6. Sang Pemimpi

715 74 12
                                    

Naya's Diary :

Dengan tuan, layaknya sandyakala hamba ingin menuliskan kisah yang berakhir dengan adiwarna.

***

Dengan segala paksaan dari teman-temannya, maka di sinilah Shaka berada, duduk di bagian sudut bioskop menikmati film horor yang secara random Naya pilih.

Semua yang diutarakan gadis itu perihal keinginannya untuk menonton film keluaran terbaru ternyata hanyalah bualan belaka.

Alih-alih sudah mengetahui film apa yang akan ditonton ketika sampai di bioskop, Naya hanya memilih film yang posternya tertangkap oleh netranya saja. Tujuan sebenarnya ia ke sini yaitu ingin menghabiskan waktu bersama Shaka lebih lama lagi.

Naya bahkan tidak tahu alur film ini seperti apa karena ia bukanlah gadis yang suka menonton film kecuali film Disney Princess itu pun karena karakternya cantik-cantik.

Ketika semua orang menjerit ketakutan karena sosok hantu muncul di dalam layar, Naya sama sekali tidak bereaksi apa pun karena fokusnya sedari tadi adalah memandang wajah Shaka yang dipaksa untuk duduk di sampingnya.

Meskipun memandang dari samping dengan cahaya yang tidak begitu terang, Naya tampak sangat mengagumi wajah tampan Shaka, dari alis, mata, hidung, bibir hingga rahang semuanya begitu terlihat sempurna. Sosok Reyshaka Dikara seolah terlahir tanpa cela.

Lantas tanpa sadar Naya bergumam sembari menatap sosok di sampingnya tanpa kedip.

“Reyshaka yang aksa.”

Shaka sedikit mengernyit. Meski kedua netranya fokus menatap ke arah depan akan tetapi kedua telinganya masih berfungsi dengan sangat baik sehingga dia dapat mendengar apa yang digumamkan oleh gadis yang memiliki bola mata seterang rembulan ini.

“Kamu tau?” tanpa sadar seolah ada sihir yang menuntun, Naya mengayunkan tangan lembutnya hendak menyentuh sebelah wajah Shaka, membelainya secara perlahan seraya membayangkan seindah apa hidupnya jika mereka bersama. Namun sayang, dengan sekejap mata tangan itu segera ditepis oleh si pemilik rupa. Seolah-olah ia membangunkan Naya dari mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.

Naya seketika mengerjap. Shaka menatapnya dengan sorot mata tajam.

Dengan mata itu Naya kembali kalah. Tangannya terpaksa ia tarik kembali.

Terdengar hembusan nafas kecil keluar dari mulut Naya seperti menandakan bahwa betapa lelahnya gadis itu memperjuangkan sesuatu yang ia anggap sebagai sumber kebahagiaan yang kekal.

“Kamu itu kayak langit ...,” Naya menatap lurus ke depan hingga beberapa saat kemudian ia kembali mengalihkan atensinya kepada Shaka.

“Terlihat dekat tapi jauh,” imbuhnya.

Dalam hitungan detik kedua orang itu sempat saling beradu tatapan. Dan Naya kembali membuka suara. Ia mengutarakan suatu hal yang menjadi ketakutannya.

“Shaka, jangan menghilang ya? Apapun yang terjadi. Jangan buat duniaku hancur lagi kalau kamu ikutan pergi.”

Kerutan di kening Shaka semakin bertambah seiring mendengar celotehan Naya yang terdengar ngalor ngidul.

Memangnya ia bangsa Jin yang bisa menghilang?

Kamu tau?” Naya menjeda ucapannya.

Mata yang terlihat indah itu tidak sekalipun berkedip ketika si pemilik tengah menerawang jauh mengingat segala hal yang kerap ia alami ketika terlelap.

“Aku selalu mimpi terdampar di tengah lautan yang enggak berujung. Tapi semenjak ada kamu mimpi itu gak pernah muncul lagi. Itu artinya, aku udah gak terombang-ambing sendirian tanpa arah tujuan. Aku merasa udah berhenti di satu pulau yang ada rumah pohonnya. Di balik jendela rumah pohon itu, gak ada lagi laut yang terlihat menyeramkan apalagi kalau dimalam hari. Semuanya tampak indah. Mungkin dengan rumah pohon itu aku bisa kembali menikmati hidup layaknya remaja pada umumnya.”

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Apr 06, 2022 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

Renjana dan AmertaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt