CERPEN KU

Bởi Adwlya

226 13 2

Cerita demi cerita tertulis dalam sebuah buku cerpenku. Ada cerita tentang cinta, kasih sayang terhadap orang... Xem Thêm

Sebuah Kerinduan
Andai Bisa Terulang Kembali
Kandasnya Harapan Monica
Happy Ajalah!
Cintya
Surat Undanganmu
"Jangan Tunggu Sampai Dia Tiada."
Isabella
Biar Cinta Ini Menghilang
Kerinduan Di Penghujung Ramadhan
Berbeda Tapi Kita Akur

Indahnya Persahabatan

17 1 0
Bởi Adwlya

“ Beberapa waktu yang lalu aku merasakan kesedihan karena kehilangan seorang sahabat hati aku. Rasanya sebagian warna-warna ceria seperti pelangi di hatiku memudar ketika itu padahal sebelumnya ia begitu menyemangati hari-hariku. Setelah kepergiannya semua terasa sepi, dan ketika tirai malam mulai dibentangkan kulihat rembulan di kejauhan dengan cahayanya yang menerangi kelamnya malam ini. Seolah dia tersenyum padaku sementara aku berbisik dalam hati “Adakah kau tau rembulan kemana perginya sahabat hati aku?” sunyi … tiada jawaban kutemui.

Keesokan harinya ketika mentari pagi muncul menggantikan sang rembulan malam, aku kembali mengharap jawab atas tanyaku pada mentari “Mungkinkah kau tau mentari dimana keberadaan sahabat hati aku? Namun tak jua kudapati jawabannya.

Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan dan bulan berganti bulan berikutnya namun sahabat hati aku tak pernah kembali. Aku coba menanti namun aku lelah karena aku tau dia tak mungkin kembali. Mencoba melupakan … atau berpura-pura lupa sudah kulakukan namun rindu enggan berlalu. Ada ataupun tiada sahabat hati aku berada di dekatku rindu padanya tak pernah menjauh dariku.

Aku menulis sebuah curahan hati yang kutulis dengan pena bertinta emas yang berisi tentang rasa yang bercampur menjadi segenggam rindu yang ku kirim dan kutitipkan melalui angin malam yang selalu setia mengantar setiap cerita yang kutulis namun tak satu pun kabar yang kuterima sebagai balasan. Tak terhitung sudah berapa lembar kertas yang kutulis dan tak terhitung pula hari yang kulalui tanpa balasan kabar darinya, mungkin karena aku tak tau dimana dia berada hingga cerita yang kukirimkan padanya tak pernah sampai. Aku merasa sedih dan lelah berharap namun rindu tak mampu di halau kehadirannya. Bertahan di kota ini membuatku merasa sulit melupakan kenangan, sulit melangkah dengan beban kerinduan yang senantiasa mengusikku … pada sahabat hati aku bersama tanya yang ku simpan untuknya “Dimana dia berada?”

Sama seperti sahabat baikku ini …

“Kak kita daftar kuliah yuk!” Ajak Ary saat kami baru keluar dari ruang kerja. Aku memandang Ary sambil membuka seragam kerja dan memasukkannya ke loker. Berjalan menuju mesin pass card dan kemudian menuruni anak tangga keluar. Ary menarik tanganku supaya aku mendengarkan ceritanya dulu. Di pos security aku berhenti sambil melihat deretan paket pos yang terlihat di meja security. Ada paket untukku nggak ya?

Aku menoleh ke arah Ary yang masih berdiri menungguku sambil sesekali merapikan jilbabnya dengan wajahnya yang mengharap menunggu jawabanku.

“Kita ceritanya di pujasera aja ya.” Ajakku sembari berjalan menuju deretan Abang ojek yang mangkal di luar pagar minta diantar ke pujasera.

Empat menit sampai … tidak terlalu jauh tapi lagi mager alias malas gerak. Pujaseranya lumayan banyak pengunjungnya setelah pilih tempat duduk kami memesan makanan sesuai selera masing-masing.

“Kak, kita daftar kuliah ya.” Sekali lagi Ary membujukku sambil menunggu pesanan kami datang.

“Ry, bukannya kak Lie tidak mau kuliah. Kuliah itu butuh uang yang banyak untuk bayar SPP, uang buku, biaya ongkos dan lain-lain kakak tidak mau menyusahkan orang tua dan lagian kita sudah kerja, gimana ngatur waktunya. Kita Khan kerjanya masuk shif, satu Minggu pagi, satu Minggu sore dan satu Minggu masuk malam.” Aku berusaha menjelaskan alasanku yang keberatan untuk ikut daftar kuliah tahun ini. Aku merasa ragu untuk memulai kuliah walaupun kalau soal biaya aku bisa minta pada orang tuaku tapi aku tak ingin menambah beban mereka.

“Ya udahlah, kak Lie pikirkan aja selama satu Minggu ini sebelum pendaftaran ditutup. Oke?’ Ary tersenyum ketika makanan pesanan kami datang. Ary memesan sepiring siomay lengkap dan aku memesan semangkuk soto yang panas dan terlihat enak serta segelas es teh manis dingin! Ehmm … jadi lapar nih!

Keesokan malamnya, pukul 02.30 WIB. Saat masuk malam, biasanya jam segini adalah jam-jam mengantuk yang susah diajak kompromi. Ku hidupkan musik kecil dikantong baju seragamku tapi itu tidak berpengaruh. Tetap saja aku melihat meja di dekatku seperti tempat tidur sementara mataku sudah lima Watt.

“Kemana si Ary? Biasanya dia akan kemari mendekatiku mengambil kursi dan duduk di sebelahku sambil bercerita supaya hilang rasa mengantuknya. Mataku berkeliling mencari dia di seluruh isi ruangan yang begitu luas ini. Apa dia sakit ya? Mesin tempat aku kerja jadi ikutan macet, lampunya pada merah semua dan ada bunyinya lagi pertanda ada yang nggak beres! Mataku jadi agak terang sedikit karena kehebohan mesin di depanku ini. Seperti bunyi alarm mobil yang kurang rapat tutup pintunya tapi suaranya lebih keras.
Kucoba memperbaikinya sendiri tapi mesinnya tetap macet terpaksa ku panggil spesialis mesinnya.

“Bang, tolong dong mesin nomor 4 macet dari tadi bunyi terus.” Kataku melapor sama teknisinya.

“Pasti lagi ngantuk nih …” tebak bang Manda. Tau aja nih! Bang Manda kalau aku lagi ngantuk. Aku segera berjalan ke toilet untuk cuci muka biar mataku nggak ngantuk lagi agar semangat dan kerjaan kembali lancar.

Ary menghubungiku saat lagi off kerja. Dia mengatakan kalau dia sudah mendaftarkan namanya dan namaku sebagai calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Ary? Ya ampun! Ternyata seserius itu dia memaksaku agar kami berdua bisa masuk bangku kuliah bersama-sama. Sebenarnya aku mau kuliah karena aku bercita-cita ingin menjadi seorang wanita karir dimana nanti bila aku sudah berkeluarga aku tetap ingin bisa bekerja dan salah satu usaha yang harus aku tempuh adalah meraih jenjang pendidikan yang dapat menunjang keinginan dan cita-citaku tersebut. Akhirnya aku menuruti ajakan Ary untuk kuliah dengan syarat kami berdua akan selalu menyemangati dalam menjalani masa-masa perkuliahan.

Tibalah saatnya ospek…

Kami harus datang pagi dan tak boleh terlambat! Hari ini kami harus mengikat rambut kami dengan tiga warna pita yang berbeda karena kami memakai jilbab, aku terpaksa mengikat ujung jilbab dengan memberi pita tiga warna. Kaos kaki harus beda warna sebelah kiri warna putih dan sebelah kanan kupilih warna hitam. Hah! Kayak orang stres aja .... Satu lagi kami harus memakai nama cantik yang dibuat sendiri dari kardus yang dipotong dan ditulis nama cantik masing-masing, dikasih tali dari pita berwarna  dan digantung didada masing-masing. Dengan pakaian kaos olahraga aku turun dari angkot kemudian segera mengalungkan nama cantikku. Cantik? Ku eja nama yang tertera di situ “CEWEK MATRE” itu nama cantik yang diberikan oleh kakak senior pada saat pengarahan untuk persiapan acara ospek pada hari ini. Apa nggak ada nama cantik yang lain selain cewek matre? seperti cute girl, cewek baik atau apa yang lain? Ya udahlah! Khan cuma untuk satu hari ini aja pikirku aku memakai nama yang menurutku tidak cantik alias jelek artinya. Aku berlari memasuki gerbang kampus karena kakak senior sudah meneriakkan dengan memakai toa agar peserta ospek yang baru datang segera mempercepat langkahnya dengan berlari memasuki kampus. Aku sedikit gugup takut kalau kena hukuman. Aku jumpa si Ary di pintu gerbang dan aku jadi tertawa kecil membaca nama cantiknya yang menggantung dilehernya “CEWEK MATA DUITAN” wk wkwk! Cewek matre dan cewek mata duitan sama aja! Beda tipis!Aku jadi nggak sanggup menahan keinginanku untuk menertawainya tapi aku mengurungkannya saat kulihat wajah kakak senior yang sedang mengatur barisan tanpa senyum sedikit pun.

“Ayo! Cepat kemari, baris disini! “ Perintah kakak senior kepadaku.

“Siapa nama kamu?” Tanyanya.

“Nama saya Lie.” Jawabku dengan sikap tegak dengan suara lantang.

“ Nama cantik kamu siapa?” tanya kakak senior sekali lagi.

“ Cewek Matre ...” jawabku pelan hampir tak terdengar karena malu kalau keras-keras nanti semua orang dengar, aku Khan bukan cewek matre.

“Lebih keras! Mahasiswa tidak boleh lemah dan bermental tempe! Harus tegas dalam menjawab! Bagaimana nanti kalau sudah jadi pemimpin.” suara kakak senior membuatku kaget dan langsung aku bicara dengan keras.

“Siap! Cewek Matre!” Kulihat senang sekali wajahnya kakak senior melihat tingkah kami dan seenaknya saja bentak-bentak kami.

Saat istirahat aku lewat di samping ruangan tempat kakak senior berkumpul sepertinya mereka lagi membahas kegiatan ospek hari ini.

“Walaupun kita tegas dalam kegiatan ospek hari ini tapi kita tidak boleh berlebihan apalagi sampai terjadi tindakan kekerasan dalam kegiatan ospek hari ini.” demikian sepintas kakak senior yang menjadi koordinatornya memberikan arahan kepada teman-temannya.

Sampai menjelang jam sebelas malam acara ospek di tutup dengan renungan di halaman kampus. Semua lampu dimatikan sementara hanya ada sinar dari api unggun di tengah kami calon mahasiswa baru. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas lewat saat acara ospek usai. Ary mengajakku untuk menginap saja di rumahnya karena sudah larut malam, berbahaya bagi seorang wanita kalau berjalan tengah malam sendirian. Aku sedikit ragu untuk lanjut pulang ke rumah atau menginap di rumah Ary. Aku putuskan untuk pulang ke rumah walaupun sudah tengah malam. Aku naik angkot cukup jauh sekitar 30 menit perjalanan dan berhenti di persimpangan. Jalanan sudah sepi dan lengang. Aku memberhentikan taxi yang lewat dan memintanya mengantarkan ku kearah rumahku dan itu membutuhkan lama perjalanan sekitar lima belas menit. Di dalam taxi tidak ada penumpang yang lain, aku jadi takut apalagi jalan yang akan kulalui ini cukup sepi jauh dari perumahan penduduk. Suasana tambah menyeramkan ketika taxi melewati sebuah jembatan yang terkenal dengan cerita mistiknya duh! Sepi lagi dan lampu penerangan di jalan ini juga sangat minim. Kenapa bang sopirnya diam saja ya dari tadi? Tidak ada suaranya, jangan-jangan hantu nih! Pikirku sedikit mengkhayal karena kebanyakan nonton film horor begini deh jadinya takut sendiri.

“ Maaf dek! Jangan takut, saya bukan hantu kok.” Kata Abang sopir sembari tersenyum dari kaca spionnya mungkin dia mengamati wajahku yang menyiratkan kekhawatiran sepertinya ia tau yang sedang kupikirkan.

“Iya bang, maaf saya cuma takut aja.” Aku meminta Abang sopir berhenti di pinggir jalan menuju ke arah rumahku. Setelah itu aku harus naik ojek lagi, untung saja masih ada beberapa abang ojek yang masih mangkal dan salah satunya langsung mengantarkan aku ke alamat rumahku.

Sampai di teras rumah kulihat ayah dan ibuku sedang duduk berdua sambil bercerita menunggu kedatanganku, mereka lega dan tersenyum ketika melihat aku datang masih dengan pita tiga warna yang ku ikat di ujung jilbab. UPSs..! Baru sadar kalau lupa lepas ikatan pitanya!

Ini baru hari pertama … bagaimana dengan hari selanjutnya? Apakah aku akan sanggup menyelesaikan kuliahku selama kurang lebih empat tahun lamanya? Aku bertanya pada diriku sendiri.

Setahun berlalu … aku dan Ary masih semangat empat lima pergi kuliah. shift pagi kerja, sore langsung ke kampus terkadang mampir ke rumah Ary dulu menunggu jam kuliah mulai. Kuakui Ary memang teman yang setia begitu sampai di rumahnya dia mempersilahkan aku makan, minum dan istirahat seperti di rumah sendiri.

Begitu eratnya persahabatan kami hingga kalau satu hari kami tidak terlihat bersama di tempat kerja teman-teman selalu bertanya pada kami. Ary, mana kak lie? Atau kak lie mana si Ary? Terkadang aku jawab saja mana aku tahu emangnya setiap hari aku selalu harus tau keberadaannya sedikit kesal dengan pertanyaan mereka. Kebersamaan kami mulai renggang saat aku pindah ke tempat kerja yang baru. Komunikasi hanya lewat telepon dan berjumpa hanya di kampus. Lama-lama Ary mulai jarang masuk kuliah dan terkesan sengaja tidak masuk kuliah. Aku mencoba menghubunginya via telepon dan menanyakan alasannya yang mulai jarang terlihat di kampus. Ary menjawab ia sibuk dengan pekerjaannya dan kesulitan untuk membagi waktu antara kerja dan kuliah. Aku tak percaya dengan jawabannya, aku mendatangi rumahnya dan ingin mendengar penjelasannya langsung.

“Ry, kamu tidak boleh begini. Siapa dulu yang begitu semangat mengajak kak lie untuk kuliah bersama. Itu kamu ry! Kita sudah terlanjur, kita nggak boleh putus di jalan ry. Ayolah! Kamu harus masuk kuliah lagi. Kak lie nggak mau dengar alasan apa pun dari kamu.” Kataku mencoba meyakinkan Ary dan menumbuhkan semangatnya kembali.

“Aku nggak bisa terus kak, aku kesulitan uang untuk biaya kuliah.” Ary mengemukakan alasan yang lain agar aku bisa mengerti keadaannya. Kurasa itu bukan alasan. Sebetulnya aku juga kesulitan seperti Ary kalau saja tidak dibantu oleh orang tuaku mungkin aku juga akan mengalami hal yang sama.

“Kakak juga bukan dari keluarga yang berkecukupan tapi itu bukan alasan untuk berhenti di tengah jalan. Kamu yang sudah membuat kak lie masuk kuliah dan kita tak boleh berhenti sampai kita diwisuda.” Aku kembali berusaha meyakinkan Ary yang terlihat tetap tidak bersemangat untuk melanjutkan kuliah.

Aku sudah kehabisan cara membujuknya dengan sedikit menahan perasaan kesal aku melangkah meninggalkan rumah Ary tanpa banyak bicara lagi sementara Ary cuma berdiri di muka pintu melepas kepergian ku.

Begitulah! Aku tak berhasil meyakinkan Ary sahabatku mungkin karena kami sudah berbeda tempat kerja sehingga kami jarang berkomunikasi. Sementara aku meneruskan impianku untuk tetap meraih gelar sarjana hingga hari saat kami semua di wisuda, aku mencari sosok Ary dan ingin diantara yang hadir ada dirinya sahabatku tapi dia tak kutemui…

Aku dan Ary semakin jarang jumpa ataupun berkomunikasi lewat telepon apalagi setelah aku bekerja diluar kota. Komunikasi hilang sama sekali ketika handphoneku rusak dan tak bisa kugunakan lagi. Semua nomor kontak hilang termasuk nomor HP Ary. Aku hanya bisa berharap dia menghubungiku. Suatu hari aku menerima telepon dari nomor yang tak kukenal.

“Assalamualaikum kak lie, apa kabar?” Sapa suara seseorang di ujung telepon dan aku sangat mengenal jelas suara itu, suara Ary!

“Waalaikumsalam, Ary! Kabar baik. Kemana aja kamu ry? Dimana kamu sekarang? jawabku dengan senang hati.

Aku dan Ary terlibat obrolan dua sahabat yang sudah lama tiada jumpa, saling bertukar kabar.

Itulah akhir komunikasi ku dengan Ary. Lagi-lagi aku membuat kesalahan yang sama Handphoneku rusak lagi dan semua nomor kontak didalamnya hilang termasuk nomor Ary sahabat baikku.

“Semoga kamu baik-baik saja di manapun kamu berada. Terima kasih untuk mu, Aku mengenang mu sebagai sahabat yang baik dan setia.”

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

83.6K 1.9K 49
Alissa Iris De León the daughter of both the Spanish and Italian Mafia. A week after she was born she was sent away from her 2 brothers to live with...
29.1K 3.5K 38
It's gonna be short stories. Most of the stories will be around 10 to 15 chapters. If you are new to my profile, do check out the short stories I.
235K 1.9K 23
Smut. But not all of it. This book is basically just me, a girl, writing out her fantasies with the men in Call of Duty. I do take requests.
1K 69 4
A student named Pavel has entered a famous university in Bangkok. Pavel has two best friends, Davikah and Gun. They have been best friends since 5 ye...