Gerbong ke-7 Menuju ke-3

110 13 14
                                    

Tahun 2019.

Nanti langsung jalan ke depan, ambil gerbong ke-3. Elok menyanggupi apa yang‒dianggap‒kakaknya itu katakan. Sudah menjadi ritual setiap hari berseling: Senin, Rabu, dan Jumat, Elok melakukan perjalanan seorang diri menuju desa bernama Sangaleya. Dan, menjadi adat kebiasaan Haira untuk mengirimkan pesan tersebut karena paham penuh akan sifat asli Elok adalah seorang pelupa akut, ceroboh, sekaligus penurut bodoh.

Letak Desa Sangaleya kurang lebih 47 menit dari rumah Ibunya. Setiap selesai ishoma jam 12 siang, ia langsung datang ke stasiun terdekat sekitar 24 menit perjalanan. Kemudian, menunggu jam keberangkatan 14:14.

Elok selalu memakai kereta antarkota yang sama. Ia menyadari kereta tersebut baru saja diperbarui baik interior maupun luarnya. Walaupun ia tinggal di kota dengan dominan kultur barat, tim KAI daerah ternyata tidak terlalu abai terkait perkembangan budaya lokal. Kereta yang awalnya memakai unsur batik berwarna putih-hitam, kini dirancang menjadi lebih kompleks. Warnanya diganti bernuansa berani‒dominasi warna primer merah, kuning mentereng, dan biru. Desainnya pula, dari batik saja menjadi batik dan lurik khas daerah setempat yang terlihat bertambah elegan.

Setelah satu tahun lamanya, Elok mulai beradaptasi akan kepergiannya itu. Berawal dari kaku akan mesin pencetak kertas tiket sampai terbiasa dengan mesin pemindai kartu kereta digital. Sepuluh bulan pertama, ia habiskan 47 menit di gerbong ke-7. Lalu berlanjut dua bulan terakhir, ia mengikuti arahan Haira untuk maju ke gerbong tiga.

Mulutnya baru memunculkan keberanian untuk berbagi penderitaan kepada Haira sekitar 2 bulan ini. Dan, mulai dua bulan itu, Haira mengetahui kebodohan Elok yang selalu memilih berdiri selama 47 menit perjalanan karena tidak mendapatkan tempat duduk atau membiarkan penumpang lain duduk.

Haira menjelaskan detail sekaligus memarahinya: gerbong 7 sampai 9 adalah wagon tersibuk dan terpadat. Kereta daerahnya termasuk kereta panjang dengan total 14 gerbong. Masinis selalu memberhentikan lokomotif bersama 6 gerbong ke arah depan. Jadi, penumpang sering bias langsung memasuki pintu 7‒9 yang jelas ada di hadapan mereka.

Elok masih mengingat percakapan dengan Haira kala itu. Haira mengatakan, "El, lo tu bodohnya ampe ke tulang ya? Bisa-bisanya sepuluh bulan berdiri doang, dah lebih dari ibu mengandung nggak tuh."

"Nggak berdiri doang, Teh. Duduk juga ... pernah kok," keluh Elok. Hanya dengannya, Elok bisa mengeluh atau bermanja. Ketika kembali ke rumah Ibunya, ia pun harus kembali menjadi pribadi dingin, penurut, dan keras. 

"Coba bilang, 3/seminggu lo bisa duduk berapa kali di gerbong yang pada desak-desakan kalo masuk?"

"Ya nggak tentu dong. Lo sama-sama bodohnya ya, gitu aja nanya," respons Elok.

"Tuh kan, emang ni anak bodohnya udah akut. Dah nggak bisa ditolong, udah, udah, capek."

Spontan Elok menjawab, "Ya itu lo nolongin gua."

***

Photo by Febi Ariyanto

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।

Photo by Febi Ariyanto

Thank you ^^ || https://www.pexels.com/photo/train-2101790/


Toko Buku di Desa Sangaleya 7 (SELESAI)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें