Assassin

Bởi Irie77

116K 15.2K 5.1K

Valen Trish tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah. Mimpinya menjadi seorang ksatria pelindung hanc... Xem Thêm

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Epilog Part 1
Epilog Part 2
Chapter Bonus

Chapter 29

2.3K 363 154
Bởi Irie77

Aku melaju dengan kudaku bersama dua puluh pasukanku. Ini adalah perjalanan lanjutan setelah kami menggeledah hutan dan goa yang biasa mereka tempati namun goa itu ternyata sepi dan kini tujuanku adalah distrik Rivira, tempat kediaman Sarah. Namun sebelum itu, aku meminta sebagian dari pasukanku untuk bersembunyi agar mereka mengira bahwa aku hanya datang seorang diri.

Hari menjelang malam ketika aku sampai di distrik Rivira, wilayah ini begitu sepi dengan suasana yang masih asri. Angin yang berhembus dingin takan menggoyahkan hatiku untuk berhenti dan aku masih tetap melaju hingga akhirnya aku sampai di sebuah rumah kecil yang sudah kukenal.

Ketika aku sampai di halaman rumah, seseorang sudah melompat untuk menyerangku entah dari mana. Jika saja aku terlambat menghindar mungkin leherku sudah terpisah.

"Penghianat!"

Aku menatap sosok yang barusan berserapah yang ternyata adalah—Zealda. Ia menatapku tajam sambil menggenggam belatinya.

"Apa maksudmu?" sahutku dingin.

"Jangan berpura-pura tidak tahu apa-apa. Kau memberitahukan keberadaan kami pada putra mahkota bukan? Kau sekarang bekerja sama dengannya untuk menangkap kami? Sekarang bebaskan Aleea atau kau tidak akan kembali ke istana dengan selamat!"

"Tunggu!" Mataku menyipit. "Kenapa kau berpikir bahwa aku melakukan hal itu?"

"Menurutmu?" tantangnya.

"Kedatanganku kesini justru ingin membawa si penghianat itu untuk diberi pelajaran," tegasku. "Dimana Sarah?"

Zealda terdiam sejenak sebelum berkata, "Apa hubungannya dengan Sarah?"

"Karena dia yang memberitahukan tentang Velian pada putra mahkota."

"Jadi kau bermaksud untuk melempar kesalahamu pada orang lain?"

"Zealda, jadi sekarang kau lebih mempercayainya?" Aku menggeleng tak percaya. "Jika aku yang melakukannya, aku tidak akan berani untuk datang kemari. Tapi lihat! Aku justru kemari karena aku tahu siapa dalang dibalik semua ini dan—"

Sebuah anak panah menyerempet lenganku dan menancap di tanah, beruntung sekali aku memakai armor.

"Liz?"

"Valen, aku tidak menyangka kau akan setega itu pada kami," ujarnya sambil menarik busurnya lagi. "Kami semua sangat mempercayaimu tapi kenapa kau malah berniat menangkap kami?"

"Liz, semua ini hanya salah paham! Aku sama sekali tidak pernah memberi perintah untuk menangkap kalian, atau bahkan memberitahu putra mahkota tentang kalian. Jika aku ingin melakukannya, aku pasti sudah lama melakukannya. Atau bahkan jika aku sudah berniat untuk menangkap kalian dari awal, mungkin aku sudah menangkap kalian sejak kalian menyamar menjadi pelayanku!"

"Baiklah, jika kau tidak bermaksud untuk menangkap kami, bebaskan Aleea sekarang juga!"

Aku termangu seketika. Bagaimana caranya aku mengatakan pada mereka bahwa Aleea telah dihukum mati?

"Aleea..." ucapanku menggantung sejenak sambil mengeluarkan bingkisan berisi peti dimana kepala Aleea tersimpan baik. "Aku sudah bersumpah padanya, aku akan menangkap orang yang berani menjebaknya dan membuatnya tertangkap." Aku menatap peti itu lekat sebelum melanjutkan, "Dimana Sarah? Aku harus menangkapnya."

"Jadi—maksudmu Sarah yang memberitahu putra mahkota tentang kami? Tapi...bagaimana bisa?" Liz masih terlihat tak percaya.

"Aku melihatnya sendiri bagaimana dia menemui putra mahkota. Dia...hanya bermaksud membuat putra mahkota cemburu dan memberitahukan hubunganku dengan Velian. Ketika putra mahkota marah, ia bersumpah untuk menangkap Velian. Sarah pastinya sudah tahu bahwa Velian dalam bahaya dan untuk menyelamatkan Velian, Sarah mengorbankan Aleea dan membuat Aleea terjebak saat penyergapan itu terjadi tapi parahnya, Sarah meyakinkan putra mahkota bahwa Aleea yang sudah tertangkap itu adalah Velian."

"Apa kau punya bukti yang kuat?" Zealda kembali bersuara dengan nada curiga sementara aku menatapnya lekat.

"Aku memiliki saksi bahkan aku mendengar sendiri pembicaraan mereka," jawabku jujur dan yakin.

"Lalu...bagaimana keadaan Aleea sekarang?" tanya Liz antusias. "Kau pasti bisa membebaskannya kan?"

Aku menelan ludah dan tertegun dengan rasa takut. "Aleea...ada di sini," jawabku sambil menunjukkan peti yang kupegang.

Zealda dengan sigapnya langsung merebut bingkisan di tanganku dan membukanya bersama Liz, sementara aku sudah memalingkan wajahku dengan tertunduk takut dan sedih. Dan benar saja, Liz langsung menjerit sementara Zealda menatapnya nanar.

"Valen, Aleea..." ucapan Zealda menggantung.

"Aku...tidak pernah menginginkan hal ini terjadi pada Aleea. Semua ini diluar kuasaku," gumamku parau. "Maaf karena aku tidak bisa melindunginya."

Kulihat Liz mulai meracau sambil meremas rambutnya dan terduduk di tanah.

"Kumohon jangan keluar! Lavina tidak boleh tahu! Komohon Lavina jangan sampai tahu!" Ia terus meracau seolah-olah sedang menahan sesuatu dalam dirinya. "Dia bisa marah dan membunuh siapa saja!"

Aku segera menenangkan Liz sebisaku tapi ia tidak mau diam seperti orang kerasukan. Aku tahu, ia sedang menahan Lavina sekuat tenaga agar tidak menggantikan dirinya.

"Jika kau ingin menangkap Sarah, pergilah ke danau di dekat hutan," ujar Zealda dengan nada dingin seperti menahan geram. "Biar aku yang mengurus Liz."

"Tapi Zealda, aku tidak bisa meninggalkan Liz dalam keadaan seperti ini dan..."

"Pergi!" bentaknya. "Penuhi sumpahmu pada Aleea."

Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya melesat pergi meninggalkan Zealda dan Liz. Aku memberi aba-aba pada pasukanku agar segera mengikutiku sembunyi-sembunyi dan mereka menaatiku dengan patuh.

Danau dekat hutan, ya aku melihatnya. Tempatnya tak begitu jauh dari wilayah penduduk dan tempat ini begitu sepi tapi aku melihat dua sosok berada di sana, Sarah dan Velian. Aku mencabut pedangku dan melesat langsung kearah Sarah yang sedang lengah dan sialnya pedangku ditahan oleh pedang lain. Butuh waktu untuk menyadari bahwa yang sedang menahan seranganku adalah Velian.

"Valen?"

"Menyingkirlah," sahutku dingin.

Bukannya menyingkir, Velian justru menyerangku balik meskipun serangannya tidak bermaksud untuk melukaiku.

"Ada apa denganmu?" tanyanya.

"Kenapa? Apa kau juga berpikir bahwa aku bekerja sama dengan putra mahkota untuk menangkap kalian?" jawabku dengan pertanyaan sinis.

Velian mengerutkan kening dengan ekspresi dingin khasnya lalu bergerak dengan sangat cepat memutar tanganku ke belakang dan mengunci pergerakanku. Aku berusaha melawan untuk melepaskan diri tapi tangannya terlalu kokoh.

"Aku datang kemari untuk menangkap Sarah!" semburku. "Dia yang memberitahu hubungan kita pada putra mahkota dan menjebak Aleea, lalu meyakinkan putra mahkota bahwa Aleea adalah kau!"

"Aku tahu kau membenciku tapi aku takan membiarkanmu menuduhku seperti itu!" tepisnya.

"Velian tolong lepaskan aku. Biarkan aku menangkap gadis itu untuk melakukan tugasku," pintaku pada Velian.

"Velian, aku tidak melakukan apa yang dia tuduhkan." Sarah berusaha membela diri.

Aku tidak ingin berdebat terlalu lama, yang perlu kulakukan adalah menangkapnya.

"Kalian semua keluarlah!"

Tak butuh waktu lama semua pasukanku yang bersembunyi mulai menampakkan dirinya secara serempak dan mengepung Sarah.

"Tangkap gadis itu!" titahku lagi.

"Tunggu!" Sarah terlihat panik dan takut kemudian menatapku. "Kau bahkan membawa pasukanmu kemari?"

Velian masih terdiam namun cengkeramannya semakin kuat. "Valen jelaskan padaku apa yang terjadi?"

"Aku sudah mengatakannya padamu dan aku ingin menangkap Sarah."

"Apakah perlu membawa pasukan seperti ini?"

"Jika aku datang tanpa pasukan, apa kau mengizinkanku untuk menangkapnya?"

"Velian, jangan biarkan Valen menangkapku. Dia bermaksud untuk melemparkan kesalahannya padaku, kau pasti tahu sejak awal bertemu, Valen sudah membenciku. Kau tahu bagaimana perasaanku padamu, mana mungkin aku mengambil resiko yang begitu besar seperti itu. Aku yakin dia telah bekerja sama dengan putra mahkota untuk menangkap kita."

Velian masih terdiam namun aku tahu ia tidak menggubris ucapan Sarah, ia justru terlihat seperti menungguku untuk berbicara.

"Velian, kau yang paling tahu siapa aku. Aku yakin, kau masih mengingat sumpahku padamu waktu itu. Kau yang paling tahu, bahwa aku satu-satunya orang yang paling tidak mungkin membiarkanmu tertangkap." Ya, hanya itu yang bisa kukatakan dan aku merasa lega saat Velian melepaskanku.

"Bagaimana dengan keadaan Aleea di sana?"

"Aleea...sudah tiada," sahutku singkat.

"Apa maksudmu?"

"Dia...tewas di tangan putra mahkota. Karena itu, aku ingin memenuhi sumpahku pada Aleea untuk menangkap orang yang telah menjebaknya," jawabku sambil menatap tajam ke arah Sarah.

"Kau yakin Sarah yang melakukannya?"

"Aku memiliki saksi dan aku mendengar sendiri pembicaraannya dengan putra mahkota."

"Velian, aku tidak melakukan apa yang dia katakan, sungguh!"

Pembelaan dirinya membuatku gemas dan ingin segera menyeretnya ke penjara. "Tangkap dia!"

Sarah sudah mengeluarkan pedangnya dan mencoba melawan. Dia memiliki kemampuan yang sama denganku wajar jika dia mudah untuk melawan pasukanku. Tak tahan melihatnya, aku segera melesat dan menyerangnya lagi namun Velian sudah menghalangiku.

"Minggir!"

Aku menghindari Velian dan terus berusaha menyerang Sarah. Dentingan pedang menggema di pembuka malam yang dingin. Aku tidak mengerti kenapa Velian menghalangiku tapi aku tidak peduli, siapapun yang menghalangiku aku akan tetap melawannya meskipun itu adalah Velian.

"Kenapa kau menghalangiku?" tanyaku masih tak mengerti. "Apa kau tidak mempercayaiku?"

Velian tersenyum ditengah pertarungan kami. "Jika kau menangkapnya sekarang kau pasti akan segera kembali ke istana bukan? Valen, aku percaya padamu. Aku...hanya ingin melihatmu lebih lama. Bolehkah aku menahanmu sebentar saja untuk mengobati rinduku? Dengan cara bertarung seperti ini juga tidak apa-apa, asal aku bisa bersamamu lebih lama. Menatap wajahmu bersama pedangmu."

Aku terdiam sejenak menatapnya. Kalimatnya membuat hatiku menghangat dan mungkin saat ini wajahku tersipu dengan rona yang memalukan. Jika dipikir-pikir selama pertarungan singkat tadi, Velian memang tidak memperhatikan seranganku. Ia hanya menatap wajahku dan menangkis seranganku hanya dengan insting bertarungnya.

Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padanya karena aku juga merindukannya. Memastikan bahwa ia baik-baik saja sudah cukup membuatku lega. Aku bersiap menyerangnya lagi dan melesat kearahnya sementara Velian hanya tersenyum sambil menangkis seranganku. Meskipun pedang kami berdenting dengan garang, tapi pertarungan kami begitu lembut tanpa saling melukai. Aku tidak menyangka bahwa kami akan melepas rindu dengan cara seperti ini.

Pertarungan kecil kami membuatku terlena hingga tubuhku tersentak kaget saat Velian menghantam tanganku dengan keras dan pedangku terlepas. Meskipun keras tapi tidak terlalu sakit karena ia menghatam di bagian armor yang melindungi tanganku, dia hanya membuat pedangku terlepas lalu menjatuhkan pedangnya sendiri dan menciumku.

Aku memeluknya perlahan dan ia merengkuhku semakin erat. Ciumannya begitu memabukkan hingga aku menginginkan lebih. Aku tersadar bahwa masih ada sedikit efek obat yang tertinggal di tubuhku, bayangan Erick dan malam itu muncul dalam benakku seketika. Aku mendorong tubuh Velian dengan kuat diselimuti perasaan bersalah dan rasa benci pada diriku sendiri. Ia terhuyung beberapa langkah dan menatapku bingung.

"Valen?"

Rasa bersalah yang menjelma menjadi rasa takut membuatku tidak berani menatapnya. "Maaf Velian, sepertinya aku harus segera pergi."

"Kau...baik-baik saja?"

"Aku baik saja-saja," sahutku sebisanya.

"Tidak. Kau sedang dalam keadaan tidak baik," ujarnya tak percaya. "Katakan padaku, ada apa?"

"Sudah kukatakan aku tidak apa-apa. Aku hanya...ingin segera menyelesaikan urusanku, itu saja."

"Valen, kau tahu?" Velian memungut pedangnya sambil mengehela. "Entah kenapa akhir-akhir ini aku merasa tidak tenang. Ada bagian dari hatiku yang terasa sakit tanpa kutahu penyebabnya, tapi yang kutahu, pasti itu berkaitan dengan keadaanmu di sana."

"Mungkin itu hanya kekhawatiranmu saja yang berlebihan. Sepanjang hari aku mencemaskan Aleea di sana, takut jika terjadi sesuatu pada Aleea. Mungkin...tanda di tengkuk kita...menularkan kecemasanku padamu," jawabku setengah berdusta. "Saat ini hatiku merasa sakit dan juga sedih atas kematian Aleea, mungkin itu juga menular padamu."

"Putra mahkota tidak menyakitimu atau melukaimu kan?"

"Apa kau melihatku terluka? Lihat!" Aku membentangkan tangan sejenak. "Tidak ada luka sedikitpun. Kau tahu bagaimana perasaan putra mahkota padaku bukan? Percayalah, dia tidak akan menyakitiku. Satu-satunya yang membuatku terluka adalah kematian Aleea, selebihnya aku baik-baik saja, sungguh!" ujarku meyakinkan.

