A I R E L L

By nur4eniii

1.3K 443 72

┊┊┊┊ ➶ ❁۪ 。˚ ✧ ┊┊┊✧ ⁺ ⁺  ° ┊┊❁ཻུ۪۪♡ ͎. 。˚   °     ┊┊. _🔔Ding Dong_ ┊ ➶ 。˚   ° *. * · ┊͙✧˖*°࿐ Gavin Verogabi... More

1 || 3A & ARGAS
2 || Pertunangan?
3 || Sepeda
4 || UKS
5 || First Kiss
6 || Pesawat Kertas
7 || Ina?
8 || Soto Ayam
9 || Anniversary Sekolah
10 || Rewaite The Stars
11 || Notifikasi
12 || Tetangga Sebelah
13 || Prince & Princess
14 || Teror Pertama
15 || Khawatir
16 || Foto Masa Kecil
17 || Bolos
18 || Gantungan Pororo
19 || Sedang Dekat
20 || Pengakuan Gavin
21 || Melupakan Mu
22 || Batal?
24 || Terkuak

23 || Bukan Dirinya

17 6 0
By nur4eniii

[jangan lupa VOTMENT!]
.

Ezra menepuk pundak putranya seolah olah ia bangga dengan anaknya. Amarah tak lagi menguasai hasratnya. Bibirnya tak berucap umpatan seperti biasanya melainkan seulas senyuman.  Gavin bersumpah bahwa senyum itu adalah senyuman yang paling tulus yang ia lihat setelah kepergian mamanya.

"Buat Airell semakin jatuh cinta kepada mu!" pinta Ezra, bibirnya kali ini menyeringai menampilkan gigi putih yang bersinar diantara ruangan yang redup.

Entah Gavin harus senang atau tidak saat papanya mengucapkan itu, namun jelas sekali bahwa papanya berharap lebih pada dirinya untuk melangsungkan niat jahatnya.

"Bagaimana?" tanya Ezra. Airell dapat melihat sebagaimana berharap Ezra padanya, begitu keji jika mengucapkan tidak, tetapi begitu menyiksa jika ia harus berkata iya.

Airell menyesap bibirnya sendiri, bimbang menguasai nya. Airell tidak pernah suka jika dirinya harus ditempatkan di kedua pilihan bagai tumpuan timbangan. Ia jelas tidak mau mengecewakan orang lain tetapi ia juga tidak mau dirinya semakin tersakiti.

Sebagian besar dari hati yang rapuh menginginkan Gavin namun ia tahu itu salah. Tetapi ia rasa ini bukan dirinya, menyerah pada sebuah takdir yang entah kemana alurnya, itu bukan ciri khasnya. Bukankah sejak awal Airell bertekad ingin mendapatkan Gavin apapun caranya? maka sangat payah jika ia harus berhenti di tengah jalan dan membiarkan takdir berjalan sesuai rencana.

Janji yang ia sudah tulis dalam buku diarynya mungkin akan ia ingkari kali ini, hati kecilnya masih menginginkan Gavin, walau ia sudah berjanji untuk melupakannya.

"Saya..." Airell diam sejenak, mencoba mengumpulkan tenaga untuk mengucapkannya, "Saya tidak berniat membatalkan pertunangannya," sambung Airell. Airell sangat yakin jika Gavin akan menganggap dirinya begitu tidak tahu diri. Tapi terserah apa yang akan Gavin pikirkan tentangnya, toh pertunangan ini sudah direncanakan sebelum Gavin menyatakan cinta pada Zevania, itu berarti yang salah bukanlah dirinya.

Regar tampak terkejut atas apa yang baru saja Airell katakan, kalimat yang menghasilkan sebuah keputusan yang entah benar atau salah. "Kau yakin?" Regar masih ragu dengan apa yang putrinya katakan.

"Sangat yakin," jawab Airell lantang seolah ia tidak ragu dengan pilihannya.

Ambisi Airell bukanlah sebuah janji kosong yang biasanya diucapkan pemuda sembrono di club club malam. Kadang kala Gavin tersenyum kecil saat mengingat kata terakhir yang Airell ucapkan dalam keputusannya.

⬛⬜⬛

Kabut masih mengembang di udara, suhu dingin mengiringinya. Pagi pagi sekali pemuda dengan hoodie tebal yang melindunginya kulitnya dari terpaan angin berjalan menyusuri koridor seorang diri.

Dion kali ini datang ke sekolah lebih pagi dari sebelumnya, ini semua akibat dari kakaknya yang menjahilinya. Ia mendengus saat mengingatnya, mengingat bagaimana wajah lusuh khas bangun tidur dengan aliran sungai kecil yang muncul disudut bibirnya.

Jika saja kakaknya tidak membangunkannya dengan alibi bahwa jam sudah menunjukkan pukul sembilan agar ia bangun lebih awal, mungkin saja ia saat ini akan berada disekolah bersamaan dengan datangnya teman teman.

Kursi panjang terbuat dari besi yang di satukan dalam rangka yang padu kemudian dicat dengan warna putih dan di simpan sepanjang jalan koridor agar anak anak dapat bersantai sebelum pelajaran berlangsung.

Dion mengambil posisi duduk, tangannya di tautkan dan disimpan diatas pahanya sembari mengamati beberapa siswa-siswi rajin yang berlalu-lalang sembari membawa beberapa buku atau sebuah jinjingan yang disi oleh sesuatu yang penting.

Tidak lama ia menyadari bahwa tali sepatu kirinya terlepas dan terpisah dari sebelumnya menyatu membentuk simbol pita. Dion segera membungkuk untuk memperbaiki tali sepatunya.

Di samping itu, Aletha berjalan menyusuri koridor dengan pandangan  fokus pada benda pipih di tangannya. Aletha memang sengaja datang pagi sekali karena hari ini ia diberi tugas oleh pembina ekskul untuk memeriksa ruang latihan.

Aletha terus berjalan tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, hingga....

Brugh...

Suara ponsel terjatuh, membenturkan benda pipih ber case hitam putih itu pada keramik sekolah.

Sebuah kaki menyandung kaki Aletha hingga membuat Aletha kehilangan keseimbangan dan menyadarkan dirinya pada dunia.

"AAAA!" teriak Aletha saat tubuhnya hampir saja tersungkur dan menyusul nasib naas ponselnya, namun seketika seseorang telah menahan tubuhnya.

Pupil Aletha membesar, mungkin bisa lebih besar dari ukuran tatakan cangkir. Degup jantungnya naik saat tubuhnya menabrak dada bidang Dion yang dilapis beberapa lembar kain.

Mata hazel Dion mengangkap netra hitam Aletha. Posisi mereka bisa dikatakan terlalu intim untuk sebuah kejadian  tersandung saja. Aletha segera mengambil posisi seharusnya setelah ia sadar akan apa yang baru saja terjadi.

Dion menelan salivanya susah kala suasana cangung mengelilinginya. Matanya mengerjap membuang kejadian itu jauh jauh.

Saat Aletha melihat posisi ponselnya yang begitu naas tergeletak di lantai ia segera mengambilnya. Aletha dengan cepat memeriksa keadaan ponselnya berharap tidak terjadi sesuatu yang parah. Ia menghela nafas lega saat benda pipih itu dalam keadaan baik baik saja.

Dion hanya mengamati apa yang sedang Aletha lakukan sembari merapikan rambut jambulnya kebelakang.

Aletha langsung mendongkak, matanya tak lagi memancarkan kaget melainkan sebuah amarah. "Elo ya, gara gara lo gua hampir jatoh!"

Dion ikut membola, di sini ia lah yang dirugikan bukan Aletha namun mengapa Aletha yang marah. "Kok lo yang marah si? harusnya gua yang marah, karena lo, gua harus relain dada gua gak suci lagi cuma buat nahan badan lo biar gak jatoh. Harusnya lo makasih sama gua bukan marah marah!" Dion membela diri.

"Dan gua gak minta lo buat nolongin gua!" tindas Aletha.

"Dan seharusnya lo jalan itu pake mata." timpal Dion.

Aletha mendengus kasar, jika Fikri menyebalkan ternyata Dion lebih menyebalkan, Dion ini adalah jenis laki laki yang tidak pernah mau mengalah. "Helooo dimana mana jalan tuh pake kaki bukan pake mata."

Suara Aletha benar benar terdengar begitu meledek, Dion sangat yakin bahwa Aletha sedang tertawa diam diam. "Ya kali jalan gak pake mata gimana liatnya?" timpal Dion tak mau kalah.

"Oh ya?" Aletha menarik salah satu suduh bibirnya, seolah ia telah memiliki balasan agar Dion tak lagi membalas apa yang ia ucapkan. "Orang buta gak bisa liat tapi masih bisa jalan kok." Aletha menaik turunkan alisnya begitu terasa dirinya menang, salah satu sudut bibirnya naik . Setelahnya ia segera pergi sebelum Dion menimpali ucapannya.

⬛⬜⬛

Airell menarik sudut bibirnya saat ia menemukan Gavin, walaupun sebuah pemandangan menjijikan ada di sebelah Gavin itu tak menjadi alasannya untuk menurunkan senyum dan menghilangkan semangatnya yang baru saja ia bangun kembali.

Langkahnya di percepat untuk menyusul Gavin, kemudian menyelip diantara dua orang yang siswa lain anggap adalah sepasang kekasih.

Gavin dan Zevania kaget saat jarak yang mereka buat, lebih tepatnya yang Zevania buat sendiri dipisahkan oleh seseorang bagai sekat yang memisahkan dua ruangan.

"Hai Gavin," sapa Airell dengan senyum menawannya.

Manik elang Gavin menatap Airell. Dalam hati ia tersenyum kecil saat mendapati bibir pink Airell melengkung  setelah beberapa hari hilang. Kadang kala Gavin lebih senang saat Airell menganggunya daripada harus melukai hatinya.

"Kamu udah sarapan?" Airell melirik sekilas pada Zevania, mengintip mimik wajah Zevania yang kesal. Kali ini ia tidak akan biarkan dirinya kalah. Ia akan terus menang karena ia memang berhak mendapatkannya.

"E....aaa." Gavin menggaruk kepalanya. Untuk pertanyaan mudah saja kali ini sulit baginya untuk menjawab, pasalnya sorot mata Zevania begitu kentara seolah dua bilah pisau yang siap meluncur dan melukai apapun.

"Dia pacar gua," ujar Zevania tiba tiba.

Airell tekekeh pelan seolah telah mendengar lelucon. Airell menoleh pada Zevania yang sudah terlihat kesal. Airell suka melihatnya kesal karena ia bisa membalas apa yang kemarin ia rasakan. "Gua tau," balas Airell singkat.

"Itu artinya lo itu orang ketiga dalam hubungan kita," ucap Zevania tanpa beban.

Hati Airell seperti dikelitiki, rasanya ia ingin tertawa keras. "Yang orang ketiga itu elo."

Zevania terlihat bingung atas apa yang baru saja Airell katakan. Airell yakin bahwa Gavin tahu apa yang dimaksud oleh dirinya hanya saja Gavin lebih memilih diam.

"Maksud lo?" Wajah Zevania semakin memerah, menahan amarah.

Airell mendekat pada salah satu sisi telinga Zevania, seringai nya muncul. "Karena gua calon tunangannya Gavin," bisik Airell.

Zevania membola mendengar apa yang baru saja Airell bisikan, walaupun pelan efeknya begitu mendalam. Tangan disisi tubuhnya spontan mengepal.

Gavin tidak mendengar apa yang di ucapkan Airell tapi Gavin tau apa yang Airell katakan. Ini bisa menjadi bahaya bagi Airell sendiri, Airell tidak tahu bahwa hasilnya akan menjadi senjata makan tuan.

Apapun yang akan terjadi, Gavin harus bisa mencegahnya terjadi.

⬛⬜⬛

Seperti selebgram pada umumnya. Ponsel adalah hal yang wajib dibawa kemana mana, dan tentunya dengan data internet yang selalu full untuk menunjang seseorang dalam dunia maya.

Kini Alana duduk santai diatas kursi kelasnya sembari membuka Instagram. Banyak sekali tawaran endors yang memenuhi notifikasi Instagramnya, termasuk orang orang yang men-tag dirinya pada sesuatu yang bersangkutan dengan dirinya. Alana hanya men-scroll tanpa berniat membalas, kali ini tujuannya membuka Instagram adalah hanya untuk mencuci matanya agar tak jenuh melihat deretan tulisan yang memegalkan mata.

Direfreshnya beranda Instagramnya hingga menampilkan foto foto baru yang muncul dilayar ponselnya yang dibingkai oleh case kuning cerah.

Sebuah foto yang menunjukkan sepasang anak SMA tengah berdiri dan hormat menghadap tiang bendera yang sama. Gadis dengan rambut yang sengaja di curly hingga menghasilkan gelombang gelombang yang indah dibawahnya sibuk memegangi payung hijau muda.

"Kaya kenal," serusnya kecil.

Alana langsung mengalihkan pandangannya pada caption yang tertulis di postingan tersebut

1.083 Likes

Viralwithharapanbangsa Romantis banget Airell sama Gavin panas panasan sambil hormat tiang bendera😗

View all 1756 comments

Winda09_ bukannya Gavin sama Zevania ya?

"WHAT!"

Teriak Alana tiba tiba hingga membuat Aletha yang sedang menulis menjadi tersentak dan membuat tulisan di dalam buku tersebut tergores dan membentuk huruf yang tidak semestinya begitu.

"APAANSI LO?"

Alana tidak membalas. Ia masih kaget dengan apa yang baru saja dilihatnya. Alana mencoba kembali menatap foto itu, memeriksa bahwa itu benar benar Airell.

"Kenapa si?" tanya Aletha lebih lembut dari sebelumnya saat ia bingung dengan apa yang terjadi pada sahabatnya.

Alana lagi-lagi tak menjawab, karena geram Aletha langsung mengintip apa yang baru di lihat Alana pada layar ponselnya namun cahaya pada ponsel Aletha terlalu redup sehingga ia tidak bisa melihatnya dengan jelas.

"Itu Airell?" tebak Aletha asal.

Alana langsung mengalihkan fokusnya pada Aletha, ia mengangguk bertanda 'iya'.

Aletha dapat melihat raut wajah berbeda sahabatnya. Alana yang dikenal ceria tiba tiba menampilkan wajah cemasnya, ia yakin betul ada sesuatu yang terjadi.

"Ada apaan lagi si?" tanya Aletha lagi dengan nada tak sabar.

"Airell sama Gavin," balas Alana.

"Kenapa lagi sama mereka? Gavin pukul Airell lagi?"

Alana menggeleng lemah. "Airell sama Gavin jadi bahan pembicaraan satu sekolah."

"Yaelah." Aletha menghela napas seolah ia sudah tau apa yang sudah terjadi. "Masalah yang kemarin Gavin nampar Airell kan emang udah trending di sekolah ini."

"Bukan. Bukan itu!" sergah Alana. "Gavin kayanya di hukum suruh hormat tiang bendera dan," Alana menjeda ucapannya sebentar, "dan Airell payungin dia," jelas Alana.

"HAH?" Kini giliran Aletha yang kaget. Siapa yang tidak kaget jika Airell yang menjadi korban pukulan Gavin, ya walaupun tidak sengaja, sekarang tengah sibuk memayungi orang yang secara tidak sengaja memukulnya.

"SERIUSAN LO?"

"Coba liat!"

Aletha langsung merebut ponsel Alana, memeriksa postingan tersebut dengan teliti. Dalam hati ia berharap bahwa apa yang ia lihat adalah salah, dan sebuah kebohongan. Namun setiap kali matanya menyusuri foto itu pikirannya seolah mendesaknya untuk meyakini itu.

"Gak bisa dibiarin!" ucap Aletha penuh penekanan.

Aletha pegi terlebih dahulu meninggalkan jajaran meja yang mengisi kelasanya.

"WOI TUNGGU!" teriak Alana. Ia segera menyusul kemana Aletha pergi.

⬛⬜⬛

Di lapangan sekolah kedua siswa siswi ini tengah sibuk menjalankan hukuman, lebih tepatnya hanya sang pria.

Lagi lagi Gavin. Ia lupa membawa seragam olahraganya, dan kali ini, dengan hukuman yang sama seperti kebanyakan guru berikan padanya. Hormat pada bendera hingga jam istirahat kedua, Gavin sudah sering mendapatkannya, tidak bisakah guru menghukumnya dengan cara lain? Seperti membiarkan ia tidak mengikuti jam pelajaran dan ia bisa pergi ke kantin atau rooftop hanya untuk bersantai dan menyesap rokok.

Kali ini Gavin tidak sendirian dan tidak pula dengan teman temannya, melainkan seorang gadis yang menemainya ditengah lapangan sembari mengenggam erat payung hijau muda berharap sang mentari tak lagi menyinari tubuhnya yang hampir basah karena keringat.

"Lo balik sono!" usir Gavin.

"Enggak!" Airell bersi kukuh berdiri dan memayungi Gavin.

"Lo tuh udah setengah jam mayungin gua, gak pegel apa?"

Entah kenapa Airell semakin menaikan senyumnya saat Gavin mengatakan 'gak pegel apa?' seolah olah kalimat itu seperti tanda perhatian Gavin padannya.

"Mau tukeran?" tawar Airell.

Gavin menautkan alisnya. "Maksud lo?

"Ya... aku yang hormat bendera dan kamu yang pegangin payung."

"Enggak. enggak, enak aja cowok kaya gua disuruh megangin payung." tolak Gavin.

Seumur hidup Gavin paling benci jika harus memegang payung. Bukan karena warna atau coraknya, tetapi bagaimana cara ia mengenggam payung yang terlihat  seperti bukan dirinya. Gavin memang suka terlihat dirinya gagah dan berani, maka sangat tak pantas jika ia harus memegangi payung terlebih dengan warna hijau terang sepeti itu.

"Kenapa?"

"Ya pokoknya enggak!"

"AIRELL," Teriak Alana dan Aletha serentak saat mereka telah sampai di lapangan.

Apa yang mereka lihat di postingan tersebut memang benar. Airell begitu setia memegangi payung untuk orang yang sebenarnya tak pantas diperlakukan seperti itu. Aletha pikir setelah ucapannya tempo lalu di UKS itu akan sedikit memberi dampak baik bagi Airell, nyatanya tidak. Sifat Airell yang terlalu impulsive kadang menghawatirkan mereka tentang apa yang akan terjadi pada Airell dengan perasaannya.

Airell dapat melihat wajah kedua sahabatnya yang semakin mendekat dan beradu dengan nafas tersengal sengal layak telah berlari jauh.

"Apa?" tanya Airell polos.

"Ikut gua." Aletha langsung menarik lengan Airell tiba tiba.

"Eh..." Airell seketika melepaskan payung dari genggamannya saat payung itu seolah mempunyai tenaga lebih untuk mendorongnya kebelakang.

