Colors in The Sky | Park Jisu...

Від Tenderlova

680K 139K 44.9K

[SUDAH TERBIT] TRILOGI BAGIAN 3 Coloring is a matter of being sure or not sure. While drawing is a matter of... Більше

1# Cyan
2# LightCyan
3# PaleTurquoise
4# Aquamarine
5# Turquoise
6# MediumTurquoise
7# DarkTurquoise
8# CadetBlue
9# SteelBlue
10# LightSteelBlue
11# PowderBlue
12# LightBlue
13# SkyBlue
14# LightSkyBlue
15# DeepSkyBlue
16# DodglerBlue
17# CornflowerBlue
18# White
19# Cornsilk
20# BlanchedAlmond
21# NavajoWhite
23# Linen
24# GainsBoro
25# DimGray [FINAL]
Pengumuman Pre-Order [Ralat]

22# BrightPink

21.3K 5.1K 5.9K
Від Tenderlova

Hehe belom ada 2k sih, tapi aku ingin mengapresiasi beberapa orang yang sampai rela buka tutup work ini supaya viewersnya nambah wkwkwk terima kasih banyak antusiasmenya. Tapi nggak gitu juga konsepnya atuh barudaaaak🤣🤣

So here, happy reading!

***

Ternyata setelah malam dimana Nedia meminta Setiaji untuk menjauh, laki-laki itu betulan menghilang dari hidupnya. Bahkan dia yang biasanya apel di malam minggu, tiba-tiba tidak pernah datang. Pernah suatu hari Nedia bertanya pada Serena mengenai hubungannya dengan Setiaji, dan gadis itu menjawab bahwa semuanya berjalan dengan baik. Bahkan yang jauh lebih mengejutkan, di jari manis tangan kiri Serena telah melingar sebuah cincin bertahta batu permata. Warnanya perak sederhana. Sebuah cincin dengan nama mereka berdua. Dan ternyata benar, mereka memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius dari ini. Lusa, mereka akan menggelar pesta pertunangan.

Hanya dengan begitu saja, Nedia merasa seperti disambar petir di siang bolong.

Tapi setelah Setiaji menghilang dari hidupnya, ada banyak sekali hal-hal aneh yang beruntun datang. Mulai dari kepala sekolah yang tiba-tiba saja mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Lalu tak lama, menyusul ketua yayasan yang tiba-tiba dikabarkan terseret kasus korupsi dan pungli besar-besaran di dalam sekolah. Dan seolah-olah belum usai, Claudia, Bianca dan Noren menghilang. Tidak ada yang tahu pasti kemana sekelompok anak tenar itu pergi. Tapi kabarnya, mereka pindah ke luar negeri. Entah dimana, karena yang jelas Nedia malas peduli.

Terakhir, yang sampai sekarang membuatnya masih tak habis pikir, ia kembali dekat dengan Demian. Bahkan sesekali, mereka akan menghabiskan sabtu sore bersama Angel dan juga Bagas (Nedia akhirnya tahu bahwa anak ini kelakuannya aneh sekali). Nedia tidak begitu ingat tentang apa yang membuat mereka tiba-tiba saja menjadi teman baik. Yang pasti, Nedia berterima kasih pada semesta yang perlahan-lahan membiarkannya bernapas dengan lega.

Berbulan-bulan setelahnya, keadaan perlahan-lahan membaik. Mungkin terkadang Mama masih sama menyebalkannya, tapi untuk satu waktu, Nedia paham karakter seseorang tidak bisa dengan mudah diubah hanya karena kita menginginkannya.

Ketika keadaan mulai membaik, anehnya Nedia masih mencari-cari sesuatu yang bahkan tidak ia sadari dengan benar apa yang hilang. Dia hanya merasa semuanya memang harusnya seperti ini atau terkadang dia merasa, tidak, tidak seharusnya seperti ini. Akhirnya, dia kebingungan dengan pikirannya sendiri.

"Ned!!!" belum benar-benar selesai Nedia memikirkannya, gadis itu bahkan sudah berlari menghampirinya.

Seperti hari-hari biasanya, Angel selalu terlihat menarik dengan segala warna merah muda yang ada di sekujur tubuhnya. Harusnya penampilan itu kelihatan aneh, tapi di tubuh Angel, segalanya terlihat cocok.

"Demian mau traktir sushi tuh, sekalian kita nonton." kata Angel, sambil menggandeng lengannya seakan-akan tidak pernah ada hubungan buruk di antara mereka.

"Sekarang?"

