Prolog

153K 1K 34
                                    

11 November

            Hujan rintik-rintik itu mengiringi prosesi pemakaman tersebut, para pelayat berbaju hitam itu membentuk lingakaran mengelilingi sebuah makam yang baru saja dikuburkan pagi tadi. Ditambah suara tangisan pilu yang terdengar jelas dari seorang gadis yang bersimpuh di dekat makam, membuat pemakaman tersebut menjadi lebih mengharuka. Penuh kesedihan. Di sampingnya seorang wanita paruh baya, yang juga ikut menangis, berusaha membujuk gadis tersebut.

            “Sayang, sudah! Relakan Alex pergi, biarkan dia tenang di sana.” ucap wanita paruh baya tersebut dengan suara serak. Hatinya sangat sakit melihat gadis yang begitu dia sayang menangis pilu seperti itu.

            “Aku nggak mau hidup, Ma! Aku mau ikut Alex aja!” teriak gadis itu pilu, bahkan rintik-rintik hujan yang mulai deras tidak dihiraukannya. Sebagian para pelayat mulai meninggalkan pemakaman karena hujan yang semakin deras.

            “Sayang, sudah jangan seperti ini terus. Kasihan Alex. Pasti dia sedih melihatmu seperti ini, ayo kita pulang. Kamu butuh istirahat,” bujuk wanita itu lagi. Dia tidak ingin gadis ini terus-terusan menangisi kepergian anak bungsunya itu. Apalagi pakaian yang gadis itu kenakan sudah sangat basah. Wajah pucatnya serta bibirnya yang berubah warna menjadi biru menandakan gadis itu mulai kedinginan. Tapi semua tak dia hiraukan.

            Seorang laki-laki yang berdiri tidak jauh dari kedua gadis tersebut mendekati mereka, “Ellen, jangan seperti itu, kamu harus kuat. Aku tau kamu gadis yang kuat,” ujarnya lembut. Ellen mendongakkan kepalanya menatap laki-laki tersebut, sedetik kemudian gadis itu berdiri lalu menubruk tubuh laki-laki itu, memeluknya dengan erat.”Alex! kamu jangan pergi! Jangan tinggalin aku !” mohon Ellen terisak, membuat laki-laki itu diam membeku. Sepertinya gadis itu mulai berimajinasi. Dia tidak bisa membedakan antara Alex dan juga dirinya.

            “Ellen, aku Hezky, bukan Alex!” tukas Hezky cepat, gadis itu menggeleng keras, tidak mau mendengarkan ucapan Hezky.

            “Kamu jangan bohong! Kamu Al..lex!” tukas Ellen lirih lalu tiba-tiba saja tubuh gadis itu melemas, hampir merosot ke bawah andai saja lengan besar Hezky tak menahannya.

            “Ellen!” pekik wanita paruh baya itu mendekati tubuh Ellen yang sudah berada dalam gendongan Hezky. Wajahnya terlihat sangat kelelahan dan penuh tekanan.

            “Dia hanya pingsan, Ma. Ayo kita pulang,” ucap Hezky melangkah mendahului mamanya menuju mobil mereka yang terparkir tak jauh dari pemakaman dengan Ellen dalam gendongannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 19, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Playboy's SeductionWhere stories live. Discover now