu aku sedang asyik bermain, jadi aku hanya membalasnya dengan anggukan kecil sembari mengintip-intip barangkali Tiffany berhasil mencariku atau malah tersesat. 

Saat itulah, tangan kurus namun kuat itu mencengkeram pundakku dengan keras, membuatku kontan menoleh padanya, bertatapan mata dengan Tante Jacqueline yang memiliki wajah sekejam Ursula. Aku memandanginya tanpa berkedip, sementara yang kupandangi hanya tersenyum manis seakan cengkeramannya barusan tidak berarti apapun. Setidaknya, saat itu memang tidak ada artinya, karena dia hanya menyuruhku kembali ke tempat kami memulai permainan tadi tepat setelah Tiffany keluar dari dalam rumah. Untungnya, saat itu aku lebih dulu mencapai titik start kami, sehingga bisa dibilang aku menang sore itu. 

Rasanya masih sama seperti delapan tahun yang lalu.

Sudah lama aku tidak melihat sosok Tiffany. Dia masih manis seperti dulu saat kami sering bermain dan keluyuran malam-malam. Saat Ethan melihatnya, cowok itu seperti merasakan sesuatu yang aneh dari Tiff karena tubuhnya menegang, aku bisa langsung merasakannya, dan begitu pula dengan Jackie (kurasa aku lebih suka memanggilnya Jackie ketimbang Jacqueline), karena daritadi pandangannya terlihat tidak enak. 

Entah kenapa aku jadi merasa bersalah dengan cowok itu karena sudah membawanya kemari untuk menemui Jackie dan Tiff serta Mr.Harrison. Seharusnya aku mengikuti apa kata Carlo bahwa aku lebih baik mengajaknya saja. Sepertinya juga Carlo lebih mampu menghadapi situasi seperti ini. 

Tapi, aku sudah bersama Ethan di sini, jadi tidak ada yang bisa disesali selain bahwa kami lebih baik fokus dengan rencana kami. Saat Mr.Harrison mengajakku dan Ethan berkeliling rumah ini, aku berjalan di belakang bersama Tiff. Kami mulai berbicara soal kabar kami dan sebagainya.

TFV Tetralogy [1] : Cerveau Bang (2012)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora