Bad Boy (Revisi)

بواسطة TintaBiru26

2.6K 245 47

Gelar most wanted rasanya sangat pantas di sematkan untuk Raga dan ketiga temannya. Yaitu , Arkan, Galih dan... المزيد

1. Hari pertama
2. Tokoh
4. Tak tau di untung
5. Nichol Datang
6. Raga kenapa?

3. Sahabat Raga

397 44 8
بواسطة TintaBiru26

Brukh.

Seseorang berambut Klimis melemparkan tas nya ke sembarang arah. Berhasil membuat ketiga pria yang tengah terduduk di atas rooftop sekolah sontak tersentak.

"Setan!"

"Eh, si kampret! Kaget gua."

Cowok berambut klimis itu hanya cengengesan. Berbeda dengan Raga, lelaki itu hanya terdiam dengan wajah tenang dan pandangan lurus kedepan.

"Lu betiga gua cariin ternyata ada disini." ucap cowok berambut klimis itu. yang tak lain adalah Arkan.

"Kenapa emang?" sahut seorang lelaki yang terduduk di samping Raga. Galih.

"Gua ada informasi penting, lu betiga pasti kaget."

"Apaan?" sambar lelaki yang tengah menselonjorkan kakinya. Karel.

"Wess, kalem bos ku."

"Lama lo ah,"

"Ya elah rel kereta, lu kaya kaga tau dia aja. palingan juga tentang cewek. dia kan playboy akut tingkat dewa." sahut lelaki bernama Galih itu.

Pletak!

Galih meringis saat keningnya di getok oleh si kampret Arkan. "Eh, kampret. Sakit bego."

"Ya makanya, ngomong tuh di saring. Teh ae di saring masa mulut lu kaga. "

"Yang Galih bilang itu fakta! Lo kan emang playboy stadium akhir."

"Eh, busyet congormu! nyambar ae kaya petir." sungguh, Arkan benar-benar di buat kesal oleh dua manusia kutu kupret ini.

Raga hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku ketiga sahabatnya.

"Dengerin kek, gua belum selesai ngomong. Emang kalian gak kepo? Berita yang gua bawa ini super hot dan super super super men...."

"Tos,"

Arkan tertawa renyah, begitu pula dengan Galih membuat Karel memutar malas kedua bola matanya. Jika di pikir-pikir Arkan dan Galih ini adalah dua spesies yang sama.

"Yaudah apaan?"

"Kepo juga kan lu, rel kereta."

Karel menggeleng pelan seraya mengembuskan nafasnya pelan. "Ah kelamaan, minta di ruqyah nih anak. "

"Mulut lu kaga ada palang pintu nya apa?"

"Palang pintu - palang pintu segala. Emang gua apaan?"

"Rel kereta." sahut Arkan di akhiri dengan tawanya. Lagi lagi Raga hanya menggeleng.

"Nyebelin lu sarang lebah, udah ah cepetan. Beritanya apaan?" Karel gemas, ia menjambak rambut klimis milik Arkan.

"Ah..ah..ah..sakit. sakit mas, mas tolong aku. Mas Raga tolong aku ah."

"Najong tralala, gua cuma Jambak rambut lo tapi kenapa lo bersikap seolah kesucian lo lagi di renggut?" Karel menghempaskan rambut Arkan, membuat Arkam tertawa keras karena nya.

"Ck, bercanda mulu lo berdua. Jadi, lo mau cerita apa?" Galih kesal, segera ia memiting leher Arkan.

"Anj...sesek bego." Arkan tidak terima, ia menepuk dada bidang Galih dengan keras.

"Sialan!" Galih geram, wajahnya memerah bak kepiting rebus. Membuat Karel tertawa melihatnya.

"Dahlah, emang gak ada benernya ngobrol sama lo." Galih bangkit dari duduknya.

"Mau kemana lo?" tanya Arkan.

"Cuci tiang listrik." sahut Galih seraya melangkah. Suara tawa lagi-lagi menguar. Membuat Raga kembali menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya ia berteman dengan spesies-spesies seperti mereka yang minim akhlakes.

"Jadi apa ceritanya Ar?"

Sial. Arkan hampir lupa, ia datang kesini kan untuk memberi informasi yang super duper hot. Melebihi air dispenser bi kokom.

"Jadi..."

Karel mengernyitkan keningnya, membuka telinga lebar-lebar.

"WOY DENGERIN!"

"DARI TADI JUGA GUA DENGERIN. LO PIKIR TADI GUA NGAPAIN? LAHIRAN?"

"GAK USAH TERIAK JUGA BEGO!"

"LO JUGA SAMA TERIAK BAHLUL!"

Keduanya saling menggeplak satu sama lain. Membuat Raga menghela nafasnya pelan namun dengan wajah yang datar.

"Dahlah lo emang gak pernah bener." Karel geram. Lebih baik ia mengalah, daripada nanti ujungnya Arkan menangis, bisa berabe. Ia tidak mau di hukum lagi oleh Raga kayak yang udah-udah hanya karena Arkan menangis.

"Sekolah kita kedatangan murid baru." ucap Arkan pelan. Karel hanya terdiam.

"SEKOLAH KITA KEDATANGAN MURID BARU!"

"YA GUA HARUS NGAPAIN? KAYANG?"

"Ck, Mas Raga." adu Arkan, membuat Karel memutar bola matanya malas.

"Hmm..." Raga hanya berdehem.

"Iya terus apa lagi Arkan? Kuping gue masih ada, jadi masih bisa denger. Lanjutin ceritanya lagi, gue bakal dengerin. Jangan ngadu apa-apa lagi ke mas Raga ya?"

tersenyum menang. Ia bertepuk tangan lalu setelahnya mendekati Karel.

"Gua mau pacaran." Arkan Menaik turunkan alisnya.

"Hah?"

"Sama murid baru."

"Jangan ngadi-ngadi." Karel melingkarkan tangannya di leher Arkan. Menarik lelaki itu agar lebih mendekat.

"Jangan ya?"

"Kenapa?"

Karel menghela nafas, bagaimana ia menjelaskannya setelah apa yang terjadi dengan Raga tadi pagi.

"Kenapa gua gak boleh pacaran?"

"Doi lo udah banyak."

"Gua udah putusin semuanya."

"Hah? Gila lo. 25 cewek lo? Lo putusin? Seriusan? Kenapa? Kok bisa?"

"Murid baru." singkat, padat dan jelas. Itulah jawaban Arkan.

"Ck," entah untuk keberapa kalinya Karel memutar kedua bola matanya malas.

"Udah gua bilang, jangan pacaran sama murid baru itu."

"Kenapa?"

"Ya karena Ra---"

"Pelajaran apa sekarang?" tanya Raga, dengan nada yang seperti biasa. Dingin.

---memotong ucapan Karel, membuat Karel mengernyitkan dahinya. "Pak Ujang kayaknya."

"Mau masuk? " tanya Arkan.

"Et dah, kesambet apaan lu? Tiba-tiba ngajak masuk kelas?"

"Gua nanya setan!"

Raga bangkit dari duduknya, berhasil membuat Karel dan Arkan sontak memandangnya.

"Mau kemana lo?" tanya Karel.

"Kelas." jawabnya singkat tanpa menoleh ke arah Karel.

Apa mereka tidak salah dengar?

Raga? Masuk kelas?

Tidak mungkin!

"Kesambet kali tu bocah," celetuk Arkan. Karel hanya mengangkat bahunya tidak tahu.

"Woyy, Ga. Tungguin. "

***


"Anak-anak, hari ini kelas kita kedatangan murid baru. Pindahan dari bandung. Dan bapak rasa kalian sudah mengetahuinya. " ucap pak Ujang, wali kelas 11 IPA 1 mulai mengangkat bicara.

Kepalanya menoleh ke arah pintu. "Silahkan masuk nak, perkenalkan diri kamu."

Murid itu mengangguk seraya memasuki kelas, sebelumnya ia sudah menghela nafas panjang.

Gugup.

Tentu saja. Apalagi, banyak pasang mata yang menatapnya.

"Hai semuanya, perkenalkan nama saya Asenna Teuku Putri. Kalian bisa memanggil saya Senna. Saya pindahan dari bandung. Semoga kita semua bisa berteman dengan baik. Terimakasih." Senna tersenyum kikuk.

"Ada yang mau bertanya?"

Salah satu murid mengangkat tangannya. Baik Senna maupun pak Ujang menoleh ke arahnya.

"Boleh minta nomor hp nya gak?"

"Yeeuuu..." seru siswa-siswi kelas 11 IPA 1 menyorakinya.

"Ngapa si, ngiri aja lo."

"Udah-udah, tanya-tanya nya bisa nanti. Senna silahkan duduk di---ah di sebelah Ayla."

Senna mengernyit, mencari sosok yang bernama Ayla.

"Ayla silahkan berdiri." ucap pak Ujang, Ayla mengangguk seraya bangkit dari duduknya. Membuat Senna tersenyum.

"Senna, silahkan."

"Terimakasih pak."

Senna melangkah ke arah bangku Ayla yang memang kosong.

"Gua Ayla," Ayla mengulurkan tangannya setelah memastikan Senna duduk di sebelahnya. Membuat Senna tersenyum, seraya membalas uluran tangan Ayla.

"Sen---"

"Udah tau, kan tadi udah di kasih tau di depan." Ayla tertawa pelan, membuat Senna terkekeuh kecil.

"Oh yaa, di depan gua. Itu sahabat-sahabat gua. Bella dan Beby. Nanti lo bisa kenalan setelah pelajaran pak Ujang selesai." ucap Ayla, Senna hanya manggut-manggut.

Belum sempat pak Ujang mengangkat bicara sebuah ketukan pintu terdengar. Baik pak Ujang maupun siswa-siswi, mereka menoleh ke arah pintu. Sudah ada Raga dan ketiga sahabatnya.

"Maaf, kami telat." ucap salah satu dari mereka. Tentu saja Galih. Kalian mengharapkan Raga? Ah, tidak akan. lelaki itu hanya berjalan santai memasuki kelas.

Membuat Senna merutuki diri sendiri. Ishh, cowok itu lagi? Dunia se-sempit itu ya? Padahal ia berharap, ia tidak akan pernah bertemu dengan cowok super nyebelin itu.

"Kalian lagi, dari mana saja kalian?" tanya pak Ujang.

"Bapak tua-tua kepo," celetuk Arkan, berhasil membuat semua murid menahan tawanya. Sementara guru itu hanya melebarkan matanya. Berusaha menahan amarah.

"Apa kamu bilang tadi?"

"Bilang apa? Saya gak bilang apa-apa. Guys, gua bilang apaan? " Arkan menyenggol lengan Karel. Karel hanya menggeleng.

"Wah bapak, saya gak bilang apa-apa pak. Kuping bapak bermasalah ya? Perlu saya bawa bapak ke dokter? Biar kuping bapak bisa di solder?" pak Ujang lagi lagi melebarkan matanya.

Apa katanya?

Murid sialan!

"ARKAN BRAMANTIO!"

"Hehe, ampun pak. Damai kita. " Arkan menyengir seraya membentuk jarinya seperti huruf V.

"Kalian dengar bel berbunyi sedari tadi?" tanya pak Ujang, mereka kecuali Raga mengangguk.

"Kenapa baru masuk?" tanya nya lagi.

"Kita masuk salah, gak masuk lebih salah. Maunya bapak apa? Kita kudu piye? Apa perlu kita, tarik sis semongko?" kini giliran Karel yang menyahut. Membuat, tawa seisi kelas menguar. Di tambah, Arkan yang kini tengah pargoy di depan kelas tanpa rasa malu sedikit pun. Pak Ujang menghela nafas. Ini bukan sekali atau dua kali ia menghadapi Raga dan ketiga temannya.

"Lanjut Ar. Ah, mantap." Karel mengikuti Galih. Membuat tawa se-isi kelas semakin menguar saat kedua lelaki itu pargoy di depan kelas.

Sudah cukup.

Pak Ujang, tidak kuat.

Brak!

Mereka terkejut bukan main saat pak Ujang menggebrak meja. Tidak terkecuali Raga. Wajah lelaki itu, masih terlihat tenang.

"Ck, lo si ah. Pake acara pargoy segala. Kalau setelah ini kita di hukum, Lo yang salah." bisik Galih seraya menggeplak kepala Arkan cukup keras.

"Sakit bege! Kenapa lo jadi nyalahin gua. Karel juga noh salahin, dia kan yang duluan."

"Abang gak ikut-ikutan ya dek. Salahin mas Raga aja noh." sahut Karel, membuat Galih berdecak.

"Kalian---"

"Duduk atau tidak?" Akhirnya, suara Raga terdengar. Walau harus memotong ucapan pak Ujang, Raga tidak peduli. Menurutnya, ini terlalu berbasa-basi.

Huft.

Pak Ujang menghela nafas pelan, matanya terpejam sebentar, tangannya memijit pelipisnya perlahan.

"Hari ini kalian lolos. Silahkan duduk di tempat masing-masing." ucap pak Ujang, final.

"Dari tadi kek," umpat Galih seraya melangkah menuju bangkunya di pojok paling belakang. Diikuti oleh Raga, Karel dan Arkan.

Bruk.

Raga mendesis pelan saat ia tak sengaja menabrak punggung Galih di depan. Salahkan Galih, mengapa lelaki itu berhenti mendadak.

"Cantik," gumam Galih. Matanya fokus menatap seorang gadis yang terduduk dengan bibir yang tersenyum.

Raga hanya terdiam memandang wanita yang duduk di sebelah Ayla dengan tatapan tajam. Pikirannya tertuju pada saat ia berseteru dengannya di lapangan parkir.

Degup jantung Senna terasa mendadak bekerja lebih cepat dari sebelumnya. Gugup.

"Wagelaseh, ini murid barunya. Cakep gila." pekik Karel heboh seraya menyerobot menghampiri Senna.

"Gua Karel Wicaksana, biasa di panggil Karel sama temen-temen. Tapi kalo dedek mau manggil sayang juga gakpapa. Ikhlas lahir batin babang mah. " ucap Karel, ngaur seraya menarik tangan Senna dan menjabatnya dengan lembut. Dan di sambut dengan baik oleh Senna

"Senna,"

"Sayang-sayang, pala lu peyang. Dasar rel kereta!" Arkan tidak terima, ia segera menggeplak kepala Karel, membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Sakit setan!" Karel balas menggeplak kepala Arkan.

Di tengah aksi geplak-menggeplak Arkan dan Karel, mata Senna tidak sengaja bersitatap dengan sorot mata tajam dan dingin milik Raga. Membuat gadis itu meneguk ludahnya kasar.

"Gue, Galih." Galih menyodorkan tangannya.

"S-senna.." jawab gadis itu sedikit terbata, matanyaa terus saja melirik ke arah Raga yang masih setia menatapnya dengan diam. Sungguh, itu membuat Senna gugup setengah mati.

"Minggir lo ah. Jatah gua nih. " Arkan, melepaskan jabatan tangan Galih dan Senna, Setelah itu ia menjabat tangan Senna seraya tersenyum manis.

"Nama gua Arkan. Senang bisa satu kelas sama lo. Semoga betah ya?"

Senna tersenyum tipis, kepalanya manggut-manggut. "Senna."

"Boleh minta no hp nya?"

"Nama IG nya apa?"

"Alamat rumahnya dimana?"

"Sudah punya pacar? Kalau belum, Gue mau daftar." ucapan Arkan sukses membuat Karel dan Galih menggeplak kepalanya. Oh, jangan lupakan, sorakan dari teman-teman sekelasnya.

"Yee iri aja lo." Arkan memberenggut kesal, ia mengelus kepalanya, setelahnya melangkah ke belakang Raga.

"Mas Raga..." rengek Arkan pelan. Raga hanya terdiam memandangi Senna, begitu pun dengan Senna.

"Raga, Karel, Arkan, Galih. Ngapain masih disitu? Duduk di tempat kalian masing-masing. " Tegas pak Ujang.

"Sebentar pak, ini urgent." ucap Arkan seraya mengeluarkan ponselnya.

"Urgent?"

"Masalah hati, bapak gak perlu tau. Bapak udah tua, udah lapuk. " celetuk Arkan. Membuat tawa seisi kelas menguat, lagi.

"Arkan!"

Sungguh, dari ke-empatnya. Dirinya paling malas berurusan dengan Raga dan Arkan.

"Iye iye ah, Bangkotan ganggu ae." gumam Arkan pelan, setelahnya ia melangkah dengan perasaan dongkol menuju kursinya.

"Nanti lagi ya Sen." ucap Karel, Senna hanya mengangguk.

"Yang lain ngapain masih di situ? Duduk, atau bapak hukum."

"Iye,"

Galih dan Karel berjalan menuju kursinya masing-masing.

Kini tinggal-lah Raga. Lelaki itu, masih menatap Senna dengan tatapan tajam. Senna? Ia balik menatap Raga, dengan hal serupa. Seolah menantang.

"Raga, Duduk."

Raga tersenyum miring ke arah Senna hingga sedetik kemudian menghampiri kursinya.

"Ganteng-ganteng kok datar. " gumam Senna pelan.

"Kenapa Sen?" tanya Ayla saat samar-samar mendengar gumam-man Senna.

"Ah, gak apa-apa kok hehe."

***


Suara pantulan bola basket begitu terdengar di gendang telinga Senna, Ayla, Beby dan Bella.

Senna beruntung di hari pertama ia masuk sekolah, ia sudah bisa se-akrab itu dengan mereka.

Sorak riuh ramai memenuhi lapangan. Terlihat jelas kini Karel, Galih, Arkan dan beberapa teman-teman sekelasnya tengah bermain bola basket di tengah lapang sana.

Senna mengernyit, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Kepalanya sedikit celingak-celinguk.

"Senna?"

Hening.

"Asenna?" Bella mencekal pundak Senna. Sontak membuat Senna terperenjat kaget. Ia menatap Bella dengan mata yang mengerejap polos.

"Ah? I-iya? Kenapa Bel?"

"Gak papa. Lo, kenapa, kok diem aja? Sakit?"

Pertanyaan Bella membuat Senna menggeleng cepat. "Ah engga. Itu, gua cuma. Umm---tumben mereka bertiga?

Baik Bella, Beby maupun Ayla mereka mengikuti arah tunjuk dagu Senna.

"Kenapa lo nanya gitu? Oh gua tau. Lo nyari Raga ya? " tanya Beby.

"Dih, ogah ngapain juga gua nyari dia?"

"Eh Sen, gua saranin mending lu gak usah deh deket-deket sama Raga dan teman-temannya. Apalagi sampai berurusan sama mereka. " ucap Beby yang langsung di angguki oleh Ayla dan Bella.

"Kenapa?" tanya Senna.

"Yaa gimana ya, lo kaya gak tau Raga aja."

"Emang gua gak tau, siapa dia? yang gua tau ,dia itu cowok dingin yang nyebelin tingkat dewa."

Pernyataan Senna, membuat Bella, Beby dan Ayla melebarkan mata. Baru kali ini mereka mendengar seseorang mengatakan Raga seperti itu.

"Siapa yang nyebelin?" nada datar dan dingin tiba-tiba saja terdengar. Membuat mereka sama-sama menoleh kearah sumber suara. Ah..kecuali Senna.

"Ya Raga lah, siapa lagi?"

Hening.

Hingga satu detik setelahnya, Senna di buat menganga, matanya sedikit melebar.

Suara itu? Sepertinya tidak asing.

Perlahan tapi pasti, Senna membalikkan badannya.

"KODOK!" Senna terkejut dan refleks menggeplak wajah Raga dengan tangannya.

"SENNA!" pekik, Beby, Ayla dan Bella. Namun setelahnya mereka meringis.

"Aduh mampus si Senna." gumam Ayla.

Senna yang sadar akan sesuatu, ia segera menurunkan tangannya. Bibir bawahnya ia gigit dari dalam.

"Sorry, gua gak sengaja habis lo ngagetin." ucap Senna seraya menyengir. Walau jujur, dalam hati ia sedikit merasa takut.

"Lagian lo ngapain di situ? Bikin orang jantungan aja. Gua kira lo ko---" ucapan Senna terhenti, saat Raga maju selangkah lebih dekat, dengan alis yang terangkat satu.

Sungguh wajah Raga terlalu dekat, membuat Senna meremas ujung rok nya.

"Lanjutin omongannya, gua mau denger. "

Deg.

Mendadak Senna gugup, Raga mencengkeram lengan Senna kuat-kuat.

"Ah...sshh, sakit." ringis Senna pelan. Membuat ketiga teman baru Senna ikut meringis juga.

"Ini kali kedua lo nyari masalah sama gue."

Senna memejamkan mata, sungguh bukan maksudnya mencari gara-gara. Tapi, Raga memang menyebalkan menurutnya.

"Anak baru gak usah belagu." bisik Raga tepat di telinga Senna.

Perlahan tangan Raga melepaskan cengkramannya. membuat Senna menghela nafas pelan.

"Woy, awas. " teriak seseorang dari tengah lapangan sana. Raga dan Senna sama-sama menoleh. Sebuah bola basket kini tengah melayang ke arah Senna.

"Senna awas!" pekik Bella, Beby dan Ayla. Membuat Senna memejamkan matanya kembali. Tangannya terangkat, menutupi wajahnya.

Dukh.

"Aaaa..." teriak para siswi yang ada disana. Membuat nafas Senna terasa tercekat. Dapat Senna pastikan wajahnya bakal memerah, atau bahkan lebih dari itu.

Satu detik, dua detik, tiga detik. Ia tidak merasakan apa-apa. Perlahan, ia membuka matanya. Jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya saat melihat kini Raga tengah berdiri di hadapannya.

Pantas saja dirinya tidak merasakan sakit. Ternyata bola basket itu mengenai belakang kepala Raga. Senna meringis pelan. Pasti rasanya sakit sekali. Tetapi mengapa, wajah Raga masih terlihat sama? Datar dan tak ber-ekspresi?

"L-lo gak apa-apa?" tanya Senna kikuk. Bukannya menjawab Raga malah menghampiri seseorang di tengah lapangan sana. Tangannya sudah menggenggam sebuah bola basket.

Dukh.

Raga melemparkan bola basket itu tepat mengenai kepala orang itu. yang menurut Raga tidak hati-hati.

Seketika orang itu terjatuh seraya menekan pelipisnya yang terasa pusing.

Semua pasang mata hanya menatap kedua lelaki itu. Termasuk ketiga sahabat Raga.

Raga mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh lelaki yang tengah terduduk meringis mencekal keningnya.

"Kalo lo gak bisa main basket, gak usah main! Sekolah ini, gak butuh pemain yang kurang hati-hati kayak lo." ucap Raga dingin, setelahnya bangkit dan melenggang pergi entah kemana.













Bersambung.......







Raga Kombek🤗

Ada yang nunggu gak sih?

Hahahaha, gak ada ya?

VOTE + COMMENT JANGAN LUPA😘

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

4.5K 357 35
SELESAI Meski tak bercahaya, bukan berarti gelap. ㅡ Walau Habis Terang ㅡ Hoiland. Cover by me. Supported by Canva. ©2019, Februari.
259K 28.3K 95
Ini Hanya karya imajinasi author sendiri, ini adalah cerita tentang bagaimana kerandoman keluarga TNF saat sedang gabut atau saat sedang serius, and...
601 104 6
"Kalau waktu bisa diulang, menggapai lo adalah hal yang bakal pertama kali gue lakukan." -Basta
I Hope (Tamat) بواسطة VitaMintJK

قصص المراهقين

77K 3.8K 20
Ketika asa sulit untuk digapai. Mungkin kematian jalan ninjanya. Re-Up! ®Sugarcofeee