Part 01 (Telat)

159 35 2
                                    

Purnama, aku tidak lagi merindukan mereka. Bilang saja aku pengecut pantang mundur, ya karna aku sudah sepasrah itu dengan keadaan yang terlalu sukar untuk diriku tempuh. Namun, aku juga tidak dapat berpura-pura tidak mengambil tahu akan mereka.

(***)

3 tahun telah pun berlalu, namun apa yang diinginkannya itu punah begitu saja. Keinginan yang ingin melihat dan merasai kasih sayang dari keluarga kandungnya tanpa sadar pudar dari ingatannya. Dirinya sudah berusia 15 tahun, dirinya tidak bodoh untuk tetap menunggu akan kedatangan keluarga kandungnya itu. Bahkan, jika ditanya pun dia akan santai menjawab bahawa keluarganya telah pergi dengan artian telah meninggal dunia.

Kini, dirinya sudah tidak tinggal di panti asuhannya itu. Dari pandangan dan pendapat Stevan, dirinya sudah banyak merepotkan bunda Aira yang notebene telah menjaga dan merawatnya sedari dirinya masih bayi. Di karena kan itulah, Stevan membuat keputusan buat keluar dari panti asuhan itu dan mencari kontrakan kecil yang mampu untuk dibayarnya tiap bulan.

Pagi telah tiba, cahaya matahari telah menyinari bumi sejak beberapa jam yang lalu, tetapi semua itu tidak di hiraukan dengan seorang anak lelaki yang berusia 17 tahun yang masih saja bergulat mimpinya. Padahal deringan alarm telah pun berbunyi entah sudah berapa kali tapi itu juga tidaklah mampu membangunkan anak lelaki itu dari tidurnya. Sehinggalah datang seorang anak lelaki yang sebaya dengannya ke kontrakan anak lelaki itu

"Astagfirullah alazim pulsa gue habis cuma mau call lo doang eh tau nya lo masih aja enakan tidur!! Lo bangun atau gue sunat kali kedua elo!! Bangun kebo!!" Teriak teman dari anak lelaki itu, yang diketahu adalah tema Stevan Devarone

"Kev, berisik tau gak lo? udah ga punya rumah ya sampai-sampai lo datang ke rumah gue?" Tanya Stevan degan suara serak akibat baru bangun dari tidurnya.

"Niat gue baik loh Van, lo mau telat datang ke sekolah? Padahal hari ini kan hari pertama buat lo jadi siswa sma? ini udah telat Van bangun dong" Kata Kevnan sambil menarik pelan tangan Stevan

"Jam berapa sih?" Tanya Stevan lagi dan di jawab dengan ketus oleh Kevnan

"7 pagi!! 10 menit lagi masuk!!" Kata Kevnan mampu membuatkan mata Stevan terbuka lebar lalu berlari ke kamar mandi dan bersiap dengan masa 10 menit

(***)

Kini mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah yang tertutup, hal itu mampu membuatkan Kevnan mengusap wajahnya dengan sedikit kasar.

"Tuhkan, apa gue bilang? yaudah sekarang ikut gue ke belakang." Kata Kevnan yang hanya di berikan anggukan patuh dari Stevan

"Apa ga sebaiknya kita pulang aja ke rumah? lagian ini udah telat loh, daripada dihukum kan?" kata Stevan yang kini beralasan agar tidak disuruh manjat tembok sekolah yang terlalu tinggi itu.

Bukan apa-apa, cuma saja Stevan itu takut akan ketinggian, bagaimana dirinya bisa turun fikirnya. Panjat sih bisa-bisa saja tapi untuk turun?

"Gue ada, lo gausah takut, apa perlu gue telfon Dimas buat ke sini?" Tanya Kevnan membuatkan Stevan menggeleng kepala

"Gila aja kalau Dimas yang ke sini, yang ada gue diomelin lagi sama dia" Batin Stevan lalu memanjat tembok di hadapannya itu.

Sebelumnya sudah ada Kevnan yang menunggunya dari balik tembok, Jadi Kevnan lah yang tadi duluan manjat tembok karna dirinya tahu kalau Stevan takut akan ketinggian.

"Kev gimana ini turunnya astagfirullah, ya Allah tinggi amat!!" Ucap Stevan sedikit kuat menimbulkan beberapa orang osis yang ditugaskan berkeliling berlari kearah mereka

"Mampus!!!" Batin mereka berdua

(***)

"Kenapa kalian telat?" tanya guru bk SMA Cenderawasih

"Maaf bu, ini semua salah saya yang telat bangun" kata Stevan sejujurnya sambil menundukkan kepalanya karena takut akan dimarahi oleh guru didepannya itu.

"Kalian berdua sama-sama salah!! Anak kelas berapa kalian?" Tanyanya lagi membuatkan Stevan mendongakkan kepalanya menatap Kevnan

"Saya kelas 11, dan dia murid baru bu" Kata Kevnan dan diberi anggukan oleh guru tersebut

"Salah tetap salah, kalian saya hukum buat Stevan hafal 10 dari 20 peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Sementara Kevnan, kamu saya hormat bendera sehingga jam pelajaran pertama selesai." Kata guru dan diberikan anggukan saja tanpa protes dari mereka.

Disinilah Stevan saat ini, di perpus sekolah sambil menghafal peraturan-peraturan sekolah yang terlalu panjang itu. Tanpa disadarinya, seseorang telah duduk di depannya sambil menatap tajam ke Stevan

"E'khem, telat?" Tanya lelaki setahun tua dari Stevan

"Eh Dimas?" Tanya Stevan tak lupa menampilkan senyuman manisnya itu

"Abang" kata Dimas menatap tajam ke arah Stevan

"Iya-iya bang Dimas, gimana abang bisa tahu Stevan disini?" Tanya Stevan dengan memiringkn sedikit kepalanya menatap ke arah Dimas dengan tatapan polosnya.

Bukannya menjawab, Dimas hanya menggedikkan bahunya seolah tidak tahu.

"Ni makan dulu, pasti belum sarapan kan?" Kata Dimas sambil memberikan kotak makan yang tadi paginya sempat diberikan mommynya untuk diberikan kepada Stevan.

"Mommy bilang makan sehingga habis kalau tidak dia bakal ngambek sama kamu" Kata Dimas membuatkan Stevan langsung saja makan bekal yang baru saja diberikan Dimas kepadanya

"Bilang makasih sama mommy Erna" kata Stevan sambil menyuap makan nasi goreng itu

"Enggak-enggak sebaiknya kamu saja yang ngomong sendiri ke mommy, entar pulang langsung ke mansion abang, mommy kangen sama kamu katanya" Kata Dimas benar adanya. Keluarga Dimas sudah menganggap Stevan sebagai anak bungsu mereka dan Dimas tentu saja senang akan hal itu.

"Tapi sepulang Stevan dari sekolah, Stevan mau ke café buat kerja bang, lain kali boleh nggak?" Tanya Stevan ragu menatap Dimas

"Entar abang izin ke pemilik café itu biar kamu bisa ikut dengan abang" kata Dimas dan hanya diberi anggukan oleh Stevan.

~Done buat update, vote n comment

~Follow akun ini, nanti di followback

Stevan Devarone AnggaraWhere stories live. Discover now