"Iya lah, masa besok. Kelamaan!" kemudian Angel menoleh ke belakang, hanya untuk menemukan Bagas dan Demian meledekinya dari kejauhan. "Tuh, mukanya emang minta dipalak banget. Gimana?"

"Nggak bisa deh kayaknya."

"Dih, kok gitu? Nggak asik banget lo!"

"Lo lihat nih." Nedia meringis sambil memperlihatkan isi ruang chatnya dengan papa. Terbaca jelas di sana bahwa Papa menginginkannya untuk datang ke kantor sebentar sebelum pulang. "Tugas negara."

Tanpa peduli bagaimana Angel memanyunkan bibirnya, Nedia berlalu dengan lambaian tangan. "Besok deh ya, gue yang traktir!!" katanya, benar-benar serius kalau dia akan mangkir dari acara nongkrong hari ini.

"Pak Ali, mampir ke kantor papa dulu ya."

"Tumben, Non."

"Tau nih, disuruh kesana. Mau dikasih warisan kali." Nedia terkekeh, hingga akhirnya Pak Ali juga menertawakan leluconnya.

"Nanti bagi-bagi sama Pak Ali ya, Non?"

"Beres lah." keduanya tertawa lagi.

○○○●●●》♡♡♡《●●●○○○

Di saat langit berubah sedikit keunguan, Setiaji memberhentikan mobilnya di pelantaran kantor Serena. Tidak ada yang berubah, setelannya masih serba hitam yang kata sebagian orang--Setiaji tidak pernah ganti baju.

Ia berjalan santai melewati meja resepsionis, melenggang ke arah lift dan masuk dengan cepat karena ketika dia datang, seseorang baru saja turun. Setiaji tidak pernah tahu, bahwa setelah ia benar-benar menutup pintu lift dan alat itu membawanya naik ke lantai 12, Nedia datang.

Di sebuah sore setelah 5 bulan lamanya, keduanya masih tidak bertemu. Mereka masih berjalan di jalan yang berbeda.

Kalau boleh Setiaji berkata jujur, tidak ada yang menarik di setiap pertemuannya dengan Serena. Awalnya, ia merasa kesenangan karena akhirnya ia tahu mengenai beberapa hal yang memang sengaja ingin ia cari tahu. Tapi lama-kelamaan, setelah ia tahu lebih jauh, ia kelelahan.

Seperti saat ini misalnya, dia bahkan tidak tahu kenapa dia tiba-tiba datang ke kantor gadis itu. Membawakan sekotak tiramisu kesukaannya dan secangkir kopi less sugar yang biasa Serena pesan. Kalau kata Ecan, Setiaji adalah laki-laki romantis paling tai yang pernah dia temui. Lebih tai dari Raja dan Jeno katanya.

"Satria?"

Laki-laki itu terjingkat bahkan sebelum ia mengetuk pintu ruangan Serena. Secara tiba-tiba, dia justru menemukan Serena kembali entah dari mana. Masih sama seperti biasanya, gadis itu cantik. Hari ini, dia mengenakan setelan blus warna biru muda dengan rok span berwarna lebih gelap dari warna atasannya. Rambut hitamnya dikuncir jadi satu. Sambil membawa sebuah amplop coklat, yang entah apa isinya.

"Seharusnya kan saya yang ngagetin kamu, kenapa tiba-tiba jadi kamu yang ngagetin saya?" laki-laki itu merengut, tapi Serena justru tergelak.

Dengan semena-mena, gadis itu malah merengkuh lengannya begitu manja. Menghujaninya dengan tatapan penuh puja yang belum pernah ia temukan di mata gadis manapun. Melihat Serena saat ini, Aji hanya tersenyum tipis. Laki-laki itu menyempatkan diri untuk mengusap kepala Serena dengan lembut.

"Kapan selesai?"

"Habis ini, sebentar lagi. Tunggu ya." kata Serena. Ia memamerkan senyum lebar sebelum akhirnya ia membuka pintu.

Mungkin beginilah cara takdir bekerja. Bahkan setelah Aji menutup pintu, laki-laki itu tidak pernah tahu bahwa Nedia berada di lantai yang sama dengannya.

Ruangan tempat Serena cukup luas, bahkan lebih luas dari ruangan yang Aji punya di kantornya. Aji paham dengan betul, bagaimana orang-orang kaya seperti Serena menggunakan uangnya.

Mengabaikan Serena yang mulai berbenah-benah, Aji duduk di tepi meja. Memandangi lampu-lampu gedung yang mulai menyala dari luar jendela. Seumpama bintang yang tumpah, kota Jakarta nampak kemerlip dari atas ketinggian. Di saat itulah dia sadar, sudah cukup baginya berpura-pura.

