Pulang

1K 131 8
                                    

Setelah lima hari mengikuti anjuran Kyai Ali. Aku sudah tidak pernah lagi mengalami gangguan. Malahan, beberapa kali bermimpi ibu sedang disiksa oleh sosok hitam bertubuh besar. Semoga saja mimpi itu tidak menjadi kenyataan.

"Bangun woy!" teriakku, membangunkan Handeka dan Bimo untuk sahur. Karena hari ini merupakan hari terakhir kami sahur di pesantren ini.

"Lu abis dari mana, Dan?" tanya Bimo saat membuka matanya.

"Abis dari masjid," balasku.

"Ngapain?"

"Tahajud."

"Wahhhh ... panutan emang Muhammad Aidan," ucap Handeka yang sudah bangun.

Kami pun membangunkan yang lain, karena waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi.  "Gak kerasa ya, udah saur terakhir di pesantren ini," ucap Agus sembari menyelupkan kerupuk ke kuah soto.

"Lu kudu lanjut puasa, Gus. Jangan sampe bolong-bolong," sahut Handeka.

"Aman, Dek. Malu, masa udah gede kagak puasa."

"Ah, kemaren gua liat lu wudu kumur-kumur tiga kali yang keluar malah dua," ucap Guntur.

"Fitnah lu, Gun! Padahal gak ada yang keluar!" sahut Agus, membuat kami tertawa.

"Eh, ntar kita adain saur on the road, yuk!" ajak Bimo.

"Gua sih ikut aja. Ajak si Reno sama Fahmi sekalian," balas Handeka.

"Gimana menurut lu, Dan?" Bimo bertanya padaku.

"Boleh," balasku.

Kami lanjut makan sahur, "Nambah lagi, Gus?" tanya Guntur saat melihat Agus sudah membawa piring berisi semua menu makanan.

"Stt! Saur terakhir di sini, harus dimanfaatkan dengan baik," balas Agus, lalu duduk. "Idan juga ambil sepiring penuh."

"Gua kan gak pake Soto Ayam," sahutku.

"Soto Ayam tuh cuma dessert doang."

"Dessert itu yang manis-manis, Gus! Gimana sih anak tukang kue masa gak tau!" sahut Handeka.

"Ya elah, keseleo lidah doang."

"Keseleonya jauh!"

Aku tersenyum melihat keseruan keduanya. Dalam hati berharap kebersamaan ini tidak berakhir. Sayangnya, beberapa bulan lagi, kami akan menempuh jalan masing-masing.

Setelah sahur, kami pun berangkat ke masjid. Salat subuh berjamaah dan mengikuti kuliah subuh terakhir. Topiknya adalah menjaga keutamaan bulan ramadhan sampai lebaran tiba. Seperti pesan Ustad Walid tadi yaitu menjaga ibadah. Jangan sampai kendor!

Ustad Walid menghampiri kami. "Kalian pulang jam berapa?" tanyanya.

"Sekitar jam delapan, Pak Ustad," balasku.

"Wah saya gak bisa nemenin. Masih ada kegiatan jam segitu."

"Gak apa-apa, Pak Ustad."

"Saya cuman mau kasih pesan aja. Jangan tawuran-tawuran lagi. Jangan lupa sholat. Buat Agus, belajar lagi baca Al Quran. Minta Handeka buat ajarin," ucap Ustad Walid.

"Deka gak mau ngajarin saya, Pak Ustad," sahut Agus.

Ustad Walid menghadap Handeka, "Deka gak boleh gitu. Amalan orang yang ngajarin baca Al Quran itu gede banget. Apalagi di bulan puasa ini."

"Si Agusnya suka gak fokus kalau belajar," balas Handeka.

"Kamu juga harus fokus, Gus."

"Iya, Pak Ustad," balas Agus.

IBUKU DUKUNWhere stories live. Discover now