25 : Terbalut Lapisan

18.8K 1.5K 70
                                    

Sudah belasan menit terlewati sejak Nathan dan Argie mulai bersiteru. Mereka yang awalnya bersitegang diantara anak tangga sudah melenceng masuk ke dalam ruangan berisi puluhan sel tahanan yang berderet rapi dan saling berhadapan satu sama lain. Bagian tengah yang sengaja dibuat luas agar para tahanan kesulitan berkomunikasi berpindah fungsi menjadi tempat beradu sihir dua laki-laki yang memiliki perbedaan umur cukup jauh itu.

“Hebat juga kau, bocah,” Argie tersenyum miring, dadanya naik turun mengatur napas yang terputus-putus.

“Aku sudah bersumpah untuk menghabisimu, kemudian menyebar abumu ke laut.”

Argie mendengus. “Wujudkan itu dalam mimpimu, anak muda.”

Nathan tersenyum miring, kemudian mengeluarkan api dari telapak tangannya dan mulai menyerang Argie bertubi-tubi. Disinilah pengalaman berbicara. Kalau Nathan merasa beruntung dan kuat setelah kemampuannya bertambah karena ramuan yang diberikan Errol, Argie memiliki ribuan pengalaman dalam perkelahian. Berbagai macam ramuan berbeda warna yang terdapat di ruang penyimpanan ialah bukti perjuangan Argie melawan puluhan penyihir. Bertahun-tahun ia mencari ramuan untuk kebangkitan istrinya, menukar waktu berharganya dengan beribu tetes darah penyihir di berbagai pelosok Laraine. Dengan kerupawanan wajahnya, ia bisa dengan mudah mengelabui penduduk lokal.

“Ayolah, jangan bercanda,” Argie menebas sapuan angin dari Nathan. “Aku tau kau bisa melakukan yang lebih dari ini.”

Nada meremehkan dari Argie membuat Nathan semakin kesal. Pemuda itu merapalkan mantera hingga terdapat lingkaran sihir di bawah kaki Argie dan meledak begitu Nathan menyelesaikan bahasa peri yang ia gunakan. Awalnya Nathan tersenyum melihat gumpalan asap hitam yang mengelilingi tubuh Argie, tapi kesenangannya langsung menguap begitu tubuhnya terlilit benang merah dan terdorong mundur hingga menabrak dinding.

“Dari mana kau mempelajarinya?” dalam satu kali hentakan tangan, asap di sekitar tubuh Argie menghilang.

“Ingat pada pria yang membuat wajahmu hancur, ya?” Nathan menyeringai. Ia diajarkan oleh Errol mantera ini, yang tak lain adalah peninggalan Nortiel. Sihir jenis baru yang mengikuti peledak di dunia manusia.

Argie hanya mendecih ketika ingat dengan penyihir terakhir yang ia kalahkan. Penyihir yang membuatnya berhenti mencari.

Jubah Argie sudah robek di beberapa bagian karena terkena berbagai serangan dari Nathan, bahkan lengan yang sebelumnya ia pakai sebagai senjata bersulur bersarang goresan lebar panjang yang membuat tangannya terkulai tak bisa digerakkan. Lilitan benang merah yang hampir tak terlihat kalau tak ada kilauannya keluar dari sela-sela jari Argie, semakin kuat mencengkram tubuh Nathan. Perlahan-lahan, darah keluar dari bibir Nathan karena tubuhnya semakin mengempis.

Tapi Nathan takkan menyerah semudah itu. Bermodalkan pandangan pada sekitaran dan sadar bahwa batangan besi sel tahanan teronggok tak terpakai, dengan segenap kekuatan yang dimiliki ia cabut batangan itu dari sel untuk menyerang Argie. Pria yang sebelumnya hanya terfokus untuk menyiksa Nathan tersentak kaget ketika satu logam menancap di lengan kanannya yang terluka. Serentak, benang-benang yang membatasi ruang gerak Nathan tertarik masuk ke dalam tubuh Argie karena pria tersebut beralih sibuk menghindar dan menghancurkan potongan hujan logam.

“Mampus lo,” Nathan nyegir tak berdosa diselingi batuk darah, membuatnya mendecih dan mengusap cairan amisnya di sudut bibir. Pemuda itu belum puas sampai Argie benar-benar musnah.

• • •

Tangga lebar berputar dengan kedua dinding yang mengapit membuat pendangan Errol maupun Maudy terbatas. Mereka berdua sudah menuruni tangga sejak tadi, tapi secara perlahan karena keadaan Maudy yang tak memungkinkan untuk bergerak cepat. Jadi mau tak mau Errol harus membantu menopang gadis itu agar bisa berjalan menuruni tangga. Beberapa saat mereka menuruni tangga, Errol mendengar sesuatu dari kejauhan.

FL • 2 [Armonía]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang