part 10 : jealousy?

7.7K 144 8
                                    

Hi hi guys... okeh di tengah ke hectic-anku dengan begitu kuliah yang memusingkan dan dosen yang cukup susah.. akhirnya aku memutuskan untuk mengupdate cerita..

hahaha...

oke deh aku gak mau terlalu banyak curcol, lebih baik langsung aja yuuuuk..

jangan lupa vote, comment if you like it..

***

Part 10

Ting Tong, bunyi bel menganggu sarapan pagiku. Siapa sih yang pagi-pagi begini sudah berani buat mengganggu aku? Dan untuk menjawab pertanyaanku, aku berjalan menuju pintu depan apartemenku dan menekan tombol untuk melihat siapa orang yang saat ini berdiri di depan pintu. Aku disuguhi wajah tampan yang berdiri dengan sabar lengkap dengan pakaian kerjanya yang rapi. Brayden? Apa yang ia lakukan bertamu ke apartemenku pagi-pagi seperti ini? Dengan rasa penasaran akhirnya aku menekan tombol untuk membukakan pintu bagi Brayden.

“Mengapa kamu kesini pagi-pagi seperti ini?” aku segera meluncurkan pertanyaan yang timbul semenjak aku melihat dia membunyikan bel. Dia menampilkan senyuman manisnya kepadaku.

“Hai my new neighbour!” sapanya masih dengan senyuman di bibir. Hah, bibirnya yang tebal itu terlihat sangat kissable. Aku memberikan tatapan pertanyaan kepadanya.

“Aku juga tinggal di gedung apartemen ini Li, dilantai 20. Jika kamu punya waktu, kamu bisa main ke apartemenku,” ucapnya dengan ringan dan tanpa disuruh ia sudah memasuki apartemenku seakan ini adalah apartemennya sendiri.

Wait, wait, WHAT?? Dia tinggal di gedung apartemen ini?? Jadi aku bukannya berhasil menjauh darinya, tapi malah semakin dekat dengannya?? Apakah ini malapetaka atau anugerah aku tak tahu. Hey, ini pasti malapetaka, kenapa aku harus mengatakan anugerah dengan adanya dia yang berada tak jauh dari tempat tinggalku. Lihat saja, ia sudah ikut menikmati sandwich yang barusan aku buat. Eh, bukannya aku hanya membuat satu sandwich yang baru kumakan satu gigit ya. Lalu dia makan SANDWICHKU!!

Aku segera berjalan menghampirinya yang sudah memakan sebagian besar dari sandwichku. Sandwichku yang malang. Aku menatapnya galak ketika dia sudah berhasil menghabiskan sandwich yang adalah sarapanku.

“Mengapa kau menghabiskan sandwichku?” seruku galak kepada pria yang masih duduk dengan nyaman di pantry-ku.

“Rupanya masakanmu sangat enak Li. Hah, aku pasti tidak akan menyesal jika menikah denganmu,” ucapnya ngawur yang memicuku untuk mendelik mendengar kata-katanya.

“Iya, kamu tidak menyesal, tapi itu yang akan menjadi penyesalan terbesarku. Sekarang saja aku sudah menyesal karena harus bertetangga denganmu,” gerutuku.

“Kamu jangan menyesal jika bersamaku Li, kamu seharusnya bersyukur karena bisa selalu didekatku. Sudahlah lebih baik sekarang kita berangkat bersama,” katanya sambil menarik sebelah tanganku dan membawa tas yang ku letakkan di sofa ruang tamu

***

Saat ini kami sudah berada di Camaro biru Brayden menuju ke kantor. Haduh kenapa tadi aku mau aja ya diseret sama Brayden menuju mobilnya. Ih, mana dari tadi diam terus pula.  Ditambah lagi Brayden saat ini tampak sangat focus menyetir, tidak menengok kanan kiri. Ke depan mulu. Memangnya tidak bosan ya melihat jalanan terus-terusan? Padahal kan di sebelahnya ada seorang gadis manis, cantik dan mempesona yang lebih menyenangkan untuk dilihat dari pada mobil-mobil yang ada di depan ataupun jalan. Nah loh aku malah kedengaran menggodanya.

Eh, eh, kenapa dia belok ke kiri? Bukannya kalau ke kantor, kita cukup lurus saja ya.

“Kita mau kemana Den?” tanyaku.

me,my cousin and my workmateWhere stories live. Discover now