Bagian 4

237 19 9
                                    

Hai.... Hai....

Aku bener-bener minta maaf, karena up nya lama banget): Aku yakin, kalian pasti kecewa ya? Maaf ya teman-teman 😭 Jujur, aku ini sibuk, beneran dan bukan sok sibuk. Fyi, aku udah kelas 12 guys, jadi tugasku numpuk parahhh 😔 dan aku juga habis sakit. Guys, ini bagian 4 yang baru bisa aku up sekarang. Aku minta maaf yaa sekali lagi🥺. Hope u like it!💝

💫

(Point of view, Rakha)

Pagi ini, aku sedikit tak bersemangat untuk menuju ke sekolah. Ini semua karena motorku di sita oleh Papah Fathir. Karena aksi tawuran kemarin, aku jadi apes. Sebenarnya, alasan lain Papah Fathir menyita motorku adalah, karena kakiku yang belum terlalu sembuh. Semalam juga Papah Fathir dan Mamah Dina membawaku ke rumah sakit, untuk memeriksakan kakiku ini. Dokter bilang, kakiku baik-baik saja, dan hanya sekedar keseleo sedikit saja.

Seperti yang kubilang tadi, kalau motorku telah disita. Maka dari itu, hari ini dan beberapa hari kedepan, aku akan di antar jemput oleh Papah Fathir. Sebenarnya, ini jadi meminimalisir kebebasanku, tetapi tidak mungkin juga jika aku tidak menuruti Papah Fathir.

"Loh, Mas Rakha, tumben di antar?" Kedatanganku disambut dengan pertanyaan demikian oleh Pak Seno.

Aku tersenyum, "Iya, Pak."

Pak Seno tak lagi menanyakan hal apapun kepadaku. Maka, aku langsung melenggang pergi saja tanpa mengatakan apapun.

Jalanku memang sedikit susah, karena jujur saja kakiku masih terasa sakit. Semoga saja, hari ini tidak seperti hari-hari sebelumnya. Mungkin aku memang nakal, tapi itu ku lakukan demi menjaga image ku. Apa kata dunia jika ada yang meledekku, dan aku hanya diam. Itu bukan aku. Jadi jangan heran, kalau Rakha Putra Permana sering membuat masalah di sekolah.

Saat aku menginjakkan kaki di sebuah tangga, mataku beralih fokus pada orang yang baru saja melewati ku. Mala orangnya. Melihat dia pagi ini, dia seperti sedang tidak baik-baik saja. Aku dapat melihat kalau dia seperti usai menangis. Aku pun jadi teringat hari kemarin, dimana aku dengan bodohnya membentak dan menyalahkan Mala begitu saja. Apakah Mala menangis gara-gara aku? Semoga saja tidak. Entah kenapa, aku ingin sekali menghampiri dan menanyakan kenapa kepada Mala saat ini juga. Tapi mana mungkin, seorang Rakha nyamperin cewek duluan. Nggak ada sejarahnya di kamus ku.

"Rakha!" Aku memekik ketika Afan meneriaki namaku, tepat di telinga kiri ku.

Aku berusaha mengatur nafasku. "Apa, sih?" Ketusku.

"Pagi-pagi udah melamun aja. Gue udah panggil lo, dari tadi. Kenapa nggak nyahut?" Afan menghentikan ucapannya. Namun belum juga ku jawab.

"Mikirin apa, sih, lo? Olimpiade?" Ucapnya lagi.

"Gue juga nggak tau, kenapa gue melamun."

Mendengar jawabanku, tentu saja Afan semakin bertanda tanya. "Hah, maksud lo gimana?"

"Nggak. Udah, ayok kelas." Ajakku akhirnya.

Kami pun berjalan menuju ke kelas dengan melewati beberapa kelas sebelumnya. Tadi Afan sempat menyapa teman barunya yang perempuan itu, namun segera ku tarik tangannya. Karena jika tidak, maka mereka akan mengobrol sangat lama. Tidak mungkin, kan, jika aku menemani dua orang itu mengobrol. Setahuku, teman perempuan Afan itu, teman satu kelasnya Mala. Kulihat juga, dia sering bersama Mala. Dan sepertinya mereka berteman baik, tetapi aku tidak melihat Mala di sisinya tadi. Sempat terlintas di benakku, apakah aku menanyakan soal Mala ke dia saja, ya? Tapi tidak, aku, gengsi.

"Woy! Maksud lo, apa?"

Saat aku melintas di depan kelas XI IPS 2, aku benar-benar terkejut, tiba-tiba manusia tidak jelas berada di depanku dan menarik ujung kerah kemaja ku.

Where is my Home?Where stories live. Discover now