Bab 8

8.7K 800 10
                                    

Saat ini aku tengah berada di area belakang sekolah. Melamun, tanpa melakukan apapun. Aku merasa kesepian tanpa ponselku, sayang sekali karena aku meninggalkanya di tas.

Aku menghela nafas pasrah tidak dapat melakukan apapun. Hanya dapat diam sambil memandang rumput, menunggu waktu istirahat tiba.

Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki tak jauh dariku. Aku yang terkejut langsung mencari tempat untuk bersembunyi. Terlihat pintu gudang yang terbuka, otomatis aku pun bersembunyi disana. Terdengar olehku suara pertengkaran sesaat setelah aku memasuki gudang.

'Ku pikir guru ternyata bukan. ' karena ternyata mereka bukan guru, kuputuskan untuk mengintip. Aku sedikit terkejut bahwa yang kulihat adalah Rista dan Andra.

'Wah.. Apa yang mereka lakukan? Bukankah ini masih jam pelajaran? '

Dapat terlihat sepertinya Rista tengah marah kepada Andra. Sedangkan Andra terlihat enggan untuk meladeninya.

Sekarang aku ingat, ini merupakan salah satu adegan dalam novel dimana Rista yang tidak terima bahwa Andra memilih membawa Citra untuk pergi ke pesta bersama. Sedangkan Rista yang notabenya adalah tunangan Andra justru diabaikannya.

Bicara soal pesta, aku jadi teringat bahwa dua hari lagi akan diadakan pesta untuk ulang tahun pernikahan orang tua Andra. Keluargaku salah satu tamu yang diundang tentu saja. 'Rasanya aku tidak mau pergi ke pesta itu, tak apa bukan jika aku tidak menghadiri pesta itu? Lagi pula mungkin aku akan diabaikan disana. '

Saat tengah memikirkan pesta terdengar suara yang cukup keras, tentu saja aku terkejut. Saat kuintip, terlihat Rista memegangi pipinya sedangkan Andra telah beranjak pergi meninggalkannya.

'Laki-laki macam apa itu yang menampar wanita, ataukah Rista yang sudah kelewatan. '

Rista menunduk sembari memegangi pipinya. Terdengar suara isak tangis darinya. Melihatnya seperti itu aku menjadi tak tega, aku merasa miris membayangkan kejadian tadi.

Kuputuskan untuk keluar dari persembunyian dan menghampirinya. Masalah diabaikan atau dipandang buruk itu belakangan, anak ini lebih penting.

"Hei, kau tak apa? " Tanyaku sembari memegang bahunya pelan. Dia tetap menangis tanpa memedulikanku.

Dengan pelan kutarik tangan yang memegang pipinya, terlihatlah warna merah kebiruan pada pipi dan sedikit darah di ujung bibirnya. Aku meringis melihatnya, sekencang apa Andra menamparnya hingga seperti ini.

Tanpa pikir panjang kutarik dia menuju UKS. Dia sedikit memberontak tapi maaf saja tenagaku sedikit lebih besar darinya, dan akhirnya diapun pasrah aku bawa ke UKS.

Entah keberuntungan atau apa, selama perjalan ke UKS tidak ada siapapun yang lewat baik guru atau siswa. Bahkan saat kubuka pintu UKS, ruangan terlihat sepi tanpa siapapun.

Kududukan ia disalah satu kursi yang ada. "Diam dan jangan aneh-aneh. " Ucapku yang kemudian menuju kotak obat untuk mengambil kompres dingin serta plester.

Kutempelken kopres dingin itu pada pipinya dan kusuruh dia untuk memegangnya sendiri.
"Pegang itu sampai 15 atau 20 menit, lalu pasang plester ini di lukamu. "

Setelah mengatakan itu, aku lalu menuju salah satu ranjang yang kosong dan membaringkan diriku diatasnya. Lebih baik tidur untuk saat ini, lagi pula jam istirahat masih lama. Dan tak lama kemudian aku pun tertidur.

***

Suara bel membuatku membuka mata. Saat kulihat jam ternyata sudah memasuiki istirahat makan siang. Kulihat kearah kursi, dan tentu saja dia telah pergi. Aku bangun dengan sedikit menguap, lalu kuputuskan untuk kembali ke kelas.

'Seperti biasa, mari abaikan tatapan mereka semua.' batinku sembari berjalan menuju kelas.

Namun tanpa kusadari ada yang menjegalku hingga aku hampir terjatuh. Iya hampir terjatuh, karena saat dia menjegal kaki ku, aku refleks menarik bahunya kencang. Sehingga saat ini dia yang tersukur sedangkan aku menjadikan tubuhnya tumpuan.

Tanpa pikir panjang, aku langsung bangkit dan pergi meninggalkannya sembari tertawa dalam hati. 'Karma instan'

Setelah sampai di kelas, aku menuju bangku ku dan membuka tasku, mengambil jaket entah milik siapa dan menaruhnya diatas mejaku seperti saat aku menemukannya. Dan tentu saja aku juga memberikan sebuah note diatasnya yang bertuliskan :

Terima Kasih :)

Aku kemudian mengambil ponsel serta dompetku dan menuju ke kantin. Saat memasuki kantin, dapat kurasakan suasana kantin yang sedikit berbeda dari kemarin.

Tentu saja tokoh utama pria bersama dengan sang protagonis, tapi yang berbeda saat ini aku sama sekali tidak melihat Rista. Jujur saja aku sedikit khawatir kepadanya, walau mau bagaimana pun kami adalah saudara.

Setelah memesan mie ayam dan es teh, aku mencari tempat duduk. Dan kutemukan meja yang kosong disisi pojok, jadi kuputuskan untuk kesana.

Aku menunggu pesananku sembari memainkan ponsel. Tapi karena terlalu asik bermain game, aku tidak sadar bahwa ada seseorang yang duduk disampingku. Aku yang reflek melihatnya terkejut.

"Kenapa kau disini? " Dia hanya diam saja tanpa menjawab pertanyaanku.

Karena seperti nya ia enggan berbicara denganku, jadi aku mengabaikannya. Hingga akhirnya pesananku tiba.

Kutambahkan kecap, saus, dan dua sendok cabai kedalam mie ayamku lalu sedikit mengaduknya. Membayangkan melahapnya saja sudah membuatku menengguk ludah.

Kulirik Rista disebelahku yang terlihat memerhatikan makananku. Tapi aku mencoba mengabaikannya dengan melahap mie ayamku dan menikmatinya.

Namun saat suapan kedua hendak masuk kemulutku tiba-tiba saja Rista berkata "Mengapa orang rendahan sepertimu menolongku. "

Otomatis aku membatalkan suapanku dan menatapnya, jujur saja perkataannya itu benar-benar menyinggungku. Aku bukan manusia rendahan atau apapun itu, aku masih memiliki martabat sebagai seorang manusia.

Rasa khawatir padanya yang tadi sempat kurasakan, tiba-tiba saja hilang tergantikan dengan rasa kesal.

"Jika kau hanya ingin menghinaku lebih baik pergi dari sini." Ucapku kemudian melanjutkan kembali makanku.

Entah apa yang ada dipikiran anak itu, tapi dia sama sekali tidak pergi hingga aku selesai makan. Dan dia hanya diam saja duduk tanpa melakukan apapun.

Aku menghela nafas kemudian beranjak dari tempat itu, lagi pula tidak ada hal yang ingin dibicarakan dan bel masuk sebentar lagi juga akan berdering. Sebenarnya aku sedikit tidak tega meninggalkannya sendiri, tapi mau bagaimana lagi, kini aku tengah kesal padanya.

.

.

.

Bersambung...

WHATEVERWhere stories live. Discover now