Chapter 5 Kill The Beast

866 96 20
                                    

Pemakaman Edi berlangsung sedikit 'alot'. Pacar muda Edi datang dengan perut besar.

Hujan mengguyur semua yang hadir.

Di rumah duka, Gunadi dan Rega duduk paling belakang.

"Mana seratus ribu?"

"Nih. Awan pembawa sial. Ramalan cuaca memang tidak bisa selalu dipercaya."

"Rega aku ke depan dulu. Ayah Edi memintaku menceritakan kesan tentang Edi di tempat kerja."

"Ku harap kau tidak mengatakan kebohongan di depan sana."

Gunadi berjalan sampai ke barisan paling depan, berhenti dan tinggal sebentar di depan peti berisi jenazah Edi. Ia lalu berbalik dan menghadap ke semua orang. Ia mulai menitikkan air mata.

"Edi adalah rekan kerja yang baik. Meski orangnya sedikit kaku, ada satu waktu di mana dia menjadi sangat humoris dan membuat kami semua tertawa. Edi pernah berkata kalau dia butuh lebih banyak warna dalam hidupnya yang abu-abu. Edi tidak sadar kalau kami semua juga butuh warna abu-abu dalam hidup kami yang terlalu berwarna. Edi sudah menjadi contoh yang amat baik dalam hal profesionalitas. Kepergiannya adalah pukulan berat untuk kita semua."

Labil kau. Dari tegar tiba-tiba sedih. Lalu tegar lagi dan bahkan bercanda denganku. Dan menangis lagi hari ini.

Cepatlah Tua Bangka. Ada pameran permata yang harus kita hadiri.

***

"Sudah selesai nangisnya?"

"Kau benar-benar sosiopat Rega."

"Sosiopat? Lalu kenapa aku dengan mesra mau bergaul denganmu?"

"..."

Rega memegang bahu Gunadi dan meremasnya kuat-kuat.

"Dengar, kakakku Yoga sudah menguruskan dua undangan VIP untuk kita berdua."

Rega menyerahkan sebuah kertas undangan bersampul biru tua pada Gunadi sambil mengingat kembali bagaimana 'proses' menyakitkan yang harus dia lalui saat menemui kakaknya di hotel, sebelum pergi mengunjungi kakek Sigar kemarin.

Rega, sekarang di klub kami adalah jadwal main catur dan kartu bridge. Sekaligus. Kau harus ikut bermain. Yang kalah harus tersenyum lebar sampai permainan usai.

Dan Rega kalah di semua permainan. Seluruh anggota klub adalah grandmaster catur dan pembimbing tim bridge nasional.

Rega tidak dapat melupakan bagaimana otot wajahnya tetap dalam posisi senyum bahkan sampai di depan ruang tahanan Kakek Sigar.

"Jadi Rega kita harus sewa tuxedo?" Suara Gunadi membuyarkan lamunan Rega.

"Harus. Leo akan mengurusnya."

"Leo? Bagaimana bisa?"

"Pamannya menyewakan tuxedo. Dan kata Leo, kita boleh meminjamnya."

"Gratis?"

"Sejak kapan kau membayar benda yang kau pinjam?"

"Sekarang segala sesuatu butuh uang."

"Tidak segala sesuatu. Oke, ayo pergi. Leo sudah menunggu kita di rumah Pamannya."

"Apa Leo tahu kita akan bermain di pameran malam ini?"

"Tidak." Rega tersenyum.

"Nice. Kita sendirian."

***

"Ini terakhir kalinya aku memakai dasi kupu-kupu Rega."

"Aku jamin ini malam terakhir kau memakai benda itu. Yang penting malam ini berakhir dengan sempurna."

REGAWhere stories live. Discover now