Lautan

1 0 0
                                    

Luasnya biru menjadi perjalanan kapal untuk berlayar. Menjadi tempat untuk terus memacu semuanya. Menjadi sebuah cermin untuk melihat dunia. Menjadi refleksi bagi semesta terhadap bumi.

Menjadi tempat yang sekiranya untuk melepas segala penat pikiran dan bahkan rindu. Membiarkan raga menyendiri. Sesekali angin dan pasir pantai menyeka lembut air mata dan tubuh. Seakan Tuhan sedang berbicara dan memeluk diri.

Sadar diri ini senantiasa menjadi bidak ego yang tergerak tanpa berfikir bahwa semua dampak yang terjadi nantinya. Baik kecil dan besar tentunya akan terjadi pada semuanya. Menjadi bilah pisau yang mampu menusuk semuanya. Menjadi samurai yang menebas segalanya. Namun, lautan menerima segala hal semua ego yang menjadi diri lepas dari segala pikiran dan rantai yang mengikat diri.

Iya, kubiarkan raga sendiri sembari melihat sore yang sedang menikmati senja. Bersandar pada kapal yang merapat. Dan membiarkannya berbicara pada ombak. Setelahnya berjalan kembali beriringan.

Lelautan selalu menjadi titik dimana semua pesan sampaikan lewat semuanya. Membiarkan semuanya terlepas dan memberikan segalanya pada Tuhan. Agar tentunya kita tidak dikhianati atau dikecewakan dunia.

Rasanya terlalu mudah jika kita menebak sebuah hal berdasarkan asumsi subjektif pribadi. Kumpulkan semua informasi yang pernah tersampaikan, kejadian putih dan hitam. Sehingga bisa memilah dan mengetahui maksud lelautan yang luas.

Kita bisa belajar dari Bumi tentang kehidupan. Kita bisa mengetahui maksud Tuhan kepada kita lewat caraNya.
Kita bisa memahami segalanya lewat pembelajaran dan pengalaman.
Namun, karena derasnya emosi kita tidak memahami maksud kehidupan yang terjadi pada diri.

Lewat laut kutitip pesan terbaik untuknya. Lewat desiran ombak, lewat angin yang membisikkan cerita.

Mari duduk sejenak memandang biru yang terhempas lepas disini.
Sebentar saja.

MascapadaWhere stories live. Discover now