"Ayo."

Serena mengulurkan tangan, bermaksud untuk mengajaknya pulang. Tapi alih-alih menyambutnya untuk kemudian pergi, Aji justru membawa gadis itu ke hadapannya.

Gadis itu tidak berkata apa-apa saat sepasang lengan Setiaji melingkar dengan sempurna di pinggangnya. Mata laki-laki itu kelihatan menenangkan. Seakan-akan ada sihir tertentu yang membuat Serena seketika takluk di hadapannya.

"Kenapa?" tanyanya. Mungkin dia sedikit kebingungan saat tiba-tiba saja Setiaji terdiam cukup lama.

Tapi alih-alih mendapat jawaban, Serena justru dikejutkan laki-laki itu tiba-tiba mengecup bibirnya. Efeknya terlalu dahsyat sampai-sampai Serena tidak sadar seindah apa warna langit di luar ruangannya. Berbulan-bulan bersama Satria--karena dia terbiasa memanggilnya begitu--baru kali ini Serena mendapat kejutan yang seperti ini.

Perutnya tiba-tiba digerayangi sesuatu yang menggelikan. Sekujur tubuhnya panas dan dia berubah lumpuh.

Seakan-akan belum usai kejutan yang ia dapat, Aji menarik tubuhnya lebih dalam, lebih erat daripada sebelumnya. Yang terjadi setelahnya adalah, Serena merasakan tubuhnya benar-benar meremang saat Setiaji mulai melumat bibirnya dalam sebuah decapan lembut. Seperti aliran sungai yang deras, Serena hanyut dalam setiap buaian. Ia memejamkan mata, menikmati bagaimana lidah keduanya bertukar dalam ritme yang sama.

Sementara Setiaji justru menatap bayangan mereka dari kaca jendela dengan pandangan sarat akan luka. Sebelah tangannya meraih flashdisk hitam tidak jauh dari tempatnya duduk. Ia kemudian menyimpannya ke dalam saku celana tanpa berkata apa-pa. Yang terdengar begitu jelas di sana hanya suara bibir-bibir mereka yang beradu semakin dalam.

Sampai akhirnya keduanya terengah-engah. Serena sampai kesulitan menetralkan detak jantungnya sendiri. Sementara Setiaji, laki-laki itu geming. Dulu, dia pernah mendengar seseorang berkata padanya seperti ini, "Untuk menghancurkan sebuah gelas menjadi kepingan paling kecil, lemparkan dia setinggi-tingginya. Biarkan dia melambung menembus udara dan biarkan gaya gravitasi menariknya kembali ke tanah hingga hancur berkeping-keping. Semakin tinggi kamu melemparnya, semakin besar kesempatan gelas itu untuk hancur."

Setelah Setiaji mengingat-ingat, ternyata dia dia mempelajari hal itu dari Pamela. Mungkin di titik ini, dia sama jahatnya dengan gadis itu. Tapi jelas dia tidak akan melangkah sembarangan. Dia memikirkan semuanya mulai dari awal sampai dengan bagaimana dia akan mengakhirinya nanti.

Ketika langit di luar jendela sepenuhnya berwarna biru, Aji mencumbu Serena sekali lagi. Kali ini ia membawa permainan semakin liar di atas meja. Di bawah tubuhnya, Serena sepenuhnya dimabuk kepayang. Dia bahkan membiarkan tangan gadis itu membuka kancing bagian atas kemejanya dengan semena-mena.

Dalam hal semacam ini, Aji bukanlah pemain ulung, tapi bukan berarti dia sepenuhnya buta. Pada titik paling panas, ia merajai setiap inci leher jenjang Serena. Tanpa tergesa-gesa, begitu intim dan memabukkan. Kemudian di antara lenguhan Serena yang lembut di telinganya, Setiaji berbisik,

"Sejauh mana kamu terlibat dalam kematian Abraham?" seutas senyum berbahaya lantas terbit di bibirnya.

Dan mendengar bagaimana nama itu disebut, Serena terhenyak. Ia seperti baru saja tenggelam dalam sebuah mimpi indah, namun terbangun hanya untuk mengetahui bahwa ada seorang rampok yang mengusup rumahnya. Serena ingin bangkit, tapi Setiaji menahan tubuhnya. Laki-laki bermata tajam itu mengenggam tangannya dengan seringaian di bibir.

"Apa yang diketahui orang itu sampai-sampai kamu bertindak sejauh ini, hm?"

"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa."

"Kalau gitu biar saya buat kamu mengerti. 3 tahun yang lalu, Abraham Jatmika ditemukan tewas di dalam mobilnya di ruas jalan tol Cipularang. Di saat orang-orang percaya bahwa itu kecelakaan, saya akan jadi satu-satunya orang yang berani bilang kalau itu bukanlah kecelakaan. 6 bulan setelah itu, Risa menikah dengan Handoko. Menurut kamu, itu masuk akal? Dan seolah-olah menghancurkan keluarga itu belum cukup, kamu hancurkan anak mereka satu-satunya."

"Satria!"

"Ssstt.. dengerin dulu. Saya belum kasih tahu kamu sejauh mana saya tahu. Bahkan sejak awal saya tahu bahwa kamu dan Handoko adalah dalang di balik semua ini. Kamu mengancam Demian untuk menghancurkan sahabatnya sendiri, kamu menyuruh anak-anak perempuan itu untuk melukai teman-teman mereka. Saya juga tahu, kamu berniat menghancurkan Nedia dengan sebuah rumor kalau dia perempuan nggak bener. Tapi kayaknya, kamu lebih tertarik bermain langsung dengan saya--karena kamu tahu cepat atau lambat kita pasti akan ketemu. Itu kan alasan kamu memutuskan untuk nggak menyebar foto-foto itu?"

Kalau tadi Serena lupa caranya bernapas karena dia terlalu bahagia, kali ini dia lupa caranya bernapas karena dia berada di sudut jurang yang mampu membuatnya jatuh kapan saja.

"Kamu tahu apa yang Nedia bilang sama saya sebelum saya berhenti datang ke sekolah dia? Dia senang karena kakak dia yang baik ini, bakalan berakhir menikah dengan saya." tepat di depan wajah Serena, Setiaji tergelak. "Kakak yang baik apanya? Dia bahkan nggak tahu bahwa orang yang sudah menghancurkan hidup dia adalah seseorang yang ia segani selama ini."

Tak berapa lama, samar-samar Setiaji mendengar suara langkah kaki dari kejauhan. Ia lantas tersenyum semakin terang. Untuk semakin mendramatisir keadaan, ia menyentuh pipi Serena yang merona.

"Saya tahu kamu sama sekali nggak pernah tertarik saya. Kamu menerima perjodohan ini, semata-mata karena kamu tahu bahwa Nedia suka sama saya. Saya nggak tahu kenapa kamu terobsesi sekali menghancurkan anak itu." kata Setiaji. Laki-laki berkata provokatif sembari membuka bagian atas kancing kemeja Serena.

Dia sengaja. Karena katanya, sebuah api harus disiram bensin supaya dia bisa dengan cepat berkobar.

"Mau kamu apa sebenernya?"

Seketika Aji tertawa. "Saya kasih kamu dan Handoko waktu 2 hari dimulai hari ini untuk mengakui semuanya. Kematian Abraham, hal-hal picik yang pernah kamu lakukan ke anak-anak itu, dan semua kegiatan pasar gelap di perairan Batam yang kamu lakukan. Artinya, besok adalah kesempatan terakhir kamu. Kalau kamu menuruti itu, saya anggap semuanya selesai. Tapi kalau kamu mengabaikan ini, saya pastikan kamu menyesal seumur hidup kamu."

"Jadi bener? Kamu suka sama Nedia?"

Saat itu, Aji menggeleng. Laki-laki berwajah pucat khas Asia Timur itu lantas menenggelamkan wajahnya di antara leher Serena yang wangi dengan gelak tawa yang menyeramkan. "Saya mencintai dia." katanya.

Di saat yang sama, Setiaji mendengar suara langkah kaki itu berhenti. Kemudian tak lama, Nedia muncul dari balik pintu, menatap keduanya dalam keterdiaman panjang. Aji tahu bagaimana gadis itu berdiri seperti patung hidup di depan pintu. Tapi alih-alih bangkit, ia justru memberikan sebuah adegan panas yang mungkin tidak pernah Nedia bayangkan sebelumnya.

"M-maaf.."

Suara lirih itu akhirnya membuat Setiaji berhenti. Suara yang sudah lama sekali tidak ia dengar dan akhirnya ia dengar lagi dalam keadaan yang tidak tepat. Tapi dia tahu, dia tidak mungkin berhenti di saat dia sudah mulai melihat akhir dari permainannya sendiri.

Serena bangkit dengan cepat. Ia menoleh pada Nedia yang menatapnya dengan begitu sendu. Harusnya ini adalah alasan yang tepat untuknya tertawa begitu keras. Karena untuk kesekian kalinya, ia berhasil membuat Nedia kembali patah hati. Tapi tiba-tiba saja keadaan berubah menyerangnya.

Sementara Nedia, dia sudah cukup dewasa untuk tahu apa yang dilakukan oleh dua orang dewasa di hadapannya. Dengan kancing yang sama-sama terbuka dan bercak-bercak warna merah keunguan di leher Serena sudah cukup memperjelas keadaan.

"A-aku cuma..." Nedia tahu dia salah telah datang di saat yang tidak tepat. Tapi belum sempat dia meminta maaf dengan layak, dia melihat Setiaji terkekeh.

"Saya pulang aja kalau gitu." kata Setiaji. Laki-laki itu bahkan menyempatkan diri untuk menautkan kancing-kancing Serena yang semula dengan sengaja ia lepaskan. "Sampai ketemu besok. Jangan lupa, saya juga punya kejutan buat kamu."

Nedia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana Setiaji mengusap kepala Serena, lalu mengecup keningnya begitu dalam. Sampai kemudian laki-laki itu berjalan ke arah pintu, Nedia tersadar bahwa ini adalah kali pertama mereka bertemu sejak ia meminta laki-laki itu untuk menjauh.

Menemukannya lagi setelah sekian lama, membuat Nedia merasa begitu sesak. Apalagi saat Setiaji berjalan ke arahnya sembari mengancingkan kemejanya dengan tatapan yang tajam, Nedia kembali dibuat lumpuh.

"Saya pikir kamu punya sopan santun untuk mengetuk pintu lebih dulu." kata laki-laki itu. Tanpa sudi menoleh dan melewatinya begitu saja.

Sementara di luar, Setiaji mulai berjalan semakin jauh. Setelah sekian lama, ia menyentuh sebelah dadanya lagi. Dan rasa itu, masih sama kuatnya sejak pertama kali ia tumbuh di dalam sana.

Saya sudah menukar banyak hal untuk ini. Dan saya tidak akan pernah menyesal bagaimana saya berjalan begitu jauh hingga saya melepaskan satu per satu milik saya. Karena saya yakin, tidak ada hadiah paling layak untuk dia selain sebuah kebebasan. Meskipun akhirnya saya tahu, ketika dia benar-benar bersinar suatu hari nanti, saya sudah terlanjur pergi begitu jauh.
















Menuju warna selanjutnya...

Guys, kayaknya (kalau memang dilancarkan) work ini akan terbit bulan januari, mungkin awal atau nggak pertengahan bulan. Waktu aku bilang harganya 200k, aku belum tahu ya. Itu baru perkiraan aja, mungkin bisa lebih sedikit--tergantung hasil tinjauannya nanti.

Kenapa mahal? Karena bukunya akan ada tiga:

1. Kaleidoskop: The Wounded Soul
2. Kaleidoskop: After the Rain
3. Crayola's Tale
4. Printilannya banyak

Ini buat kalian yang beneran mau beli ya. Kalau nggak beneran mau beli nanti nggak perlu ikutan waitinglist. Soalnya ini aja udah banyak banget yang bilang mau ikut. Kan kasian kalau kalian penuhin slotnya tapi ujung-ujungnya dicancel. Btw, waitinglistnya aku buka mulai bulan desember ya, 50 slot.

Apa versi wattpad dengan buku beda? beda dong, biar nggak rugi-rugi amat beli bukunya🤭🤭

Jadi kalau mau nabung, bisa ditarget sekitaran nominal itu. Nggak beli juga gapapa, aku nggak maksa.

Infonya akan aku kasih tahu lagi nanti kalau udah fix. Oke, gurls😘😘

Продовжити читання

Вам також сподобається

bersorai Від mel

Короткі історії

32.4K 4K 10
ʀ ᴇ ɴ ᴊ ᴜ ɴ 「 tiga purnama sebelumnya adalah persinggahan, pada bulan mei mereka berso...
2.3K 464 21
"Sebenarnya... Aku ingin dia pergi atau kembali?" -Biru Jenggala Pict cover search on Pinterest imyourtasya | Promise the Stars start: 27/12/2022 en...
Narasi, 2021✔ Від HIATUS

Романтика

3.7M 661K 31
[SUDAH TERBIT] BAGIAN KEDUA TULISAN SASTRA Bulan juni datang lagi. Padahal sisa-sisa juni tahun lalu belum sepenuhnya selesai. Beberapa sedih dan ses...
177K 8.7K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...