Cinta Bernoda Darah (Serial Bu Kek Sian Su (3))

28.1K 86 7
                                    

Cinta Bernoda Darah

Puncak Gunung Thai-san yang menjulang tinggi di angkasa tertutup awan putih tebal yang bergumpal-gumpal mengelilingi puncak. Hampir selalu puncak Thai-san tertutup awan, kecuali pada musim panas, sekali waktu ada kalanya puncak Thai-san yang meruncing itu tampak dari bawah. Keadaan inilah yang menimbulkan dongeng di kalangan penduduk di sekitar kaki dan lereng gunung, bahwa puncak Thai-san merupakan anak tangga menuju ke sorga! Dan bahwa hanya para dewa dan manusia setengah dewa saja yang dapat mendatangi puncak Thai-san.

Dongeng atau kepercayaan tentang hal ke dua ini tidaklah terlalu berlebihan kalau diingat bahwa penduduk pegunungan amatlah tebal kepercayaannya akan para dewa yang menguasai seluruh permukaan bumi dan diingat pula akan keadaan pun¬cak itu sendiri. Terlalu tinggi, terlalu sukar jalan mendaki puncak, terlalu dingin sehingga manusia biasa tak mungkin akan dapat mendaki puncak. Terlalu banyak bahayanya. Binatang buas, jalan yang amat licin, jurang-jurang yang curam, daerah-daerah yang mengeluarkan gas, dan hawa dingin yang membekukan darah dalam badan.

Memang tak mungkin bagi manusia-manusia biasa, namun mungkin saja bagi manusia-manusia luar biasa, yaitu manusia-manusia yang memiliki kepandaian tinggi dan memiliki tubuh terlatih, yang kuat menghadapi semua tekanan, kuat pula mengatasi semua rintangan. Betapa¬pun juga, jarang sekali terjadi puncak Thai-san dikunjungi orang pandai, karena selain perjalanan itu amat berbahaya, juga tanpa keperluan yang amat penting, apakah yang dicari di tempat sunyi itu?

Pagi hari itu amat cerah. Awan putih yang berkelompok di sekitar puncak tam¬pak berkilauan seperti perak digosok, matahari membobol benteng halimun lembab, mencairkan segala kebekuan dan menghias ujung-ujung daun dengan mutia¬ra-mutiara air embun berkilauan seperti hiasan anting-anting pada telinga dara jelita. Burung-burung berkicau menyam¬but hari yang amat indah itu, dan segala yang berada di permukaan bumi seakan bergembira ria. Apakah gerangan yang menyebabkan suasana gembira dan indah ini?

Tidak mengherankan. Musim semi tiba, pagi hari itu adalah permulaan dari tahun yang baru. Musim yang tepat sekali untuk memulai segala sesuatu dengan awalan-awalan yang sama sekali baru! Buang yang lama-lama dan yang buruk-buruk, mulai dengan yang baru-baru dan yang indah-indah. Setidaknya, demikianlah harapan dan renungan setiap insan pada setiap tahun baru.

Pada penduduk di sekitar kaki dan lereng gunung, semenjak pagi hari sudah sibuk berpesta, bergembira ria merayakan hari tahun baru. Pakaian-pakaian simpan¬an dikeluarkan dari peti pakaian "se¬tahun sekali" menghias tubuh, yang muda menghormat yang tua, yang muda minta maaf, yang tua memaafkan. Saling memaafkan, gembira tertawa, hilang dengki, lenyap benci. Alangkah indahnya dunia, alangkah nikmatnya hidup.

Serombongan orang amat cepat gerak-geriknya amat ringan langkah kakinya, bergerak cepat mendaki puncak Thai-san. Kalau saja para penduduk tidak sedang bersuka ria dan sempat menyak¬sikan gerak-gerik lima orang yang bagai¬kan serombongan kera besar melompat ke sana ke mari, menyelinap di antara batu-batu besar dan pohon-pohon mendaki puncak, tentu akan makin tebal kepercayaan mereka bahwa serombongan dewa atau manusia setengah dewa yang men¬daki puncak itu, untuk bertahun baru di sana!

Rombongan itu adalah para tosu dari Kun-lun-pai, termasuk tokoh-tokoh ting¬kat dua dan tiga di Kun-lun-pai, maka tidaklah mengherankan apabila mereka berlima sepandai itu mendaki puncak Thai-san. Tiba-tiba pemimpin rombongan, Ang Kun Tojin mengangkat tangan memberi isyarat dan seketika lima orang itu berhenti, diam tak bergerak seperti pa¬tung-patung dewa penghias gunung. Me¬reka semua telah mendengar suara yang halus itu. Suara nyanyian yang halus seperti bisikan angin lalu, bercampur dan menyelinap di antara desir angin mem¬permainkan daun dan dendang anak su¬ngai di dasar jurang. Namun kata-kata¬nya jelas dapat tertangkap pendengaran telinga-telinga yang terlatih itu.

"Segala sesuatu yang menimpa diri pribadi adalah akibat daripada pikiran sendiri.

Pikiran kotor yang mendorong ucapan dan perbuatan selalu dlikuti sakit dan penderitaan seperti roda kereta mengikuti jejak sapi penariknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2009 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Bernoda Darah (Serial Bu Kek Sian Su (3))Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang