He is my wife

Od jakehoon02

219K 20.8K 2.1K

sunghoon x jake Sunghoon hanya memenuhi keinginan sang bunda untuk menikah dan memberikan cucu. Dan ia memil... Více

🌸
🌼
🌸²
🌼²
🌸³
🌼³
🌸⁴
🌼⁴
🌸🌸
🌼🌼
🌸🌸²
🌼🌼²
🌸🌸³
🌼🌼³
🌸🌸⁴
🌼🌼⁴
🌸🌸🌸
🌼🌼🌼
🌼🌼🌼²
🌸🌸🌸³
🌼🌼🌼³
🌸🌸🌸⁴
🌼🌼🌼⁴
🌸🌸🌸🌸
🌼🌼🌼🌼
🌸🌸🌸🌸²
🌼🌼🌼🌼²
🌸🌸🌸🌸³
🌼🌼🌼🌼³
🌸🌸🌸🌸⁴
🌼🌼🌼🌼⁴
🌸🌸🌸🌸🌸
🌼🌼🌼🌼🌼
🌸🌸🌸🌸🌸²
🌼🌼🌼🌼🌼²
🌸🌸🌸🌸🌸³
🌼🌼🌼🌼🌼³
🌸🌸🌸🌸🌸⁴
🌼🌼🌼🌼🌼⁴

🌸🌸🌸²

5.8K 560 35
Od jakehoon02

Tiga bulan sejak hari pernikahan. Jaeyun sudah menjalani rutinitasnya di rumah Sunghoon sebagai seorang 'istri'. Dirinya sendiri saja agak sangsi menyebut statusnya sebagai suami karena kewajibannya bahkan bukan menafkahi.

Pagi-pagi Jaeyun sudah bangun untuk memasak dan beberes rumah. Kemudian menyiapkan bajunya dan Sunghoon yang akan dipakai untuk pergi bekerja. Setelahnya statusnya berubah menjadi sekretaris CEO di perusahaan, lebih tepatnya sekretaris dari suaminya sendiri. Sorenya sepulang bekerja dia memasak lagi, beres-beres lagi, terkadang melayani sang suami. Dia telah melakukan rutinitas itu selama hampir 3 bulan semenjak kepulangan mereka dari hotel.

Hari ini hari minggu. Jika biasanya Jaeyun akan bangun agak siang karena toh mereka libur, khusus hari ini tidak. Dia bahkan bangun lebih pagi karena siangnya keduanya akan melakukan perjalanan dinas pertama bersama ke Tokyo.

Jaeyun dengan hati-hati melepaskan dirinya dari dekapan Sunghoon. Keadaan mereka yang sama-sama telanjang sudah cukup menjadi jawaban bahwa semalam keduanya telah melakukan seks. Tubuh Jaeyun rasanya lengket dan nyeri di bagian pinggul, bahkan bau sperma dan saliva masih tercium di seprai dan selimut.

Jaeyun telah belajar menyebutnya seks alih-alih bercinta, karena yah, Sunghoon melakukannya atas dasar memenuhi nafsu biologis, bukan karena mencintainya.

Setelah berhasil melepaskan diri tanpa mengganggu tidur sang suami, Jaeyun duduk sejenak selama beberapa menit dengan memandang satu-satunya keluarga yang ia miliki tersebut.

Pria yang sedikit membosankan, namun dicintainya dengan sangat banyak. Membuatnya agak takut, namun di satu sisi juga menyenangkan. Ini adalah pertama kalinya dia jatuh cinta, dan perasaan itu berlabuh pada seorang pria bernama Park Sunghoon.

Jaeyun mendaratkan kecupan sayang di bibir prianya sebelum dia beranjak ke kamar mandi Sunghoon untuk berendam sejenak.

Pukul 7, Jaeyun keluar dari kamar mandi hanya mengenakan bathrobe. Ia sudah mulai terbiasa seperti itu sejak menikah. Melirik sejenak Sunghoon yang masih terlelap, Jaeyun pun berjalan dengan perlahan-lahan keluar dari kamar, menuju ruangan kerja Sunghoon dimana pakaiannya berada.

Sunghoon sudah tidak masalah lagi berbagi kamar dan kamar mandi bersama Jaeyun. Tapi untuk tempat menaruh pakaian, Sunghoon rasa space nya sudah penuh sehingga ia membeli lemari custom untuk Jaeyun dan ditempatkan di kamar tamu yang kini telah disulap menjadi ruang kerja mereka.

Yap, mereka. Kamar tamu memang cukup luas, meski tidak seluas kamar Sunghoon. Akan terasa kosong bila hanya diisi meja dan peralatan kerja Sunghoon. Sehingga ia meminta Jaeyun untuk mendekorasi space kosong dengan sesuka hati. Dan hasilnya, ruang kerja itu selain ada meja kerja Sunghoon, juga ada lemari baju Jaeyun, sebuah sofa yang bisa diubah menjadi kasur, serta beberapa rak buku tinggi. Impian Jaeyun memang ingin memiliki ruang bacanya sendiri.

Di ruangan itulah Jaeyun mengganti pakaiannya. Karena masih pagi, dia hanya mengenakan kaos putih berlengan pendek serta celana pendek hitam selutut. Dirinya juga mematut diri di cermin untuk menyisiri rambut, memakai pelembab di wajah, dan body lotion ke lengan dan kakinya. Ah ya, dia juga menempatkan meja rias untuknya di ujung ruangan yang terkadang juga dipakai oleh Sunghoon.

Setelah merasa penampilannya sudah cukup menarik, Jaeyun pun keluar ruangan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Simple saja, toh siang nanti mereka berangkat, jadi Jaeyun hanya akan membuat bibimbap untuk mereka berdua.

Butuh setengah jam hingga hidangan sarapan tersaji di meja makan. Jaeyun bergegas membuat vanilla latte untuk sang suami yang masih belum ada tanda-tanda akan bangun.

Usai menyiapkan sarapan. Ia pun bergegas menuju kamar mereka berniat membangunkan sang suami. Kepalanya menggeleng pelan mendapati pria 25 tahun itu masih bergelung malas di balik selimut.

"Sunghoonie~" panggilnya lembut sambil mengguncangkan tubuh prianya dengan pelan.

"Bangunlah, sarapannya sudah siap."

Pria itu mulai merasa terganggu. Ia membetulkan posisi tidurnya sambil mengerang. Menghadap Jaeyun, memeluk pinggang Jaeyun untuk tidur lagi.

Jaeyun sendiri tak bisa menahan senyumnya. Ia menempatkan tangannya di atas kepala Sunghoon. Menata rambut suaminya yang kusut dan berantakan akibat kegiatan mereka semalam.

"Bangunlah. Kita juga harus bersiap untuk pergi ke bandara jam 12 nanti."

Sunghoon berdecak. Dengan malas dia pun akhirnya bangun. Duduk dengan mata masih terpejam seolah enggan bangun dari tidurnya.

"Hyung mau berendam dulu?" tanyanya seraya mengambil silk robe milik Sunghoon dari gantungan pakaian, menyampirkannya ke tubuh sang suami yang masih setengah sadar.

"Eung.."

"Akan kusiapkan airnya."

Begitu Jaeyun pergi. Sunghoon pun mengucek matanya lalu merentangkan tangan untuk menggerakkan otot-otot tubuhnya. Setelah merasa matanya sudah bisa membuka sempurna, dia pun memakai silk robe nya dengan benar, bertepatan dengan Jaeyun keluar dari kamar mandi.

Sunghoon segera pergi mandi. Sementara Jaeyun menunggu sambil membereskan kamar mereka.

Rutinitas pagi mereka selalu sama. Keduanya kemudian akan sarapan bersama dengan kondisi rumah yang bersih dan rambut Sunghoon yang masih setengah basah. Selesai makan Jaeyun akan mengeringkan rambut Sunghoon dengan hair dryer, sementara Sunghoon menikmati kopinya sambil mengecek email masuk. Barulah kemudian mereka melakukan kegiatan menjelang siang. Kali ini adalah mengemas barang untuk dibawa perjalanan dinas.

"Bawa seperlunya saja, kau akan kesulitan di sana nanti," kata Sunghoon saat melihat Jaeyun yang kebingungan akan membawa berapa baju.

Tapi masalahnya seperlunya yang dimaksud Sunghoon itu berapa?

Melihat Jaeyun yang masih berdiri kebingungan di depan lemarinya, membuat Sunghoon gemas sendiri. Dia yang sudah berkemas sejak tadi lantas beranjak mengambil beberapa stel pakaian yang terbaik menurutnya.

"Dua stel baju formal. Dua kaos, dua celana panjang, dua celana pendek, piyama, coat, hoodie," dikte Sunghoon sembari menaruh semua baju itu di atas koper Jaeyun yang masih terisi dengan skincare, alat elektronik dan peralatan kebersihan diri lainnya.

Jaeyun masih merasa kurang puas. "Tapi nanti bagaimana kalau kekurangan baju?"

"Kita hanya tiga hari disana, Jaeyun. Bekerja, bukan liburan."

Jaeyun memanyunkan bibirnya. Lebih memilih menurut, dia pun melipat pakaiannya dengan rapi di dalam koper.

"Kau bisa beli baju di sana kalau kurang."

"Tapi aku tidak punya uang."

Sunghoon mendelik. "Tidak punya uang katamu? Aku sudah memberikan kartu kreditku padamu, saham, aset, bahkan gajimu sebagai sekretaris selama 4 bulan juga sudah kuberikan semua. Dan itu belum ditambah nafkah bulanan yang kukirim ke rekeningmu. Tidak punya uang?"

Jaeyun mengerucutkan bibirnya mendengar omelan Sunghoon. "Iya maaf. Maksudku kan bajuku banyak, boros sekali kalau setiap keluar selalu beli baju baru."

Sunghoon menghela napas. Kalau Jaeyun kesal karena Sunghoon maniak kerja, lain dengan Sunghoon yang kesal karena Jaeyun terlalu irit. Dia bekerja untuk dapat uang kan? Dan uang itu sudah pasti untuk menghidupi keluarganya yang saat ini masih dirinya dan Jaeyun. Harusnya Jaeyun hambur-hamburkan saja uangnya seolah tiada hari esok. Biar dia semakin berapi-api kerjanya.

Tapi sayang sekali, dia menikahi manusia paling hemat di dunia. Belanja bulanan hanya untuk mengisi kulkas mereka, tidak pernah Jaeyun pergunakan untuk membeli snack favoritnya atau sekedar iseng ingin  mencoba durian seharga satu mobil.

Pukul 12 siang, usai makan siang seadanya—kimbap, kimchi, japchae, mereka langsung berangkat ke bandara Incheon untuk melakukan penerbangan ke Tokyo. Sunghoon tidak menyetir, ia sudah menyewa supir supaya capeknya tidak double. Sebab perjalanan Seoul Incheon memakan waktu sejam lebih, belum termasuk macet.

Dalam perjalanan, keduanya anteng sendiri-sendiri melihat pemandangan Seoul dari luar jendela mobil. Selang 20 menit perjalanan, Jaeyun yang mulai mengantuk pun menggeser duduknya pada sang suami. Menepuk-nepuk pelan lengan Sunghoon yang terdekat darinya, meminta perhatian.

"Hm?" respon yang lebih tua dengan alis terangkat sebelah.

"Aku mengantuk. Boleh bersandar padamu?"

Sunghoon segera menggeser duduknya. Menarik kepala Jaeyun untuk bersandar di bahunya.

"Tidurlah, masih jauh."

Jaeyun tersenyum. Merangkul erat lengan suaminya. "Terima kasih, Hoonie."

Berakhir selama perjalanan Jaeyun tidur di bahu Sunghoon, sedangkan Sunghoon tetap terjaga hanya melamun melihat jalan.

Mereka sampai di bandara pukul 1 lebih 15 menit. Masih ada waktu hingga keberangkatan pesawat mereka pukul 2 siang.

Begitu bangun dan turun dari mobil, entah mengapa Jaeyun tiba-tiba merasa tidak enak badan. Agak pusing dan mual. Ia terus berpegangan pada Sunghoon supaya dirinya tidak jatuh lemas.

Begitu mereka sudah duduk di ruang tunggu VIP, Jaeyun pun memberanikan diri bicara pada suaminya.

"Hoonie."

"Hm?" respon yang lebih tua tanpa sekalipun mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Badanku tidak enak."

Barulah Sunghoon menoleh. Mengernyit memandangi Jaeyun yang memang tidak seperti biasa.

"Apanya yang tidak enak?"

Jaeyun mengusap perutnya. "Mual. Kepalaku juga agak pusing."

Sunghoon melirik arloji di tangannya. Masih ada setengah jam sebelum take off.

"Aku bisa panggil supir untuk mengantarmu pulang."

Jaeyun menggeleng heboh. "Aku tidak mau pulang. Aku mau ikut Sunghoon."

"Katanya kau merasa pusing dan mual, di pesawat kau bisa-bisa memuntahiku."

Jaeyun tetap menggeleng keras kepala. "Aku ingin ikut denganmu ke Tokyo. Aku—hmmph!"

Jaeyun langsung berlari menuju toilet. Beruntung toiletnya tidak jauh. Dia memasuki salah satu bilik, memuntahkan sesuatu dari perutnya.

Hanya cairan bening. Berkali-kali dia mencoba memuntahkan isi perutnya, tetap saja yang keluar hanya cairan bening.

Merasa sudah lebih baik, dia beranjak ke wastafel untuk berkumur dan mencuci tangan. Lantas kembali pada Sunghoon dengan langkah lemas.

"Kau sudah memuntahkan semuanya?" tanya sang suami seraya menyerahkan sebotol air mineral padanya.

Jaeyun menerima botol itu lantas meminumnya sedikit. "Hanya cairan bening, tidak ada apa-apa."

Sunghoon mengernyit heran, merasa aneh. "Kau yakin tetap mau naik pesawat?"

Jaeyun mengangguk. Ia memilih menyandarkan kepalanya di lengan Sunghoon, memejamkan mata untuk menghalau rasa pusingnya. "Aku sudah merasa lebih baik, Hoonie. Terima kasih air minumnya."

Sunghoon hanya membiarkan sang suami tidur sejenak. Ia sebenarnya bisa saja mendorong Jaeyun untuk tidak berdekatan dengannya saat di depan banyak orang. Tapi entah mengapa dirinya sama sekali tak melakukan itu. Bukan, bukan karena dirinya jatuh cinta pada Jaeyun.

Mungkin, hatinya sudah mulai melunak dan membiarkan Jaeyun menginvasi kehidupan individualisnya.

Tbc

Mmaaf bagi yg ngira chapter ini bakal ada eweannya wkwk udah cukup ges eweannya sekali aja, sisanya permasalahan rumah tangga aja ya wkwk





Mommy daddy 🥺

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

65K 5.9K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
133K 17.2K 63
Dari judul saja sudah ketahuan cerita tentang apa ini, atau mungkin kalian juga mengalami nikah muda? Pada umumnya, nikah muda biasanya di alami ole...
67.1K 6.1K 162
judul lain : 恶毒男配嫁给残疾反派后 Author : Jiu Meng Rushuang Chapter : 1-180+extra(tamat) pengantar singkat: Ketika Chu Chen bangun dan menemukan bahwa...
bubuuuu Od Sa

Nezařaditelné

120K 9.4K 25
awalnya cuma jagain anak orang, eh malah dijodohin ke ayahnya