Awareness: Is (not) The Ending

Galing kay Ciciliaa03

17.6K 1.1K 79

-[COMPLETED] -[TAHAP REVISI] - BEBERAPA PART DI PRIVATE (TERMASUK ENDING, EPILOG, EXTRA PART MENGHINDARI CO... Higit pa

Prolog
1. New Class
2.Poetry
3. Doubtful
4. Do you love me?
5. Sympathy, Empathy or Love?
7. It's the answer?
8. Darkness(1)
9. Darkness(2)
10. New Boyfriend
11. Give and Take
12. Jealous
13. Distance
14. bestfriEND?
15. Where Are you?
16. It's happiness?
17. bestfriEND, again?
18. Langit Jingga
19. Seleksi
20.Selingkuh?
21. OMG! My First Kiss!
22.Accident
23. Menyesal
24. The Car?
25. Reality
26. Pemilik Hati
27. Goodbye
Epilog
EXTRA PART #1
EXTRA PART #2
About Sequel
XXX

6.Consensus

367 36 1
Galing kay Ciciliaa03


Setelah pertengkarannya dengan Tomi sore tadi, sebenarnya dia sama sekali tidak tidur. Dengan satu tangan dia meraih handphone yang terletak di nakas samping tempat tidur, mengetikkan sesuatu untuk Ghina tak berapa lama gadis itu langsung membalas.

Beberapa menit Stevi berdiam diri di kamar, terdengar suara derap langkah kaki perlahan mendekati kamarnya, knop pintu kamar terbuka. Seseorang menyembulkan kepalanya dan tersenyum.

"Hai!" Sapanya lalu mendekati Stevi yang masih berdiam diri di ranjang hanya saja sekarang posisinya sudah duduk bersandar pada bantal.

"Makasih udah dateng kesini Ghin," balas Stevi.

"So, ada apa nih? Sedih mulu ah," Tukasnya sambil mencubit pipi kiri Stevi. Ghina adalah sahabat kedua nya setelah Nata, tak pernah ada yang dia sembunyikan dari gadis itu begitupun sebaliknya. Ghina juga bisa dengan leluasa masuk kedalam rumah karena memang rumah nya yang selalu terbuka untuk Ghina dan satpam kompleks yang telah mengenal baik Ghina.

"Gue disuruh pindah ke Jogja." Stevi mulai bercerita, Ghina merespon dengan memutar kedua matanya. Tidak satu kali dua kali Stevi mengatakan hal ini.

"Dan tadi, Papa bener bener marah sama gue," lanjutnya.

Ghina sedikit membelalakkan matanya, dia membenarkan posisi duduk menatap Stevi. Mulai tertarik dengan permasalahan sahabatnya ini.

"Papa mau gue disana karena setelah itu gue bakal ditunangkan sama anak sahabatnya," ucapnya melemas.

Ghina mengangguk-angguk mengerti, "kenapa nggak lo terima?"

Stevi menatap Ghina tak percaya, "lo?"

Ghina melebarkan senyum, memperlihatkan deretan giginya yang terususun rapi. "Om Tomi nggak mungkin ngasih anak semata wayangnya ke cowok yang nggak baik-baik, right?"

Stevi menghela napas, dia tidak mengerti mengapa Ghina malah setuju dengan Tomi. "Gue kan nggak tahu dia kayak gimana, kepribadian kayak gimana, lo tahu sendiri gue selektif Ghin.."

"Ya justru itu lo harus kesana, biar kenal sama dia." Jawab Ghina.

"Terus gue campakkin Seza gitu?"Tanya Stevi sedikit kesal.

Ghina diam. Dia baru menyadari bahwa Stevi tengah menjalin hubungan dengan Seza. "Mau lo gimana?"

"Ya.. Gue tetap disini sampai lulus gue nggak mau pake acara jodoh-jodohan segala. Kalo jodoh pasti dengan sendirinya nemuin jalan buat bersatu kan? Bukannya malah dipaksa untuk menyatu."

"Bilang kayak gitu ke bokap lo." Ucap Ghina. Percuma saja jika Stevi mengeluh padanya seperti ini bukan ke Tomi ayahnya.

"Udah Ghin, gue capek debat mulu sama papa. Sampai akhirnya kemarin kita bikin kesepakatan." Ucap Stevi, sebenarnya yang menjadi puncak masalah ada dikesepakatannya yang dibuat dengan Tomi.

"Kesepakatan apa?" Tanya Ghina.

"Kalo mau tetap disini syaratnya gue harus lolos seleksi olimpiade sampai tingkat provinsi. Kalo enggak, ya... gue ke Jogja."

"Dan begonya gue nggak yakin kalo gue bisa lolos." Ucapnya pesimis. Dia meragukan kemampuannya sendiri.

Ghina memegang kedua bahu Stevi. "Gue doain lo berhasil," Yakinnya.

Stevi menghela napas, penentuan kelanjutan hidupnya bergantung pada olimpiade ini.

"Fighting! Ini demi lo dan orang yang jadi alasan lo bertahan disini." Ucap Ghina dia mengepalkan jari tangan dan mengangkat sebagai simbol -semangat-.

Stevi tersenyum, dia memeluk gadis di depannya. Ghina benar, ini salah satu perjuangannya untuk tetap bertahan disini. Di samping orang-orang yang dia sayangi. Setelah aksi saling peluk layaknya teletubies, Ghina banyak berceloteh hal hal yang tidak terlalu penting dan konyol. Hingga Ghina menayakan suatu hal tentang Nata.

"Oh ya, Nata lagi deket sama Lena ya?" Tanyanya. Dia menjentikkan jarinya, padahal dia ingin mengatakan ini dari awal tapi baru ingat sekarang.

Stevi terdiam. Tunggu, Nata dekat dengan Lena? Dia tidak menceritakan apapun pada Stevi. Tidak, sama sekali tidak.

"Gue kurang suka sih sama dia, tapi yaudah deh. Itu hubungan mereka gue nggak bisa ikut campur," lanjutnya.

Stevi mengangguk-angguk sebagai respon singkat. Dia akan menanyakan hal ini pada Nata. Bisa-bisa nya dia mendekati gadis lain tanpa memberi tahunya. Dulu biasanya jika ingin mendekati gadis-gadis Nata meminta pendapat dari Stevi apa gadis itu pantas untuknya, apa gadis itu baik, bagaimana pandangan Stevi terhadapnya.
Ah, gue harus menginterogasi si kutukupret itu! Awas aja kalau gadis pilihan dia mirip cabe-cabean yang biasanya mangkal di malam jumat!

Ghina mulai berbaring disamping Stevi, malam ini ia menginap disini. Dan itu artinya Stevi tidak tidur sendirian. Dan untuk sekarang dia tidak perlu cemas jika terjadi pemadaman listrik.

••

Pagi hari, dua gadis itu turun dengan senyuman yang merekah di bibir keduanya. Mereka duduk untuk bersarapan dengan Tomi dan Fina. Tomi menatap lekat anak gadis semata wayangnya, lalu menghela napas lelah. Punya anak satu-satunya susah diurus.

"Papa rasa kamu betah disini ya?"

Stevi melirik kearah papanya, kemudian mengangguk. Dia mengoles roti dengan selai dan mulai menekuknya.

"Apa yang mau dipertahanin dari kota ini? Kamu tinggal melanjutkan sekolah disana lalu lulus setelah itu tunangan dengan anak sahabat papa. Sudah kelar."

Stevi meletakkan kembali roti pada piringnya, dia menatap lekat papanya.

"Alasannya adalah Stevi nggak mau ninggalin sahabat-sahabat Stevi, dan ya Stevi juga udah punya pacar pa," lirihnya.

"Tapi apa itu menjamin kalau pacarmu akan menikahimu nanti?"

Lagi dan lagi Stevi menghela nafas panjang lalu meneguk susu putihnya. Kali ini dia tidak menjawab apapun, dia hanya terus mengunyah sarapannya hingga habis daripada berdebat dengan Tomi.

"Kalau boleh mama kasih saran pa, mending Stevi nentuin pilihannya sendiri dulu." Fina menengahi perdebatan antara anak dan suaminya.

"Stevi juga masih SMA pa, dia belum mikir jauh sampai ke pertunangan apalagi pernikahan."

Stevi menengok ke arah dewi fortuna yang membantunya, dia tersenyum manis kearah Mamanya-Fina-

"Apa salah papa? Papa sudah berpikir lebih jauh untuk kebahagiaan Stevi." Bela Tomi. Dia membenarkan pilihannya.

"Tapi bahagia Stevi ada disini pa bukan di Jogja." Stevi kesal.

"Terserah. Yang terpenting kesepakatannya kalau kamu nggak lolos penyisihan tahap provinsi. Siap-siap untuk melanjutkan belajar disana."

Hampir saja Stevi tersedak akibat tidak menelan rotinya dengan tidak hati-hati, dia tidak berani memprotes apapun. Semuanya sudah bulat, Ghina pun sedari tadi hanya diam memperhatikan aksi keluarga kecil itu. Sebenarnya dia tidak enak berada diantara keluarga yang sedang memperdebatkan sesuatu apalagi dia hanya sebatas sahabat Stevi tidak ada hubungan darah apapun dengan mereka.

Setelah sarapan, Ghina dan Stevi memilih untuk pergi ke toko buku. Pergi ke toko buku adalah ide dari Stevi, dia ingin melengkapkan buku-buku tentang kimia, untung saja dengan berbaik hati Ghina mau mengantarkan sahabat malangnya itu. Mereka berdua pergi dengan mobil Ghina, tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di toko buku yang mereka maksud.

"Gue harus punya temen belajar kimia kalo kayak gini," keluh Stevi. Dia memilih-milih buku yang tersusun rapi di rak.

Ghina melirik kearah Stevi yang sedang tersenyum masam.

"Ada Nata kok tenang." Ghina menenangkan.

Stevi mengangguk, kemudian dia kembali membuka mulutnya namun tertahan karena Ghina lebih dulu membuka suaranya.

"Lo bilang aja ke Nata tentang semua ini, Seza biar gue yang urus. Lagipula, gue tahu kok pacar lo pengertian, nggak mungkin kan tiba-tiba dia cemburu buta sama Nata," ucap Ghina dengan senyumannya.

Untuk yang kesekian kali, Stevi mengangguk dan tersenyum pada sahabatnya. Saran Ghina hampir selalu menjadi jalan keluar dari permasalahannya.

••

Dengan menenteng beberapa buku dan tempat pensil, Stevi mengetuk pintu rumah Nata. Tak berapa lama, seorang wanita paruh baya keluar dengan celemek yang mengait di bajunya.

"Cari Nata? Langsung masuk aja Stev, dia ada di kamarnya. Ibu lagi masak. Takut hangus. Hehe." Ucapnya.

Stevi mengangguk dengan hormat, dia kemudian permisi untuk pergi ke kamar Nata yang berada dilantai dua. Sedangkan Hani kembali di dapur untuk merampungkan pekerjaannya yang tertunda.

"Jadi?"

Nata menutup laptop lalu menatap Stevi yang sudah duduk di karpet depan tempat tidurnya. Stevi bercerita mulai dari sebelum Nata tiba membantunya ke kamar hingga kejadian tadi pagi, Nata menatap Stevi iba tetapi beberapa detik kemudian dia tertawa keras, hampir tersedak oleh salivanya sendiri.

"Kok ketawa?" Tanya Stevi, dia mengerucutkan bibirnya.

Nata berdeham, kemudian tangannya memegang kedua bahu Stevi.

"Kenapa nolak usul Om Tomi?"

Stevi mengangkat satu alisnya

"Itu pertanyaan nggak penting," Stevi memberenggut. Lagian kenapa Nata harus bertanya alasannya menolak usul Tomi.

Nata mengangkat kedua bahunya, lalu Stevi melepaskan kedua tangan Nata yang masih bertengger di bahunya.

"Jadi?" ucap Nata, lagi.

"Bantu aku belajar ya ya ya.." Stevi berkata kemudian memasang puppy face nya. Berharap Nata luluh. Karena puppy face nya itu mampu membuat pria-pria terpesona olehnya.

Nata menutup wajah kecil Stevi, gadis itu memberontak lalu menggigit jari jari Nata yang hinggap di wajahnya.

"Ih Nata," rengek Stevi. Nata tertawa lepas.

"Abisnya muka kamu kayak apa banget Vi," ucapnya. Lalu tertawa kembali.

Stevi kembali menyerang Nata dengan memukulnya dengan buku paket yang super tebal, pria itu mengaduh dan terus menangkis serangan bertubi tubi dari Stevi.

Sesaat pintu kamar terbuka, nampak Hani -IbuNata- membawa nampan dan menyimpannya di samping tempat Nata dan Stevi duduk. Mereka berdua masih terdiam mengikuti arah nampan yang berada di sampingnya.

Kemudian, "PANCAKE!" Seru mereka berbarengan. Hani tersenyum, itu adalah makanan kesukaan mereka berdua sejak dulu.

"Ibu kenapa buat pancake sih," ucap Nata sambil mengambil alih nampannya.

"Loh ini kan kesukaan kalian berdua?" Tanya Hani.

Nata mengangguk setuju, "tapi porsi makan Stevi kan gede bu. Nanti dia malah habisin pancake ini."

Stevi melotot kearah Nata, dia mencubit lengan pria itu. Hani hanya menggeleng melihat kelakuan mereka berdua.

"Bahan masih banyak kok Nat, kalo kurang nanti ibu bikin kan lagi."

Stevi tersenyum penuh kemenangan.

"Tuh! Sini in pancake nya!!" Tangannya berusaha merebut nampan itu.

Hani menengahi mereka berdua yang masih berebut nampan, setelah negoisasi cukup panjang karena nanti Hani akan membuatnya kembali barulah kedua anak remaja itu berhenti berebut pancake dan mulai memakannya. Tak lupa dengan prinsip siapa cepat makan dia yang akan mendapat lebih banyak pancake.

••

5 April 2016

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

7.6K 179 40
Karena sejatinya manusia adalah berbagi kebahagiaan dan hal baik untuk sesama.
589K 27.8K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
115K 4.8K 7
Gadis cantik bernama NK (nama panjang kamu) sedang menonton channel TV yang dibintangi oleh CJR!, kalian pasti tahu siapa CJR itu, yap. Boyband yang...
7M 296K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...