Setelah Airell hilang dari pandangan kini Gavin hanya bisa menatap payung hijau muda itu yang jatuh ke tanah beraspal dalam keadaan terbalik.

Aletha dan Alana membawa Airell menjauh dari lapang, bahkan lebih jauh dari dugaan Airell sebelumnya. Kini mereka berada di depan lab kimia, itu artinya hampir berdekatan dengan taman belakang sekolah.

"Apaan si." Airell menghempaskan tangan Aletha yang mengenggam pergelangannya, wajahnya begitu memamerkan seberapa kesal ia pada kedua sahabatnya.

"Apa yang lo lakuin barusan?" tanya Aletha tiba-tiba.

"Mayungin Gavin."

Aletha mendengus kesal, dihembuskannya nafas itu beberapa kali berharap rasa kesalnya sedikit berkurang.

"Lo tau kan status Gavin itu apa?"

"Lo tau kalo Gavin gak suka sama lo?"

Airell menelan salivanya susah payah. Suara Aletha begitu tegas, Ia tau apa maksud ucapan Aletha tentang perbuatan dirinya. Tapi ia juga berhak atas ini, karena hubungannya dengan Gavin bukanlah seperti hubungan Gavin yang terikat dengan Zevania.

"Maksud lo ngomong gitu apa?"

"Airell lo bego apa gimana si? Lo itu selebgram, lo harus hati hati sama tindakan lo, karena apa? karena lo bakal jadi sorotan semua orang termasuk siswa harapan bangsa!"

"Gua gak ngerti apa yang lo omongin," Airell menggeleng tak paham.

"Lo masih gak ngerti gua ngomong apa?" Airell hanya diam, Aletha menganggap itu iya.

Aletha membuang nafas kasar, kemudian memasukan  bibirnya kedalam membiarkan bibirnya dibasahi oleh lidahnya. Ia frustasi dengan rasa obesisi Ariell pada Gavin.

"LO..."

"ALETHA UDAH!" potong Alana saat suara Aletha meninggi menandakan bahwa Aletha benar benar emosi.

Aletha memang terlalu gampang terbawa amarahnya, terkadang Aletha tidak bisa mengendalikan dirinya dan membiarkan dirinya yang dikenalikan oleh amarahnya.

Alana menatap netra Airell. "Foto lo sama Gavin nyebar di Instagram," ucap Alana.

"Foto apa ya?" Airell memiringkan kepala bingung.

"Foto lo yang lagi mayungin Gavin jadi viral di sekolah," jelas Alana.

"Terus kenapa?"

"Airell." Alana memegang kedua pundak Airell, matanya menatapnya lekat. Sudah dibilang dari awal bukan bahwa sebagaimana Airell terluka karena cintanya, ia akan tetap menyayanginya, tapi bukan berarti ia membiarkan Airell akan jauh terluka lebih dalam lagi. "Gavin udah jadi pacar orang, dan itu artinya lo itu jadi orang ketiga."

"Masalah foto itu, orang orang pasti akan anggap lo itu perusak hubungan orang, dan itu bisa ngerusak nama baik lo."

"Gua gak mau nama lo jelek cuma karena masalah cinta. Gua tau lo cinta banggget sama Gavin, tapi gua mohon, cintai diri lo sendiri itu lebih penting daripada sekedar mencintai orang lain."

Apa yang dikatakan Alana memang benar, tapi ia sendiri sulit untuk melepaskan Gavin, terlebih setelah ia menyanggupi soal pertunagan kemarin.

"Tapi..." Airell menjeda ucapannya, "tapi gua itu calon tunangan Gavin."

⚫⚪⚫

Jangan lupa VOTMENT NYA!!!

Continue Reading

You'll Also Like

4M 309K 51
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
2.4M 120K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
1M 102K 55
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
371K 13.1K 27
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...