Permainan Dua Babak

40 7 12
                                    

Suatu hari: latihan di akhir tahun 2020.

"Nggak usah lari! Pelan-pelan aja nanti ja—" kata Bapak Pelatih setengah berteriak dari kejauhan seketika melihat murid kesayangannya tergesa-gesa sembari berlari karena telat masuk. "Jatuh," lanjutnya saat memandangi Elok yang terjerembab di pinggir lapangan.

Elok segera bangkit dan melanjutkan berlari. Tidak lama sampai di depan Bapak Pelatih, ia langsung menjabat punggung tangan beliau demi menyerap keberuntungan dengan menempelkan pada dahinya. "Pak, Perstevi minta ma—"

"Nggak papa, minum dulu terus 20 putaran ya."

Lantas, Elok menaruh tas raket pada ruang layaknya kolong yang cukup luas di bawah bangku penonton. Ruang itu digunakan para atlet untuk menaruh perlengkapan dan transit.

"Kaos kakinya belang lagi?" kata Bapak Pelatih saat mengetahui Elok menggunakan kaos kaki di kiri abu-abu dan kanan berwarna putih. Ditambah, tingginya berbeda karena abu-abu adalah kaos kaki yang biasa digunakan juga belum dibuang. Jadi, kemungkinan sudah tidak kuat elastiknya dan melorot.

"Eh, lagi?" Elok kaget lalu menertawakan kebodohannya sembari beralasan, "Anggap aja lagi tren, Pak."

Elok cepat bersiap memulai 20 putaran. Ia melakukan tos kepada Bapak Pelatih lalu berlari mengelilingi bagian dalam gedung badminton itu. Terdapat 5 tingkat bangku penonton yang melingkari lapangan. Ia harus melewati tangga naik ke tingkat teratas, memutar, dan turun melalui tangga ke titik mulai. Hal itu diulang sampai 20 putaran.

Di sela-sela langkahnya, Elok seringkali memandang langit sore dari puluhan jendela di tingkat teratas. Jendela gedung latihan badminton ini juga dipasang mengitari gedung. Sehingga, dari arah manapun, langit bisa terlihat jelas.

Plafonnya dibuat sangat tinggi. Sebab, servis (pukulan permulaan) para atlet didikan adalah servis melambung. Demi kelancaran kok (bola badminton) tidak membentur plafon dan mendapatkan sevis sempurna, maka plafon lebih tinggi dari servis.

Struktur plafon gedung tersebut adalah setengah lingkaran. Puncak ketinggian berpusat tepat di atas lapangan posisi para atlet melakukan permainan. Dan, ketinggian lebih rendah di ujungnya berada pada bagian bangku penonton yang tentu tidak terlalu memerlukan plafon tinggi.

Elok masih terus berlari dengan seragam pelatihan bernama punggung Perstevi. E. Nama lengkapnya adalah Elok Perstevi. Mengikuti aturan penamaan atlet, nama depan disingkat dan urutan nama belakang harus dibalik. Sehingga, nama panggilannya pun berubah menjadi sesuai nama depan atlet yaitu Perstevi atau lebih ringkas dengan Stev.

Kurang lebih 30 menit, Elok selesai kemudian melakukan tos ke Bapak Pelatih. "Istirahat sebentar terus ambil lapangan 1 ya," kata Bapak Pelatih menunjuk lapangan paling ujung yang masih dipakai atlet lain. Itu berarti, permainannya sudah sampai babak terakhir, segera selesai, dan akan digunakan bergilir.

Elok mengiyakan sembari menyeka keringatnya. Ia tidak langsung duduk, ototnya memerlukan pendinginan terlebih dahulu. Ia menghindari cedera/kram karena ototnya masih belum siap untuk ditekuk ketika memilih duduk. Seperti biasa, Elok melakukan jalan-jalan ringan di sekitar tas raketnya. Saat itu, ia juga memanfaatkan untuk mengamati teknik permainan atlet lain yang sedang menjalankan permainan.

Walaupun stratanya masih dipuncak bagian tunggal putri, terkadang Elok masih kalah jika melawan atlet tunggal putra. Memang dalam permainan resmi, tunggal putri tidak melawan tunggal putra. Akan tetapi, pada masa pelatihan sering dilakukan demi meningkatkan ketangkasan pemain.

Elok pun tidak jarang dilatih dengan Bapak Pelatih sendiri karena kemampuannya dinilai tidak akan berkembang jika dipasangkan tunggal putri lain di pelatihan tersebut. Semua atlet tunggal putri sudah ditebas Elok selama pelatihan. Jadi, sudah semestinya Bapak Pelatih turun lapangan.

"Perstevi, hari ini main dua babak sama Riki ya. Silakan langsung ke lapangan 1. Bapak sendiri yang akan jadi jurinya."

"Kok cuman dua, Pak? Kalau seri, nggak dilanjutin babak tiga?" tanya Elok ketika pemain bernama Riki itu sudah siap di depannya.

"Stev, walaupun dia pemain baru, tapi pukulannya lumayan. Bisa aja 2–0."

"Aa ... iya juga ya, Pak," jawab Elok sambil mengangguk-angguk dan melukiskan senyum ke arah lawan mainnya. Ia melanjutkan perkataannya, "Bisa aja dia yang 0." Ia mengulurkan tangan kepada Riki tanda menyetujui permainan sportif dua babak.

***

Photo by Anna Nekrashevich

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Photo by Anna Nekrashevich

Thank you ^^ https://www.pexels.com/photo/white-and-black-electric-fly-swatter-8516791/

Toko Buku di Desa Sangaleya 7 (SELESAI)Where stories live. Discover now