Part 1 : Awal

180 9 3
                                    

Happy Reading

"Dih emang gak ada akhlak banget nih si Nara." Kalimat menyindir itu terlontar begitu saja dari mulut gadis manis yang tengah duduk santai di kursi belajarnya.

Gadis itu Luna Nuella mahasiswa hukum semester akhir yang hanya hidup berdua dengan sang ibu. Ayahnya?

Ah, ayah Luna telah lama pergi karena insiden yang terjadi 4 tahun silam.

Fakta ini, tidak lantas membuat Luna berkecil hati. Ia justru makin bersemangat mengejar mimpi untuk dapat membahagiakan ibunya dan mendiang sang ayah.

Kematian ayahnya yang mendadak memang masih sangat membekas. Namun hidup terus berjalan. Luna membuktikannya dengan mampu bertahan sejauh ini.

Kepergian sang ayah mampu mengubah Luna menjadi sosok yang mandiri. Sosok yang tidak suka bergantung pada orang lain. Apalagi merepotkan orang-orang disekitarnya.

Luna lebih suka mengandalkan dirinya sendiri.

Ajaran sang ibu pun tak luput hingga membentuk karakternya. Maka tidak heran Luna bisa tumbuh menjadi gadis manis yang baik hati.

"Hah, kelakuan lo ini yang ada malah bikin orang tambah benci bodoh." Luna bersungut-sungut. Ia jelas kesal.

Kesal karena sebuah novel yang menurutnya memiliki alur konyol. Bahkan, sejak tadi ia tidak berhenti mencibir novel itu. "Lah apaan nih, endingnya membagongkan banget asli."

Sebuah novel dengan judul 'Its you'.

Novel terlaris tahun ini yang membuat Luna gadis pemalas mau merelakan waktunya hanya untuk sekedar membaca. Namun apa yang ia dapat? Luna justru dibuat kesal setengah mati.

Ia jadi penasaran apa yang membuat novel ini begitu digemari para pembaca. Apa mungkin penulis melakukan ritual pelaris seperti difilm-film? Atau semacam sihir?

Oke cukup. Hentikan pemikiran bodoh itu Luna.

Sepertinya membaca novel ini terlalu lama membuat saraf kewarasannya menjadi sedikit rusak.

Salahkan saja alur ceritanya yang membuat darah ditubuhnya mendidih. Niat hati ingin menenangkan diri usai mengerjakan tugas yang menumpuk. Luna justru dibuat makin dongkol karena ending ceritanya.

"Lun. Bunda boleh minta tolong? Belikan tepung di warung ya. Bunda mau buat kue." Suara lembut penuh kasih sayang itu membuat Luna dengan cepat menoleh. Dan langsung menghentikan aksinya yang tengah menyumpah serapahi si penulis.

Dilihatnya sosok yang begitu dia sayangi, tengah berdiri dibalik pintu dengan senyum yang menenangkan. Sosok malaikat tanpa sayap yang dikirim tuhan untuknya.

Luna menatap sang ibu dengan senang, membalas senyum itu tak kalah lebar. Menghampiri malaikatnya, Luna dengan cepat langsung bergelayut manja.

"Bundaaaaaa." Rengeknya seperti bocah 5 tahun yang minta dibelikan permen.

"Kenapa sayang?" Bunda Mita terkekeh geli melihat anak gadisnya yang selalu bertingkah kekanakan. "Gapapa bun. Luna cuma kangen bunda aja." Cengirnya lucu. Bunda Mita tertawa "Kamu ini ada-ada aja." Padahal baru tadi pagi mereka sarapan bersama.

Melihat tawa itu Luna merasa hatinya menghangat, ia bahagia memiliki sosok Bunda Mita disisinya. "Oh iya Lun, tadi bunda mau minta tolong sama kamu buat beli tepung di warung."

Dengan gaya hormat ala pengibar bendera Luna membalas. "Oke, siap laksanakan kapten." Menggelengkan kepalanya. Bunda Mita lagi-lagi tertawa karena tingkah lucu anak semata wayangnya itu.

_________

"Mang tepung 2 kg ya."

"Siap neng."

Usai berpamitan dengan sang Ibu. Luna langsung bergegas ke warung mang Slamet yang terletak di pinggir jalan. Sambil menunggu, Luna menikmati udara sejuk disekitar dengan perasaan senang.

Namun ketenangannya itu tidak berlangsung lama karena netra hitamnya justru menangkap sosok gadis kecil yang tengah berusaha menyelamatkan kucing di tengah jalan.

Bersamaan dengan itu dari kejauhan muncul sebuah mobil hitam yang tengah melaju kencang.

Tunggu.

Seorang gadis kecil? Mobil yang melaju kencang?

Sial!

Tidak peduli teriakan mang Slamet yang memanggil namanya. Luna terus berlari sekuat tenaga dan dengan gesit langsung mendorong gadis kecil itu ke pinggir jalan.

Namun naas setelah berhasil menyelamatkan gadis kecil itu dan berniat menyingkir. Tubuhnya justru terpental dan jatuh menghantam tanah dengan kuat.

Darah keluar dengan deras. Merembes hingga membasahi seluruh pakaiannya.

Luna merasa tubuhnya mati rasa, pandangannya kabur, kepalanya berdengung. Sakit tak terkira ia rasakan, bagai dihantam ribuan ton batu besar. Tapi disisa-sisa kesadarannya, samar-samar Luna masih dapat mendengar teriakan panik orang-orang disekitar.

Luna sudah tidak tahan lagi. Ia merasa sangat mengantuk sekarang.

Gawat!

Apa ia akan mati seperti ini?

Bagaimana dengan bundanya? Kuliahnya?

Ah shit! Sekeras apapun Luna mencoba agar tetap sadar. Pada akhirnya ia kalah dan semuanya gelap.



Jangan lupa vote dan comment.

Terimakasih.
Salam hangat (^^)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 30, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Butterfly (On Going)Where stories live. Discover now