Dua

Da pinkeutaey

5.3K 926 259

[๐๐“๐’ ๐‰๐ฎ๐ง๐ ๐ค๐จ๐จ๐ค ๐š๐ฌ ๐‰๐ฎ๐š๐ง๐๐š ๐€๐ซ๐ง๐š๐ฒ๐š๐ฌ๐š ๐š๐ง๐ ๐‘๐ž๐ ๐•๐ž๐ฅ๐ฏ๐ž๐ญ ๐˜๐ž๐ซ๐ข ๐š๐ฌ ๐˜๐ž๐ซ๐ข... Altro

Catatan Untuk Juan
Prolog
๐Ÿ•Š;โ€•Cast Dua.
01: Tabebuya Pertama
03: Ruang Lingkup
04: Tentang Pulang
05: Argumen

02: Visual

520 108 24
Da pinkeutaey


02
Visual

      Juanda mundur selangkah setelah memutus kontak matanya dengan perempuan ber-name tag Yerinda Amrita. Juan sadar bahwa tak ada gunanya memperkenalkan diri lagi pada pemilik rambut pendek itu.

     Toh dari hari pertama ia sudah bikin ulah super heboh yang diketahui semua orang yang terlibat di MPLS Pelita Asa. Dan pasti Yerinda sudah terlanjur memberinya cap sebagai anak susah diatur dan nakal.

     "Aduh," Erin mengaduh sambil mengusap kening. Netranya seketika membulat saat menyadari ada banyak noda darah di telapak tangan. Sontak raut panik terpampang di wajahnya.

     Lelaki Arnayasa menghela napas panjang. Sisi manusiawinya tak bisa bersikap masa bodoh kalau orang lain mengalami sakit di depan matanya. Ia melepas ransel dari punggung dan menjatuhkannya ke tanah. Sambil berjongkok, diambilnya selembar hansaplast dari kotak pensil warnanya.

    "Ini. Pasang sendiri," perintah Juan setelah membukakan segel selotip luka itu dan menyerahkannya pada Erin yang kini juga ikut berjongkok. "Karena lo, gue udah nggak punya waktu untuk ngapalin janji siswa lagi," tambahnya dengan nada datar.

     Sedari tadi, alis hitam milik Yerinda tetap setia mengernyit.

     Erin sadar kok bahwa di kasus ini dirinya lah yang salah, bahkan sekarang ucapan permohonan maaf pun sudah siap terucap. Tapi sayang, dia sudah tak sudi lagi mengucapnya karena Juan malah menyalahkannya atas kejadian lain yang tak melibatkan dirinya.

     Kalau sekarang, ya sekarang aja. Kalau urusanmu, ya urusanmu. Jangan dicampur-campur dan melibatkanku, rutuk Erin dalam hati. Saking sebalnya, setelah mengambil plester luka dia langsung pergi tanpa mengucap terima kasih.

     Sementara itu bibir Juan telah menarik sebuah garis. Senyum tipis yang ambigu maksudnya. Entah manis atau sinis.

     Dan sambil menghentak-hentakkan kakinya menuju aula, Erin hanya bisa mengeluhkan rasa perih yang timbul dari luka goresnya sambil multitasking.  Mengukuhkan pikirannya bahwa Juan adalah lelaki yang harus dihindarinya selama tiga tahun bersekolah di SMA Pelita Asa.

















     "Eh, bentar lagi upacara penutupan. Nggak terasa ya."

      Erin pura-pura tak mendengar pancingan Airina Milean. Sudah cukup dia dapat satu masalah hari ini.

      Tubuh Erin berjengit ke atas sesaat setelah seorang gadis berambut panjang yang dibuat terkuncir satu itu mencolek bahunya. "Rin? Lo mau? Gue bawa permen nih," bisiknya sambil menunjukkan kotak plastik super mungil berisi gummy bear aneka rasa.

      "EH NGAWUR!" Otomatis Erin mengumpat namun dengan volume kecil.

       Sekarang mereka ada di aula dan beruntungnya duduk di posisi paling pojok belakang, di sudut ruangan paling asyik plus kane buat orang-orang yang bosan sama siklus acara MPLS yang cuma ceramah-makan-ceramah dan begitu terus sampai selesai di aula ini.

       Di sekitar mereka juga ada yang nunduk di punggung teman sambil main Mobile Legends, ngemil snack yang bungkusannya seukuran family party size dan teroper ke sana-kemari, dan bahkan sampai ada yang ngejulid.

      Airina Milean terkikik cantik sebelum menyahut. "Santai aja kali. Tuh lihat di sana, cowok itu aja santai tuh bercanda sama temennya. Nggak ada tukads nya samsek," tunjuknya pada barisan keempat dari posisi Erin-Ai saat ini.

     Nampak dua orang lelaki sedang bermain gunting-batu-kertas dengan seorang gadis bermata monolid sebagai wasitnya. Sedangkan satu lelaki lainnya terlihat sedang komat-kamit mulutnya sambil memejamkan mata dan mendongakkan kepala ke langit-langit aula.

     Erin pun memicingkan matanya. Itu… Juanda Arnayasa, kan? Gayanya kok macam lagi praktekin dukun yang nyantet orang?

     Pasti si Juanda lagi yang baca janji siswa. Gue dulu satu SMP sama dia… dan yang baca dulu juga dia. Udah nggak kaget lagi sih. Denger-denger sih bapaknya orang penting di yayasan.

     Yayasan mana?

     Yayasan sekolah inii!!

     Entah mengapa seluruh bulu kuduk Erin merinding saat gendang telinganya tak sengaja menangkap bisikan barisan penggosip yang berhasil sampai ke indera pendengarnya oleh perantara angin kipas raksasa di sini.

    Nggak punya waktu untuk ngapalin janji siswa… Juanda baca janji siswa… ASTAGA! Erin baru menyadari hal ini.

    "Duh astaga, gue bikin masalah lagi," gumam Erin penuh gelisah. Ai yang sulit peka akan keadaan sekitar pun kebingungan. "Lo kenapa sih, Rin?"

     Erin tak memedulikan Ai sebab netranya setia terpaku melihat Juan yang nampaknya kesulitan mengapalkan janji siswa Pelita Asa yang panjangnya sebanyak dua paragraf itu. Bahkan ia sampai berkali-kali terlihat mengumpat kata 'bangsat' dan 'susah'.

     Kalau benar ayahnya adalah orang penting di sekolah ini, yang menjadi taruhannya kalau di atas panggung nanti Juan malah jadi Aziz Gagap bukan hanya harga dirinya saja. Tapi nama baik ayahnya juga, kan?

     Aduh! Dasar Tabebuya sialan!

     "Plis mikir, Rin. Mikir," Erin kembali bergumam, Ai yang sudah terlanjur bingung pun memilih masa bodoh dan mencoba berbincang dengan teman lain. "Kira-kira gimana ya? Aduh, bingungg."

      Auditori… Kinestik… Visual...?

      Tadi Juan bawa pensil warna, kan?―Ah iya, kotak pensil warna!

      Meskipun presentasenya kecil bahwa Juan memang suka warna-warni cuma karena ia membawa pensil warna, setidaknya menurut Erin cara ini bisa membantu.

     Dugaan sementara si gadis Amrita: Juan belum tau gaya belajar yang tepat untuknya dan bermodal cocoklogi (padahal baru ketemu sekali) Erin mau sok-sokan membuatkannya contekan janji siswa warna-warni ala anak bergaya belajar visual. Yang dijamin mudah diingat dengan dalam waktu singkat.

      Erin mengambil tas ranselnya dan mengeluarkan kotak pensilnya yang menggendut karena berisi banyak pulpen beragam warna, highlighter, dan brush pen. Lalu dengan cekatan dan cepat namun tulisan tetap rapi, dia menuliskan isi janji siswa SMA Pelita Asa di selembar kertas putih. Saat bekerja dia juga memantau waktu, acap kali melihat Pak Gavin yang di atas panggung masih berceramah.

      Gadis itu menatap hasil kerjanya. Lalu dia merengut, "Terus ngasih ke Juan gimana ya caranya? Astagaa."

     Dan Erin pun dibuat terkejut saat tangan milik seorang lelaki yang duduk di samping kananya terulur. Ujung jarinya menyentuh mahakarya dadakannya tanpa permisi. "Di estafet'in aja kertasnya," sarannya.

     Sepasang mata Erin berbinar. Seketika helaan napas lega terdengar saat si lelaki asing yang memberinya saran telah mengoperkan kertas bertorehkan tinta warna-warni itu ke temannya.

     Lalu dioper, oper, oper, dan oper sampai akhirnya sampai di tangan lelaki tampan berhidung mancung pemilik senyum kotak yang ingin melihat bagian belakang kertas itu, namun kertasnya langsung direbut oleh Juan.

     Sekali lagi, si gadis manis menghela napas. Maklum, beginilah caranya mengekspresikan lega. Dibuatlah sebuah senyum di bibir, dikhususkan untuk sosok penolong yang masih duduk di sampingnya. Di penglihatannya, dia nampak menulis puisi, mungkin?… Entahlah.

      "Makasih ya," ucap Erin tulus tanpa menyebut nama. Sebab dia tak berani mengintip nama yang tercantum di name tag si lelaki. Kapok! Entar kena petaka lagi.

      Sedangkan lelaki berambut cokelat alami itu ikut menampilkan senyumnya hingga muncul dua lesung pipi nan manis. "Sama-sama."
















      "Adek tadi ngapain aja di sekolah?"

       Erin pun membuka tutup kaca di helmnya saat samar-samar mendengar Pak Gangga bertanya. Beliau melontarkannya tepat saat motor ini berhenti karena lampu merah. "Ya biasa… Tapi yang paling enak hari ini sih Erin juga bisa makan permen, dapet dari temen. Permen bentuk beruang rasanya manis!"

     Dan yang paling sialnya hari ini jidat Erin sudah nggak mulus lagi, Pak, sambungnya dalam hati.

     "Heh!" Satu tangan Pak Gangga lepas dari stang motor dan mencubit pelan pinggang anak tunggal kesayangannya. "Sembarangan sekali kamu. Lain kali jangan diulang lagi ya," nasehatnya.

      Erin pun tertawa. Dia juga bertingkah begitu karena kebablasan minta permen ke Ai atas realisasi euforianya karena Juan lancar mengucap janji siswa.

     Dipastikannya tindakan itu akan menjadi yang pertama dan terakhir. Soalnya kalau mau dihargai orang lain, terlebih dahulu belajarlah menghormati dan menyimak dengan baik orang yang berbicara di depanmu kan?

     Tanpa diduga dan tak diketahui bapak, sekarang tawa anak gadisnya berubah menganga.

    Yerinda Amrita melihat mobil putih yang dikendarai Juanda Arnayasa ada di belakang motornya. Kaca mulai bergerak menurun dan setelahnya Juan sampai mengeluarkan kepala melalui jendela hanya untuk melihat Erin.

    Dan mengucap satu kata penuh arti. Dengan senyum yang tak lagi sinis, tapi manis.

    "Makasih, Erin!"














________________________________tbc.

  1.250
Hello!💜 It's your source of feelings, A-pinkeutaey!♡

     Makasih yaa buat kalian yang udah berkenan baca sampai sini~♡.

     Karena ini latarnya 3 tahun ajaran baru, aku bakal nulisnya santai tapi rutin dan estimasi chapter-nya kemungkinan lebih dari 25'an. Sama momen UwU-nya bakal banyak banget. Semoga kalian suka! See you!♡

Continua a leggere

Ti piacerร  anche

81.7K 12.5K 17
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
49.9K 5.4K 20
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
355K 4K 82
โ€ขBerisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre โ€ขwoozi Harem โ€ขmostly soonhoon โ€ขopen request High Rank ๐Ÿ…: โ€ข1#hoshiseventeen_8/7/2...
801K 57.5K 47
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...