Alfa

76 4 0
                                    

Hyahaha, ada aja ide nulis ginian pas kepepet UN

Efek galo mikir jodoh *ya kaga lah ! I'm jomblo but I'm free

(Diem) whatevah !

Enjoy kisah Alfano Rafael dengan Reanna Loka yah guys

*first time nulis cerita tokoh utama umur 20-an, guru+murid pula ( *-*)/

Leave a trace yaa..

*poff

*Rafael pov

"Aku tau, Bu. Aku sudah dapat paketnya"

"Sudah lengkap semuanya ? Ada lagi yang kamu butuhkan ?"

"Sudah semua"

"Tidak ada yang tertinggal ?"

"Tidak ada"

Aku menggaruk selotip yang menutup rapat kardus besar di depanku lalu menariknya hingga terlepas dari tutup kardus.

"Minta tolonglah pada Riza, dia akan membantu membereskan barang-barangmu"

Aku mendesah panjang. Suara ibuku di seberang telepon terus merecoki-ku sejak pagi tadi.

"Aku tidak perlu bantuan tante Riza, bisa kulakukan sendiri" jawabku malas

"Kau yakin ? di rumah pun kau membiarkan kaus dan celanamu bergelantung sembarangan di rumah"

Ah, lagi-lagi

"Sudahlah Bu, aku bisa melakukan ini sendiri, lagipula mulai hari ini aku tinggal sendiri jadi semua kebutuhanku biar kuurus sendiri"

Aku mengapit ponsel-ku di antara telinga dan bahu selagi kedua tanganku kugunakan untul membuka kardus dan mengeluarkan buku-buku tebal milikku. Dictionary of Bioscience, Biology of Concepts & Connections, Biology: Diversity of Life, Prentice-Hall Biology.

"Ah, Ibu lupa bilang. Di kardus kecil yang Ibu bungkus dengan kertas koran, itu isinya kering tempe, makanlah itu kalau kau malas keluar makan, jangan sampai lupa makan"

"Eeeh, aku benci kering tempe !"

"Makan itu dengan temanmu di sana kalau kau tidak mau"

Aku mengeluh tanpa suara karena malas kalau harus mendengar omelan Ibu berjam-jam hanya karena 'kering tempe'. Kardus satu-satunya yang dibungkus koran itu tepat berada di sampingku.

Melihat kardus 20x30 centi itu membuatku eneg. Apanya yang kardus kecil !. Memangnya Ibu punya berapa banyak kering tempe sampai-sampai memaketkan satu dus penuh kering tempe padaku.

"Rafael ? Kering tempenya ada kan ?"

"Ada, ada" jawabku malas sambil mengoper ponselku dari telinga kanan ke telinga kiri. "Ibu tidak buka toko jam segini ?"

"Ah, sudah jam segini... Baik-baiklah di sana, kalau ada apa-apa bicarakan saja dengan Riza, sering-sering pulang ke rumah"

"Iya... iya..." jawabku malas

5 menit penuh habis kugunakan untuk mendengarkan wahyu-wahyu Ibunda yang hanya kudengar angin lalu sangking banyaknya.

Aku merebahkan diri di atas ranjang keras yang mulai hari ini kujadikan sebagai ranjang tidurku.

Aku biarkan baju-baju dan buku-buku berserakan di atas lantai begitu saja. Pagi ini lumayan mendung jadi banyak orang yang malas keluar rumah. Suasana pagi ini sunyi senyap, tidak ada bedanya dengan malam hari.

Tok... tok...

"Rafael ? Kau di dalam ?"

"Ah, yaa..." aku menjawab malas dan berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan badanku yang ogah-ogahan lepas dari kulit ranjang.

Aku berjalan mendekati pintu kamarku dan membukanya

"Hai, kau butuh bantuan ? Mumpung aku juga sedang senggang" sapa Tante Riza riang.

Kupanggil tante tapi usianya belum cocok kalau dipanggil tante, apalagi olehku yang hanya beda usia 7 tahun. Tante Riza adalah adik bungsu ibuku beda 15 tahun. Usianya juga masih kepala 2, hampir kepala 3 sih.

Aku menoleh ke kiri seolah baru menyadari kehadiran 1 orang lagi.

"Ah, kenalkan, rekan kerjaku, Dana. Dan, ini keponakanku, Rafael"

"Salam kenal" ucap Dana ramah.

Aku mengangguk kecil tanpa mengucapkan apa pun karena perhatianku lebih tertuju pada jari kelingking 2 orang di hadapanku. Dua jari itu terikat oleh seutas benang merah tipis yang mengkilat, cantik.

"Pacar tante ?" tanyaku dengan nada setengah bercanda

"Hush ! Ngaco ah, Dana sudah punya keluarga" balas Tante Riza dengan sedikit salah tingkah. Dana tertawa membalas gurauan setengah seriusku.

"Ah, bercanda" ucapku sambil menyeringai lebar, menunjukkan kesan kalau aku benar-benar bercanda.

"Dik Rafael, ada yang bisa dibantu ? Toh mumpung kami berdua senggang setelah rapat kantor tadi" ucap Dana tiba-tiba menawarkan bantuan.

"Um, tentu" jawabku sementara perhatianku tetap tidak lepas dari benang merah itu.

Detik berikutnya aku mengendikkan bahu lalu mempersilahkan Tante Riza dan Om Dana masuk kamarku.

Hhh, itu semua bukan urusanku.

AlfareaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang