Bisikan Mereka ✔

askhanzafiar

219K 18.1K 725

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... Еще

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Sejatinya

2.8K 297 5
askhanzafiar

Budayakan untuk membaca part-part sebelumnya. Karena cerita ini merupakan cerbung (cerita bersambung) dari part sebelumnya. Selamat membaca dan rasakan sensasinya ✨

Eits! Jangan lupa vote, Akang, Teteh, Mas, Mbak, Adik, Kakak, Ibu, Bapak, Om, Tante, Paman, Bibi, Kakek, Nenek, Pak guru, Bu guru, pokoknya semuanya, ya!💚
Terima kasih atas dukungannya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian, InsyaaAllah🖤.

🔙

"Elsa sayang, kita serahkan semuanya pada Allah, ya, Nak. Semua akan baik-baik saja. Mungkin ini memang takdir yang terbaik untuk Dira." Violin pun tak dapat menahan tangisnya lagi.

"A–apa maksud Tante? Ter–terbaik? Tante jangan asal bicara begitu! Dira enggak akan kenapa-kenapa, 'kan, Tan?" tanya Elsa yang langsung gemetar.

"Keluarga Nadira." Panggilan dari salah seorang dokter membuat semua menoleh ke arahnya.

Violin dan Sofyan langsung menghampiri dokter tersebut dan menunggu ucapan dokter selanjutnya.

"Maaf, saudari Nadira tidak bisa diselamatkan."

⬇️

"Tidak!!!" Elsa terbangun dari mimpi yang paling buruk. Ia mengusap wajahnya yang sudah basah akibat air mata. Ya, selama tertidur ia tetap saja menangis.

"Ya Allah, ini pertanda buruk atau bagaimana?" Buru-buru ia membersihkan badan dan langsung menuju ke rumah sakit tempat Dira dirawat.

Masa bodo dengan absen sekolah! Yang terpenting sekarang adalah Dira, sahabatnya!

Macet ibu kota membuat wanita berkulit putih itu mendesis. Ia masih saja memegangi beberapa lembar tisu yang digunakan untuk mengelap air matanya. Matanya sudah sembab sejak dua puluh menit yang lalu. Supir taksi yang membawanya pergi saja sempat bingung dengan keadaan Elsa yang nampak memprihatinkan.

"Mbak? Mau ke mana?" tanyanya yang sedikit bingung karena Elsa sedari tadi hanya diam tanpa mau menjawab pertanyaannya.

Gadis itu masih diam dan tak merespon apa-apa seperti pengajuan pertanyaan yang sebelumnya. Pandangannya lurus ke depan.

"Mbak?"

Masih tetap diam.

"MBAK!"

"Astaghfirullah." Elsa terlihat kaget. Ia mengerjapkan mata dan terus beristighfar, seperti orang yang baru saja mengumpulkan nyawanya.

"Mbak jangan melamun! Takut nanti terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," harap sang supir dengan sedikit nada yang merasa tak enak dengan Elsa.

"Eh, iya maaf, Pak." Elsa mengusap air matanya kembali.

"Mbak mau ke mana sekarang?" tanya pak supir yang sudah mulai ramah kembali.

"Ke rumah sakit Graha Kasih Bunda, ya, pak," pinta Elsa dengan suara seraknya.

"Baik, Mbak." Pak supir mulai menjalankan kembali mobilnya yang sempat berhenti.

Setelah lima belas menit berjalan, sampailah mereka di depan rumah sakit, Elsa langsung turun dan membayar ongkos taksi tersebut.

Ia berlari bak orang kesetanan. Semua orang dia senggol tanpa meminta maaf. Kakinya terhenti saat berada di depan ruang ICU yang ditempati oleh Dira.

Ceklek ....

Ia melongok dan mendapati ruangan ini sedang disterilkan. Apa maksudnya semua ini?!

"Sus! Suster! Ke mana pasien yang ada di sini, Sus?! Ke mana?!" Dengan kekuatan supernya, Elsa mendorong-dorong tubuh suster itu.

"Sabar, Dek! Pasien sudah dipindahkan." Suster tersebut tampak kewalahan mendapati serangan tiba-tiba itu dari Elsa.

"Ma–maksudnya? Dipindahkan ke mana?" Pertanyaan Elsa terdengar sangat pilu.

Sang suster yang merasa keheranan kini mulai menjelaskan, "Dia sudah dipindahkan ke ruang Mawar kamar no. 14."

"Ja–jadi dia masih hidup, Sus?!" tanya Elsa tak kuasa menahan bahagianya.

"Iya, betul," sahut suster itu sambil tersenyum.

"Ba–baik. Terima kasih, Sus. Saya pergi dulu,"pamit Elsa seraya berlari ke luar ruangan menuju ke ruang Mawar.

Sesampainya di sana, ia langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Tas yang dibawanya sampai terjatuh saking terkejut.

"Di–Dira?" Elsa menatap Dira tak percaya saat melihat sahabatnya itu sudah terlihat sehat kembali.

Dira yang sedang makan bubur suapan dari Kenan pun mulai bingung.

"Dira!" Elsa langsung memeluknya dengan erat. Ia menangis sejadi-jadinya di sana. Kenan pun tersenyum ketika melihat Elsa bisa bertemu dengan adiknya kembali. Senyum yang selama ini hilang nampaknya telah kembali lagi.

"Ka–kamu enggak apa-apa, El?" Pertanyaan Dira terdengar khawatir melihat sahabatnya itu tampak kucel dengan matanya yang sembap.

"Kamu diapain sama Paul? Dia nyakitin kamu?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut Dira terdengar sangat polos.

"Auh!" Elsa mencubit lengannya perlahan. Ia tertawa terbahak-bahak sambil menahan tangis bahagianya itu.

"Perasaan kamu belum makan gula jawa, deh. Kok abis nangis sudah ketawa saja?" Wajah Dira bertambah lucu saat dirinya semakin kebingungan.

Elsa kembali tertawa kencang. Kekonyolan ini yang sangat ia rindukan dari sahabatnya. "Aku nangis sampai kayak orang gila gini, ya, karena kamu enggak bangun-bangun dari tidurmu, tau! Kamu pikir enak ditinggalkan oleh sahabat yang cerewet kaya kamu!" Elsa mencubiti pipi Dira dengan gemas.

Dira ikut tertawa juga. Ternyata dirinyalah yang menjadi sumber sembap yang tercetak jelas di mata Elsa.

"Oh iya, Dir, buburnya enak, enggak?" Pertanyaan Elsa yang terdengar iseng itu langsung dijawab celotehan oleh Dira.

"Boro-boro, deh! Enggak enak sama sekali! Rasanya hambar banget. Seumur-umur, aku baru merasakan masakan rumah sakit kembali. Dan untung saja banyak saudara yang menemani dan mendoakanku. Jadi, aku enggak perlu takut dengan gangguan jin dalam bentuk apapun, heheh," curhat Dira sembari terkekeh.

"Hahah! Dasar kamu! Oh iya, bagaimana kalau aku belikan bakso yang ada di pinggir jalan? Waktu itu aku nyobain enak banget, loh! Pasti kamu suka. Percaya sama aku, tapi karena waktu itu aku dipaksa makan sama Paul karena belum makan, akhirnya aku makan sedikit agak enggak nafsu," jelas Elsa dengan raut wajah yang nampak ceria kembali.

Kini tatapan Elsa mengarah pada Kenan. Cengirannya mengembang. "Boleh, ya, Kak?" bujuk Elsa dengan nada yang sedikit memohon

"Boleh, dong! Tapi ...." Ucapan menggantung dari Kenan itu berhasil membuat Kedua gadis di hadapannya penasaran.

"Jangan dikasih saus ataupun sambal. Sama sekali tidak boleh, ya!" Kenan tersenyum.

"Yah rasanya ambyar, dong, Kak!" Dira mulai cemberut.

"Kalau maunya pakai saus dan sambal, mending enggak usah! Hayo, pilih yang mana?" Kenan tersenyum penuh kemenangan ketika melihat adiknya menampakkan wajah sedikit kesal ke arahnya.

"E–eh, iyaudah, deh. Iya enggak pakai saus dan sambal!" Dira terlihat bete.

"Hahahah!" Elsa dan Kenan langsung tertawa ketika melihat ekspresi wajah Dira.

"Gimana kalau kakak yang beli bakso? Kalian ngobrol saja. Kan pasti lagi kangen-kangennya tuh kalian berdua," ledek Kenan sembari menaruh mangkuk bubur di atas meja.

"Nah, boleh banget, tuh! Kebetulan aku mager, hehe." Elsa memperlihatkan cengirannya.

"Dasar kamu, El!" Dira ikut tertawa.

"Ya sudah. Kakak turun dulu, ya." Kenan pamit sembari mengambil dompetnya dan ke luar ruangan.

Elsa langsung menatap ke arah Dira. Ia langsung membuka laci rumah sakit.

"Loh, kok ada–"

"Ssth! Aku sengaja menyembunyikannya di sini. Lumayan kan buat nyemil, hehe. Pasti kau rindu makan ciki, 'kan?" Ia mengeluarkan sebuah bungkusan ciki besar dan tersenyum ke arah Dira.

Dira ikut tertawa mendengarnya. "Lumayan kangen, sih. Boleh coba?"

"Boleh!" Elsa membukakan bungkusnya.

"Oh iya, El, kau tidak sekolah?" tanya Dira sembari meraup cikinya.

"Ssth! Tau tidak? Aku bolos demi dirimu, hehe." Elsa menggaruk tengkuknya sembari memperlihatkan dua jari sebagai tanda peace. Karena sejatinya baru kali ini dia bolos tanpa ada keterangan ke pihak sekolah.

"Wah, kau bandel!" Dira ikut tertawa.

"Enggak apa-apa. Demi seorang sahabat." Ungkapan Elsa itu membuat Dira langsung tersenyum hangat. Ia pun mulai memperlihatkan butiran air di kelopak matanya.

"Elsa, terima kasih." Dira spontan memeluk sahabatnya itu.

Elsa mengangguk menahan tangisnya juga.

Ceklek ....

"Ah! Ini ya namanya sahabat sejati?" Ungkapan Paul diselingi dengan sebuah tangis haru.

Dira dan Elsa langsung menoleh. Mereka tertawa malu ketika sudah banyak orang datang ke ruangannya.

"Lo semua ngapain ke sini?" tanya Elsa sembari menghapus air matanya.

"Ya mau jenguk Dira lah!" sahut Hilmi sembari duduk di sofa.

"Loh, memang enggak dimarahi sama Bu Jinda? Sekarang jadw pelajaran beliau, 'kan? "tanya Elsa dengan heran.

Bagi anak SMAN Utama, Bu Jinda adalah sosok guru yang sangat disiplin dan tepat waktu. Ia tidak akan memberi izin apapun untuk anak muridnya jika masih jam pelajaran. Kecuali keadaannya sudah sangat darurat.

"Ini Bu Jinda ikut, kok." Muhzeo minggir dan memperlihatkan seorang guru berbadan ramping tengah menatap Elsa. Bu Jinda nampak tersenyum manis dengan maksud menyindir ketidakhadiran Elsa saat jam pelajarannya berlangsung.

Elsa membelalakkan matanya. "Astaghfirullah, e–eh, Masya Allah, Ibu. Duh, saya jadi tidak enak begini. Biasanya kan saya tidak pernah Absen, ya, Bu? Jadi jangan hukum saya sekali saja, ya, Bu. Ibu pasti pernah merasakan punya sahabat, 'kan? Nah, tadi saya sangat khawatir dengan Dira. Kalau tidak percaya, tanya saja deh sama kakaknya Dira." Elsa nampak cengengesan sembari menggaruk tengkuknya.

"Iya tidak apa-apa, Elsa. Ibu bisa memaklumi, kok. Lain kali izin, ya." Respon positif dari Bu Jinda membuat Elsa tak percaya. Ia tersenyum senang.

"Ah, Ibu baik sekali!"

"Tapi kerjakan tuntas buku PR bab 3, ya! Jangan lupa nanti kamu jelaskan isi materinya di depan semua teman sekelasmu," improv Bu Jinda yang langsung membuat Elsa lemas seketika.

"Ya Allah, Ibu .... " Semua yang hadir di sana tertawa mendengar hukuman halus yang diberikan Bu Jinda.

"Sudah-sudah! Ibu hanya bercanda saja, Elsa. Jangan diulang, ya!" Bu Jinda tersenyum hangat ke arahnya.

"Alhamdulillah, Bu. Terima kasih banyak." Elsa mulai terkekeh kembali.

"Assalamualaikum." Seorang perempuan masuk dengan santainya.

Wanita itu adalah Dahlia. Ia tersenyum manis ke arah semua orang yang berada di dalam ruangan. "Maaf telat. Tadi ada sedikit kendala di perjalanan," ujarnya sambil terkekeh.

"Bu polisi, terima kasih banyak! Aku sudah mendengarkan semua ceritanya dari Kak Kenan." Dira tersenyum sembari merentangkan kedua tangannya sebagai tanda ingin memeluk Dahlia.

Dahlia tersenyum dan mengangguk perlahan. Ia membalas pelukan hangat dari Dira.

"Sama-sama. Jangan panggil Bu, dong! Tua banget aku kayaknya." Dahlia terkekeh sambil mengelus puncak kepala milik Dira.

"Sehat terus, ya, Dira," ujar Dahlia.

"Terima kasih, Kakak polisi yang cerdas! Tanpamu ... aku enggak tahu deh akan jadi apa." Ucapan Dira langsung disetujui oleh semua yang ada di dalam ruangan.

"Berterima kasihlah kepada yang di atas. Aku hanya sebagai perantara saja." Selain cantik, cerdas, dan bijak, ternyata Dahlia juga memiliki pribadi yang rendah hati dan religius.

Kami sama-sama mendapati haru yang begitu besar. Dan tentunya pengalaman yang begitu berharga.

"Oh iya, Dir, udah tau belum kalaul o kepilih jadi OSIS?" Pertanyaan Paul langsung membuat Dira membelalakkan matanya.

"What? Seriously?! Masya Allah!" Dira menangis lagi sembari mengucapkan syukur banyak-banyak.

"Cie, bau-bau calon ketos-waketos, nih," ledek Hilmi sembari menyenggol bahu Dira.

"Yeuh ... baru juga masuk!" Dira menanggapinya dengan sebuah tawa.

"Oh iya, aku mau ke kantin dulu. Permisi," pamit Dahlia seraya tersenyum dan meninggalkan ruangan.

"Eh iya, gua juga mau ke kamar mandi dulu, ya." Hilmi menepuk bahu teman-temannya dan segera pergi ke luar ruangan.

Sebenarnya bukan alasan ingin ke kamar mandi yang membuat Hilmi ke luar. Namun, ada sebuah tugas negara yang harus segera diselesaikannya.

Ia mencari-cari keberadaan seseorang dan mendapati orang tersebut tengah terduduk di salah satu kursi kantin. Ia sedang asik minum jus dan juga melahap kentang goreng.

"Eum, hai! Boleh gabung?" Sapaan dari Hilmi berhasil membuat orang tersebut menoleh.

"Oh, hai! Silakan." Dahlia tersenyum manis ke arah Hilmi dan sedikit menggeser duduknya.

Hilmi membalas senyuman indah itu. "Gua boleh ngomong sesuatu?" tanya Hilmi tanpa sebuah basa-basi.

"Ngomong aja enggak apa-apa," sahut Dahlia.

"Gua suka sama lo!"

"Uhuk-uhuk!" Ucapan Hilmi yang begitu cepat terdengar sangat mengejutkan.

"E–eh, minum dulu. Maaf kalau bikin lo kaget." Hilmi berupaya menepuk-nepuk pelan punggung Dahlia.

"G–gua mau lo jadi pacar gua, Bu polisi."

"Hm, pacar, ya?" Dahlia nampak terkekeh setelah menekankan kata pacar.

"Gini, Hil .... " Dahlia menatap mata Hilmi dengan intens.

"Tugas gua sudah selesai. Saatnya gua untuk pindah tugas. Emang lo bisa bertahan di saat gua pergi jauh dari lo?" Pertanyaan Dahlia berhasil membuat Hilmi tersenyum lagi.

"Lo gak tau? Seumur-umur gua baru ngerasain yang namanya suka sama lawan jenis. Dulu gua pikir gua gay, tapi ternyata gua salah. Gua suka sama perempuan. Cinta malah! Dan perempuannya itu lo! Cuma lo, Dahlia." Ungkapan Hilmi itu nyata dan sangat sesuai dengan fakta.

"Gini aja, Hil .... " Dahlia memberikan sebuah kartu nama.

"Ini kartu namaku. Aku biasa tinggal di sini bersama keluargaku. Kalau kamu berniat untuk serius denganku, kutunggu kedatanganmu untuk 7 tahun yang akan datang." Dahlia memperlihatkan wajah seriusnya.

Hilmi tersenyum bahagia. Namun, sedetik kemudian ia mulai menghela nafas berat. "Jadi lo nolak gua?"

"Kalau lo kuat buat LDR dan saling bangun kepercayaan, kenapa enggak?" Dahlia terlihat tersenyum kembali.

"Love you, Bu polisi!"

To be continued ✨
Hihiw. Cie seneng cie seneng! Alhamdulillah, aku bisa update cepat karena waktu lagi longgar dan otak sedang 4G banget, nih, hehe. Terimakasih sudah menjadi pembaca setia Bisikan Mereka! Btw, yang diam-diam suka sama Hilmi, jangan potek, ya, hehehe. Nantikan kelanjutannya ✨

Продолжить чтение

Вам также понравится

8.4K 1.7K 22
Femila merupakan gadis miskin yang serba kekurangan, sifatnya yang urakan sudah menjadi ciri khas dirinya, namun apa jadinya jika tiba-tiba dia terba...
RASAT raasala

Ужасы

78.5K 4.1K 42
Dia hilang sejak satu tahun yang lalu dan sekarang kembali untuk menyelesaikan semuanya yang belum sempat terselesaikan. Dendam yang mendalam. "A-aku...
69.5K 9.6K 55
Tak ada yang paling mengerikan selain suara jeritan permintaan tolong di saat mereka sudah hampir di ambang Kematian. Bisikan-bisikan itu membuatku t...
99.6K 4.7K 38
Kenapa sulit sekali untukku melihat masa depanku? Aku bisa melihat masa depan orang lain yang berputaran dengan rizeki, jodoh, bahkan kematian. Lalu...