"Yah, mungkin kau benar." Velian menghela napas lagi.

Ia terdiam dan menatapku sejenak lalu melesat ke arah Sarah yang masih sibuk dengan pasukanku yang tangguh. Ia berhasil melumpuhkannya hanya satu serangan saja dan mengunci pergerakannya.

"Sarah, aku menyesal telah mempercayaimu. Kau benar-benar membuatku kecewa."

"Velian, aku benar-benar tidak melakukannya! Valen sendiri yang sudah bekerja sama dengan putra mahkota untuk menangkapmu!"

"Berhentilah membual!" sergahku gemas sambil memasukkan kembali pedangku.

Sarah terdiam sejenak dan mulai terisak karena takut. "Velian, maafkan aku. Aku...memang mengorbankan Aleea untuk melindungimu. Aku terpaksa melakukannya karena aku tahu kau akan ditangkap. Kau boleh membenciku atas kematian Aleea. Tapi...satu hal yang perlu kau tahu Velian." Sarah mendongakkan kepalanya dan menatap tajam ke arahku.

"Valen sudah tidak mencintaimu lagi." Ia menyeringai. "Aku...memang pernah datang ke istana untuk melihat keadaan Aleea, tapi aku justru mendengar kabar bahwa putra mahkota sedang tidak ingin diganggu bersama tuan putri. Jika Valen masih mencintaimu, dia tidak akan bercinta dengan putra mahkota pada malam itu."

Aku sudah tidak bisa menahan tanganku untuk tidak menamparnya dengan kasar. "Kau!"

"Kenapa? Kau marah?" Sarah terkekeh frustasi. "Kau takut jika Velian mengetahui hubunganmu dengan putra mahkota?"

Aku bungkam dengan tangan bergetar. Rahasia yang sedari tadi kututupi dari Velian, akhirnya terbongkar dari lisannya dengan wajah penuh kemenangan.

"Valen, penghianatan terbesarmu pada Velian adalah saat kau menghabiskan malam bersama dengan orang lain di kamar yang sama, di ranjang yang sama, di bawah selimut yang sama," lanjutnya menyeringai.

Dan sialnya, aku tidak bisa menampik ucapannya barusan. Tanganku berkeringat di tengah udara yang dingin. Aku bisa merasakan tatapan Velian melekat ke arahku seakan-akan menuntut jawaban.

"Bawa dia," titahku dingin pada pengawal yang sudah mengikatnya berkat bantuan Velian.

Sarah meronta dan berusaha memberontak sampai-sampai dia harus di seret tanpa ampun dan memasukkannya kedalam kereta dengan jeruji besi.

"Velian tolong jangan biarkan Valen membawaku!" teriaknya. "Hanya aku satu-satunya di dunia ini yang mencintaimu! Kau akan menyesal jika membiarkan mereka membawaku pergi!"

Kereta jeruji mulai melaju ketika Sarah masih meracau histeris.

"Velian!" Sarah terus memanggil-manggil Velian hingga suaranya menghilang ditelan jarak.

Kini tinggal kami berdua yang masih berdiri tegak dalam diam hingga akhirnya Velian membuka suara.

"Rasa sakitnya datang lagi," ujarnya lalu menghela napas. "Rasa sakit yang sama seperti yang kurasakan akhir-akhir ini. Dari tadi aku berusaha mempercayaimu bahwa rasa yang membuatku tidak tenang ini mungkin ada kaitannya dengan Aleea. Seperti katamu, kau terluka atas kematiannya dan kau menularkannya padaku. Kematian Aleea memang menyakitkan, tapi...rasa sakit yang paling membuatku terluka adalah saat kau tidak menampik ucapan Sarah barusan. Valen, tolong katakan sesuatu padaku."

Aku hanya membelakanginya tanpa bisa menjawabnya, sementara Velian masih terdiam menunggu kalimatku. Hal yang ingin kuhindari saat ini adalah ekspresi kekecewaanya, karena itu aku tidak berani menatapnya.

"Valen yang kutahu, ia akan menampik ucapan-ucapan jelek tentang dirinya jika itu memang tidak sesuai dengannya. Dia akan berdebat atau bahkan bertarung mati-matian demi mempertahankan kebenaran dirinya. Tapi kenapa...hari ini kau tidak menampiknya sedikitpun? Apa itu berarti...benar?"

Aku masih terdiam cukup lama, mengumpulkan keberanian sebanyak mungkin untuk mengatakan sesuatu.

"Valen jawab aku!"

Tubuhku tersentak ketika ia berteriak dengan nada tinggi.

"Maafkan aku." Kalimat pertamaku akhirnya keluar begitu saja sebelum melanjutkan, "Aku tidak menampiknya karena yang Sarah ucapkan memang benar."

"Lihat aku!"

"Aku tidak berani," sahutku. "Aku tidak sanggup melihatmu yang menatapku kecewa."

"Valen lihat aku." Kali ini nadanya melembut sambil membalikkan tubuhku hingga kami saling behadapan lalu menngangkat wajahku agar mata kami sejajar. "Katakan padaku yang sebenarnya."

Aku menatapnya lekat dengan hati teriris. Mataku memanas dan basah namun aku berusaha menahan diri agar air mataku tidak menetes.

"Velian, semua yang kau dengan hari ini memang benar. Aku melakukannya dengan putra mahkota malam itu. Aku memang menyerahkan diriku padanya dengan harapan bahwa aku bisa melindungi Aleea, melindungimu, Zealda dan juga Lavina." Aku merasa lega kalimatku keluar begitu saja tanpa hambatan. "Sebagai kekasih, mungkin aku memang sudah menghianatimu. Tapi sebagai Shiera-mu, aku masih berpegang teguh pada sumpahku."

"Valen, ini untuk pertama kalinya aku tidak bisa mempercayaimu," ujarnya. "Yang kutahu, kau bukan seseorang yang mudah menyerahkan diri, kau juga bukan gadis yang mudah ditaklukan oleh orang lain. Bahkan saat pertama bertemu denganku sekalipun, kau berusaha mati-matian melawanku meskipun kau tidak mampu. Tapi kenapa?" Velian mengepalkan jemarinya. "Aku yakin, itu bukan keinginanmu. Kau tidak akan menyerahkan dirimu semudah itu!"

"Itu sudah tidak penting lagi!" sergahku dengan nada sedikit tinggi. "Itu sudah tidak penting lagi." Aku mengulang kalimatku dengan nada melemah. "Velian, sejak peristiwa malam itu, aku bukan milikmu lagi. Meskipun aku tidak menginginkannya, itu tidak akan merubah kenyataan yang sudah terjadi. Mulai sekarang, hubungan kita hanya sebatas Shirea dan tuannya, tidak lebih dari itu."

Velian hanya terdiam sementara aku bersiap melanjutkan kalimatku dengan segenap luka di hatiku.

"Velian aku baru ingat, waktu itu aku hanya bersumpah untuk menjadi ksatria yang mengabdi untuk melindungimu, bukan untuk menjadi kekasihmu atau semacamnya. Maaf kalau selama ini aku tidak menjalankan sumpahku dengan baik karena telah berani mencintaimu. Tapi mulai sekarang..." Aku bertekuk lutut di hadapannya. "Aku akan menjalankan sumpahku dengan benar, sebagai Shirea yang memang dilahirkan untuk melindungimu."

Tanda Shirea di tengkukku terasa hangat dan seperti mengalirkan sebuah kekuatan, dan sepertinya...dia juga merasakan di tengkuknya sendiri.

Velian tertawa hambar. "Tanda di tengkukku merespon sumpahmu, sama persis ketika kau bersumpah untuk pertama kalinya. Sepertinya...kau memang ditakdirkan hanya sebagai pelindungku."

"Velian...bukan, maksudku...yang mulia." Ya, seharusnya aku memangggilnya seperti itu. Pada saat itu Velian memang memintaku untuk tetap memanggil namanya untuk menutupi identitasnya, hingga akhirnya aku melupakan kenyataan bahwa dia adalah seorang pangeran yang sah keturunan raja Victor. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaga identitasmu dan menjamin bahwa identitasmu tidak akan bocor pada sembarang orang kecuali yang memang sudah mengetahuinya. Lavina dan Aleea juga diam-diam mengetahuinya, tapi untuk Zealda kurasa masih belum tahu karena aku sudah meminta Lavina untuk menjaga rahasia ini."

"Valen..."

"Aku akan berusaha sebisaku untuk membantumu dan mendukungmu hingga tiba saat-saat dimana kau mendapatkan kembali tahta yang sudah menjadi hak mu."

Velian kembali menarik napas namun kali ini terdengar berat seperti ia sedang menahan sesuatu. "Baiklah, jika itu maumu. Tidak masalah jika sekarang kau mengangggapku sebagai tuanmu."

Air mataku menetes satu dalam diam. "Kalau begitu, izinkan aku pergi. Aku harus kembali ke istana dan menajalan tugasku."

"Pergilah," sahutnya sementara aku hanya mengangguk patuh dan segera beranjak dari tempatku.

Langkahku terasa berat saat meninggalkan Velian. Aku berusaha menahan air mataku sebisa mungkin tapi sialnya satu tetes berhasil keluar. Langkahku terhenti saat sepasang tangan merengkuhku dari belakang. Aku tidak berani bergerak saat pelukannya semakin erat.

"Yang mulia?"

"Persiapanku sebentar lagi selesai," bisiknya. "Bertahanlah sebentar lagi. Ketika aku mendapatkan tahtaku kembali di istana, kau harus patuh padaku termasuk jika aku memintamu menjadi istriku."

"Tapi..."

"Disaat itu tiba, kau tidak boleh melawanku atau aku akan benar-benar menghukummu dan menyiksamu sampai kau memohon belas kasihku."

Aku tidak mengerti apa yang terjadi padanya, tapi aku merasa ada yang berubah. Pelukannya terasa posesif dengan aura yang mengerikan. Entah kenapa aku merasa...setelah aku memperlakukannya sebagai pangeran, sikapnya hampir mirip seperti Erick. Memaksaku dengan kekuasaan dan berusaha memilikiku dengan ancaman.

"Satu hal lagi Valen," lanjutnya. "Berhubung kau sudah sadar bahwa aku seorang pangeran, seharusnya kau tahu bahwa tidak ada yang tidak bisa kudapatkan termasuk mendapatkan dirimu kembali. Aku akan membuatmu hanya menginginkan diriku."

_______To be Continued_______

Akhirnya bisa up.. ^^ Makasih banyak buat kalian yang sudah sabar menunggu.. ^^

Jangan lupa tinggalkan jejak dan makasih banyak buat supportnya.. ^^

Maaf kalo ada yang typo dsb.. T_T

Salam Fantasy, by Indah Ghasy

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

10.2K 1.2K 46
"Mereka menembak saudariku, ayahku, ibuku, para pelayan setiaku, dan aku sendiri." Tsarevich Alexei Nikolaevich - [Juli 17, 1918]. . [Fiksi-Sejarah M...
310K 73.8K 36
"Bahkan walau jiwa gue dirobek berkeping-keping, gue bakalan mastiin lo bisa pulang." Pasca melihat ibu kandungnya sengaja bunuh diri di depannya unt...
34.8K 7.5K 51
[ Daftar Pendek The WattysID 2021 - Nominasi Pemenang ] Gadis itu sudah mati, pria itu masih hidup. *** "Jadi, Anda ini apa? Anda semacam dewi? Pe...
1.8M 55.5K 13
Highest rank #1 in Fantasy The Land of Wind Series #1 VERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY (18+) Chao Xing tidak pernah menganggap jika dir...