Secret Admirer |Gofushi💙💚|

بواسطة Yunyun0864

1.4K 156 9

Sudah satu bulan berlalu sejak seorang Gojo Satoru yang terhormat, terkenal akan harta, kejeniusan dan ketamp... المزيد

1. Fans Rahasia ?
2. Nobara Bibi yang Baik.
3. Anonim-san dan Bekalnya. Hari Pertama.
4. Nanami! Sejak kapan kau kenal Gumi!
5. Nanami : Cukup Lama,Aku Bahkan Bisa Menggendongnya.
6. Susu Megumi.
7. Salah Paham.
8. Kanzashi.
10. Detektif
11. Date (1)

9. Yuuji Anonimnya?!

131 12 0
بواسطة Yunyun0864

Disclaimer : Jujutsu Kaisen oleh Gege Akutami Sensei. (Pinjem bentar🙂)

Fanfiction oleh : Yunyun.

Pair : Gojo Satoru x Fushiguro Megumi. .

Genre : Romance, Drama, Alternate Universe, BL, School Life, (ingin kumasukkan komedi tapi aku payah dalam bumbu humor dan komedi🥲)

⚠️ : Out of Character (Khususnya Megumi 😂). Juga, beberapa komentar vulgar akan muncul di tengah-tengah narasi. Jadi, jangan terkejut. Sedikit SuguShoko & ItaNana.

FF ini terinspirasi dari : Gofushi AU "Secret Admirer" dari Kak Wiona @tokkwi di Twitter X.

(Aku sudah dapat izin, kunjungi Twitter X dan baca semua gofushi au miliknya, ceritanya bagus-bagus 😭)

(A/N : untuk sebuah kepuasan pribadi(⁠ ⁠´⁠◡⁠‿⁠ゝ⁠◡⁠'⁠))
.
.
.
.
.
==================================
"CIH!!! SUGURU BANGSAT!!!!"

*BRUUUAAAAAKKKK!!!!!*

Terdengar suara orang murka dengan lontaran cacian pada nama seseorang. Diiringi suara kursi yang terjungkal dan menabrak dinding dengan bunyi yang begitu keras. Cukup keras untuk didengar oleh tetangganya di apartemen sebelah.

Yah, siapa Gojo Satoru untuk peduli. Jika tetangganya itu memprotes kebisingan yang ia buat. Ia hanya perlu mengacuhkannya seperti biasa besok. Gojo tidak punya cukup tenaga ataupun waktu hanya untuk meladeni tetangga yang payah dan menyebalkan. Tenaga dan waktu seorang Gojo Satoru jauh lebih mahal dari sekedar adab ataupun relasi dengan tetangganya yang sepuluh milyar persen pasti tidak berguna.

Gojo menjatuhkan tubuh jangkungnya ke sofa ruang tamu dengan kasar. Ia kembali meraih ponsel yang sempat ia lemparkan ke sofa di depannya. Retakan kecil berbentuk seperti akar pohon, melintang, menjalar dari sudut layar ponsel Gojo hingga ke tengah layar. Tidak disangka lemparan kecil yang ceroboh itu mampu membuat layar ponselnya rusak.

Yah, siapa Gojo Satoru untuk peduli. Dia bisa membeli ponsel yang semacam itu sebanyak yang ia mau. Bahkan ia bisa membuat pabrik-perusahaan ponsel itu tutup dan tidak bisa menjual ponsel lagi karena terlalu kaya . Toh, isinya juga sudah ia cadangkan di berbagai tempat yang tersembunyi dan tak ada seorang pun tahu kecuali Gojo Satoru itu sendiri. Jadi foto-foto candid Megumi-nya masih bisa ada selama-lamanya.

Omong-omong soal foto, Gojo kembali membuka Roomchat grub ShaShiShu. Lebih tepatnya melihat kembali foto-foto Megumi-nya dengan Geto. Amarah dan kecemburuan kembali menguasai kepala Gojo. Melonggarkan sekrup-sekrup terakhir yang menjaga kewarasannya.

"Cih. BREWOKAN BANGSAT! RAMBUT GIMBAL BANGSAT!!!. BERANI SEKALI DIA DEKAT-DEKAT DENGAN BERKAH MILIKKU!." Kata Gojo marah. Tangannya dengan kasar meraih setoples macaron di depannya dan memakannya dengan kasar.

"Mana si Suguntot itu dapat cookies buatan tangan Megumi-ku pula?!!. Suguntot Bangsat anjing!." Gojo terus menggerutu dan memaki-maki kawannya itu. Ia tak terima!. Bukan hanya Geto baru saja menghabiskan waktu sore dengan Megumi-nya, tapi juga mendapatkan cookies super candu milik Megumi. Cookies buatan tangan milik Megumi. Gojo sendiri bahkan jarang mendapat cookies itu. Paling-paling hanya saat ulang tahun teman dekat Megumi, atau hari Valentine. Itupun hanya cookies atau Tomo Choco.

"Huuuuhh. Aku harap aku juga bisa makan cookies yang dibuat Gumy." Keluh Gojo. Ia mengangkat macaron agar sejajar dengan matanya, pandangannya. Menatap macaron itu dengan pandangan sayu memikirkan berbagai kecamuk di otaknya yang setengah waras. Mencoba membayangkan kalau macaron di depannya adalah cookies milik Megumi-nya dan bukannya macaron dari toko manisan acak yang ia beli secara acak di pinggir jalan.

Gojo mulai memasukkan macaron itu kedalam mulutnya. Memakannya dengan lesu sambil terus menatap foto Megumi dan Geto di ponselnya. Mengunyah macaron dengan pelan seolah Gojo tak mampu bila mana harus menelan. Seolah tenggorokannya tertahan oleh entah apa yang tidak diketahuinya.

Tiba-tiba ia mendapat pesan balasan dari Geto. Gojo cukup terkejut temannya itu mau membalas, mengingat apa yang dikirimnya adalah stiker pembunuhan yang sangat tidak beradab. Dan yah, balasannya hanyalah foto-foto Megumi yang begitu cantik, yang diambil bersama Geto sore tadi. Hal itu hanya membuat Gojo semakin iri dan cemburu.

Karena seharusnya Gojolah yang disamping Megumi, Gojolah yang seharusnya membonceng Megumi. Gojolah yang seharusnya di peluk dengan erat oleh Megumi. Gojolah yang seharusnya disisir surainya, dipangku kepalanya oleh tangan cantik dan paha lembut Megumi. Gojolah yang seharusnya menerima cookies buatan Megumi. Seharusnya dia, Sang Gojo Satoru Yang Agung.

Remaja bersurai salju itu mengezoom foto Megumi, mencrop foto Megumi dan membuang gambar Geto yang Jelek, Bau, Menjijikkan, Munafik dan Menyebalkan. Kemudian pandangannya tertuju pada kanzashi cantik yang menghiasi surai lembut Megumi. Begitu cantik, sangat indah, menawan dan menggoda.

"Gumy terlihat seperti malaikat disini. Dia putri kecil yang sangat cantik." Guman Gojo seraya mengelus wajah Megumi yang terpampang di ponselnya. "Kanzashi ini sangat cocok untuknya."

Namun ada hal yang mengganjal di benak Gojo. Mengganjal, menyengat, menusuk seolah ribuan jarum menancap dengan dalam di seluruh hatinya. Seolah ada kail pancing yang ditarik begitu keras sehingga membuat Gojo ingin mengeluarkan seluruh isi perutnya.

Bunga mawar biru begitu unik, melambangkan cinta pertama, kesetiaan, dan juga harapan.

Bunga Gardenia putih terlihat begitu polos dan murni, melambangkan sebuah cinta manis yang tersembunyi. Sebuah cinta suci dalam diam.

Megumi-nya. Apakah? Apakah Megumi-nya...

"Apakah Megumi-ku tengah jatuh cinta untuk pertama kalinya, dan itu adalah cinta diam-diam?." Guman Gojo.

"Siapa....?"
.
.
.
.
.
"Huufff. Aku lelah." Megumi melemparkan ranselnya secara acak di bawah ranjangnya. Sementara tubuhnya ia jatuhkan tengkurap ke ranjang empuknya seolah tanpa beban sama sekali. Pakaiannya kacau, blazer merah tergeletak di atas ransel Megumi, kemeja putihnya keluar dari celananya, sementara kakinya yang pucat telanjang, terekspos di udara malam yang dingin. Surai runcingnya yang lembut terkulai lemah lesu.

Megumi menolehkan kepalanya ke samping kanan, menatap ponselnya yang mati, tergeletak tepat di depannya. Pikirannya suntuk, kesal, moodnya turun kembali entah kenapa, seperti cewek yang tengah menstruasi. Megumi memalingkan wajahnya ke samping kiri, beralih menatap setumpuk boneka di depannya. Tangannya yang cantik ia ulurkan untuk meraih boneka cinnamoroll raksasa, kemudian mendekapnya di dada montoknya. Megumi membenamkan wajahnya di kepala boneka cinnamoroll. Memeluknya.

Usai puas memeluk boneka itu, Megumi membalik tubuhnya untuk berbaring terlentang. Tangannya ia ulurkan untuk meraih kanzashi yang masih menghiasi surainya. Megumi mengangkat kanzashi itu sejajar dengan pandangan matanya, mengamatinya, ia menyukainya. Megumi menyukai kanzashi yang dibuatnya, walau ia tak tahu sebelumnya apa arti bunga mawar biru dan bunga Gardenia putih itu, sebelum Mai, Utahime dan Miwa memberitahunya. Ia sudah menyukai dua bunga itu.

Dan sekarang, sejak setelah ia mengetahui apa arti dua bunga itu, Megumi semakin menyukainya. Sudut mulutnya terangkat ringan, tersenyum sayang dan tertawa lepas. Ia merasakan kalau dua bunga ini adalah representasi dari kasih cintanya yang tulus, murni dan tersembunyi. Sepertinya jiwanya secara otomatis meraih bunga itu untuk menjadi kanzashinya.

Megumi mulai bangkit dari ranjangnya, ia meletakkan kanzashi itu di meja belajarnya, memyimpannya dengan aman di kotak perhiasannya, beserta dengan ransel yang sempat di pungutnya. Langkahnya dengan ringan menuju ke handuk yang tergantung di pintu lemarinya, kemudian menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dirasanya tubuhnya sudah sangat lengket dan gatal, membuatnya ingin cepat-cepat berendam di air hangat yang menyenangkan. Setelah berendam ia akan makan beberapa makanan ringan, jika Megumi tidak malas, setelahnya ia akan tidur.
.
.
.
Megumi lupa mencharger ponselnya dan malah ketiduran.
.
.
.
Megumi tidak menyadari ada rentetan pesan yang masuk ke ponselnya, pesan dari senpai yang ditaksirnya.
.
.
.
.
.
*Nyan-nyan.. nyan-nyan.. nyan-nyan..*

Dering jam Beker Kucing hitam milik Megumi berbunyi nyaring memenuhi ruangan yang sunyi. Namun, dering yang nyaring itu, masih tak sanggup untuk membangunkan sang putri tidur Megumi, yang masih asik berkelana di alam mimpi yang penuh dengan anabul-anabul berbulu yang binatang-binatang yang imut dan lucu.

Dalam mimpinya, Megumi tengah bersantai di tengah taman di Kyoto, gajah kecil-yang sebenarnya berukuran besar, entah kenapa Megumi menyebutkan kecil dan mungil-tengah bermain air dengan belalai panjangnya, di tengah-tengah danau di Kyoto. Menyemburkan air ke sembarang tempat, berlarian seperti bayi gajah, bermain kejar-kejaran dengan kayak hijau raksasa dan katak kecil yang entah bagaimana bisa punya sepasang sayap putih di punggungnya, bahkan menyembur Megumi dengan air dari belalainya.

Beruntung bagi Megumi, karena burung hantu raksasa, merentangkan sayap lebarnya untuk menangkup Megumi, seperti tameng. Dan dua anjing Husky bewarna hitam dan putih, juga melindungi Megumi dari semburan air, membuat Megumi terhindar dari basah. Burung hantu raksasa itu dengan santai bertengger di samping kiri Megumi, sementara Megumi bersandar pada anjing Husky hitam raksasa di belakangnya, dengan anjing Husky putih yang dengan manja tiduran di paha montok Megumi.

Seekor kelinci putih salju dengan nyaman tidur di kepala Megumi, membuat Megumi seperti memiliki telinga kelinci-——padahal Megumi adalah seekor kucing-——. Seekor ular putih raksasa, melingkari Megumi dan dua anjingnya, membentuk batas lingkaran yang lucu. Ular putih itu meletakkan kepalanya di samping kanan Megumi, menikmati bagaimana cara Megumi yang mengelus, membelai kepala ular itu seolah ular itu adalah hewan peliharaan yang jinak, bukannya ular liar yang mampu melilit tubuhnya dan menelannya bulat-bulat.

Seekor macan gunung dengan santai tiduran di atas pohon, seperti kucing rumahan yang tiduran di kasur, mengamati tuannya dibawahnya, Megumi, yang tengah dikelilingi oleh banyak binatang-binatang herbivora. Sementara seekor rusa hutan, dengan tanduk keras seperti ranting kayu eboni yang kukuh, duduk di samping kepala ular putih, menunggu giliran untuk dibelai kepalanya oleh tuannya.

Sebuah mimpi paling indah yang dimiliki Megumi. Dikelilingi dengan berbagai hewan peliharaan-sebenarnya hewan liar, hanya saja mereka lebih jinak-imut dan lucu kesukaan Megumi. Mimpi indah itu, harus terganggu dengan adanya bunyi dering jam Beker Kucing yang telah berbunyi untuk ke sekian kalinya.

Dengan berat hati, Megumi membuka matanya yang begitu berat, lengket, seolah ada lem yang merekat di kedua matanya. Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, Megumi mengulurkan tangannya untuk meraih jam Beker Kucing di nakas. Melihat kalau jam itu menunjukkan waktu pukul 06.00 pagi. Waktu yang cukup siang jika dibandingkan dengan jam bangun tidur Megumi yang biasanya. Yah, Megumi tidak menyesal juga, toh dia dapat bermimpi indah bermain-main dengan pada hewan-liar-yang jadi peliharaannya. Mimpi itu membuat Megumi mulai merindukan sepasang Husky raksasa miliknya, Kuro dan Shiro. Terakhir kali Megumi bertemu dengan dua anjingnya adalah sekitar beberapa bulan yang lalu, libur awal musim panas, sejauh yang Megumi ingat. Waktu singkat yang terasa amat lama, bagi Megumi.

"Unghhh, aku jadi ingin mengunjungi Kuro dan Shiro. Haruskah aku berkunjung ke Saitama, sekalian mengajak Tsuimiki-neechan untuk ke Festival Budaya SMA nanti." Pikir Megumi. Tangannya beralih meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya, tertimbun dengan setumpukan boneka-boneka binatang yang imut.

"Unghhh.. aaaaaaahhhh... Aku lupa kalau ponselku mati." Keluh Megumi tatkala ia mendapati ponselnya itu tak bisa dinyalakan sama sekali, lantaran kehabisan daya.

Dengan gerakan malas, Megumi bangkit dari tidurnya, dan duduk di pinggiran ranjangnya. Kaki telanjangnya menginjak boneka Gajah Bing-Bong yang jatuh di lantai. Megumi acuh saja dengan hal itu lantaran nyawanya yang masih belum terkumpul sepenuhnya. Seperti seekor kucing yang baru terjaga dari tidur lelapnya, Megumi meregangkan tubuhnya secara perlahan, membiarkan ototnya yang kaku berbunyi gemeretak.

"Huaaaaaahhhhhnggggghh."

Megumi menguap lebar seperti kucing, ekor dan surai runcing remaja itu berdiri menegang sedikit, sebelum kembali turun dan melembut. Megumi benar-benar seekor kucing yang baru terbangun dari tidur pagi.

Dengan langkah mengantuk, Megumi meraba-raba ponsel dan chargernya, kaki telanjangnya juga ia gunakan untuk meraba sepasang sandal berbentuk anjing berbulu kesukaannya, kemudian membawanya berserta seluruh tubuh rampingnya ke dapur apartemennya. Dengan mata yang masih setengah tertutup dan kesadaran yang kabur, Megumi menancapkan charger ke steker dan ponselnya, mencoba membuat ponselnya itu berisikan daya sebelum ia bawa ke sekolah nanti.

Begitu daya ponsel itu tersambung dan terisi, Megumi berhasil menyalakan ponselnya. Dan betapa terkejutnya remaja kucing itu, kalau ada hampir 100 lebih pesan masuk ke LINE miliknya. Beberapa pesan dari Nobara dan Maki, yang menanyakan apakah ia sudah sampai dirumah dengan selamat. Itu dikirim di sore hari, tepat saat Megumi tengah terjebak di halte bus. Entah mengapa, menurut Megumi, bibi dan calon bibinya itu punya semacam telepati atau firasat khusus tentang keadaannya. Mungkin ini yang dinamakan keistimewaan darah keluarga.

"Tapi Ara bukan keluargaku.. belum. Maa ikka." Sangkal Megumi.

" 'Kanzashinya sangat cantik. Aku dapat pacar berkat ini. Lope.'. Hah? Maji de?!. Kak Uta bisa dapat pacar berkat kanzashi itu?!. Plot twist sekali." Kata Megumi tak percaya. Ia geleng-gelengkan kepalanya membaca kabar diluar nalar dari senpainya itu.

"Ackh. Kenapa Kak Gojo mengirimiku banyak pesan. Mana semuanya pesan-pesan aneh pula?." Guman Megumi heran.

Kebanyakan pesan itu dikirim oleh Gojo, dan yang ada hanyalah pesan-pesan aneh seperti stiker bunga, stiker cinta, stiker kucing hitam betina yang entah kenapa terlihat sedang kawin dengan kucing putih jantan. Oh, dan ada anak-anak kucingnya juga.

"Apakah kak Gojo kembali gila lagi?." Megumi berkata sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Oh, ada pesan lain juga... Etto... Ini dikirim tadi malam?." Guman Megumi tatkala mendapati adanya pesan lain selain stiker dan omong kosong di bagian paling bawah LINE miliknya.

" 'Kenapa kau pulang dengan Suguru?.' " guman Megumi tatkala membaca pesan dari senpainya itu. "Eh Kak Gojo tahu aku pulang dengan Kak Sugu kemarin? Ah, mungkin Kak Sugu yang cerita." Megumi mencoba berpikir positif akan hal itu, mengingat kalau dua senpainya itu adalah teman dekat.

Megumi mengayunkan ujung ponselnya dengan pelan, menimbang-nimbang apakah harus membalasnya atau hanya mengabaikannya. Karena Megumi yakin, tidak ada gunanya juga untuk menjelaskan, palingan juga Geto sudah menjelaskan alasan mereka bisa pulang bersama. Lagian toh siapa dia? Ngapain juga Megumi harus menjelaskan kepada Gojo dengan siapa dia pergi. Benar-benar tidak ada gunanya.. benar bukan..??. Yap. Benar.

Oleh karena itu, Megumi memilih mengabaikannya saja. Remaja kucing itu meletakkan ponselnya dan hendak pergi ke meja island untuk menyiapkan bekal anonim dan bekalnya sendiri untuk hari ini. Dalam pikirannya, Megumi teringat akan rasa tempura yang dibawakan dan dibagikan Yuuta kemarin. Megumi menyukai rasa tempura itu, dan berencana membuatnya untuk Gojo agar dia bisa merasakannya juga———Ekkggrhem, maksudnya untuk bekal hari ini.

"Mungkin aku harus mencampurnya dengan tonkatsu, Kak Gojo suka dengan itu." Guman Megumi.

Baru selangkah ia meninggalkan ponselnya, tiba-tiba dering telepon berbunyi dari ponsel Megumi. Membuat Megumi harus berbalik badan untuk melihat ponselnya yang berbunyi itu. Dengan langkah santai, tanpa rasa curiga sedikitpun, Megumi menghampiri ponselnya dan membukanya, mencoba agar bisa melihat lebih jelas, siapa orang bodoh yang menelponnya pagi buat seperti ini.

"Waaaaah!." Begitu melihat siapa nama kontak yang terpampang di layar ponselnya, Megumi refleks menggeser tombol tolak di ponselnya. Betapa tidak, Megumi sangat terkejut, orang bodoh yang menelponnya di pagi buta begini adalah crushnya, gebetannya, senpainya, Gojo Satoru. Megumi hilang kendali sehingga salah tingkah seketika.

"Unghhh. Doushiyo. Bagaimana ini. Kenapa kak Gojo tiba-tiba menelpon pagi-pagi sekali. Apa jangan-jangan mau nanyain soal anonim itu lagi?. Tapikan ini masih pagi, gerbang sekolah saja masih dikunci. Bakatoru!." Kepanikan Megumi malah membawa Megumi untuk menggerutu tidak jelas pada senpainya itu.

Tiba-tiba ada notifikasi pesan muncul di layar atas ponsel Megumi. Dan, siapa lagi kalau bukan dari Gojo..

"Yaaah. Gumy, ayo angkat telponnya dong. Aku ingin berbicara denganmu. Aku rindu loh Gumy."

Megumi membacanya melalui layar notifikasi, tidak mencoba untuk menekannya, bahkan masuk ke aplikasi. TIDAK!!. Dering ponsel kembali berbunyi yang tentunya kembali di tolak oleh Megumi, sehingga membuat pesan kedua muncul.

"Please Megumi. Aku ingin bicara denganmu. Rindu loh Kakak tersayangmu ini."

Pesan kedua muncul lengkap dengan stiker puppy eyes anjing Husky dari game peliharaan virtual kesukaan Megumi. Pesan itu entah mengapa mampu menekan tombol panik Megumi hingga ke tingkat selanjutnya.

"Aduh.. unghhh. Gunya...gunya..gunya..gunya.."

Megumi menggeram, mendesah kebingungan dengan cara yang sangat lucu dan imut. " Doushiyo. Gimana ini. Aku kan baru bangun tidur. Mataku saja masih hitam, mukaku masih kusam pula gegara belum cuci muka. Haah.. Iyuh... bau mulutku begitu bau, aku belum gosok gigi. Aduh, rambutku juga berantakan lagi, gimana ini." Ucap Megumi panik. "Lagian ngapain sih Kak Gojo tiba-tiba pengen telpon segala. Mana pagi buta pula. Alasannya cuma kangen, padahal kan nanti di sekolah juga bisa ketemu. Ugh, BakaToru!." Gerutu Megumi dengan nada tsundere khas miliknya.

Tiba-tiba Megumi tersadar akan kebodohannya yang luar biasa. " Oh iya ya, kan ini telpon, cuma bisa dengar suara. Nggak sampai kelihatan muka. Iiiihhh.... Kok tolol banget sih." Omel Megumi pada dirinya sendiri. Betapa bodohnya Megumi yang panik akan hal yang bodoh pula. "Eh, tapi kan kalau telpon juga dengar suara. Aaa...iiii..uuu..eee..ooo..ughh. kok suaraku kayak orang yang baru bangun tidur sih. Kan jelek kek suara bayi bebek." Gerutu Megumi.

Megumi terus menerus mengomel dan menggerutu tidak jelas tanpa memperhatikan ponselnya sama sekali. Sampai ketika pesan ketika datang, Megumi langsung diam.

"Kalo habis ini telpon aku tidak diangkat, Aku akan menciummu di tengah-tengah sekolah pagi nanti."

Pesan ketiga itu sontak membuat Megumi terkejut hingga menjatuhkan ponselnya. Beruntung karena charger itu masih menyambung dengan steker dan ponsel, sehingga ponsel Megumi menggantung di udara. Hanya lima inchi lagi akan mencium lantai.

Beberapa saat kemudian, dering ponsel Megumi kembali berbunyi, yang artinya Gojo kembali menelpon Megumi. Megumi refleks menekan tombol terima tepat ketika ponselnya berapa pada deringan ketiga. Tindakan Megumi yang refleks itu jauh lebih cepat daripada arus perputaran otaknya. Dengan kata lain, Megumi bertindak tanpa berpikir.

Salahkan pesan Gojo yang begitu entengnya mengatakan akan menciumnya di tengah-tengah sekolah.

"Ohayou, Megumi-chan..... Akhirnya kau mengangkat teleponku. Aku baru akan menangis jika kamu menolak teleponku lagi." Terdengar sapaan selamat pagi yang terlampau semangat dari seberang telpon. Diikuti dengan rengekan menyebalkan setelahnya oleh Gojo.

" Lagian kenapa Kak Gojo tiba-tiba menelpon pagi-pagi. Biasanya juga belum bangun." Sahut Megumi acuh tak acuh. Mencoba menyembunyikan kegugupannya karena ini adalah telpon pertama dari sekian lama mereka belum saling menelpon lagi.

"Karena aku merindukanmu" Suara Gojo yang serius, rendah, begitu dalam, seolah menghipnotis Megumi hingga masuk, terkurung di jurang paling dalam dan gelap.

Perkataan Gojo itu membuat Megumi tercekat, membeku tak bergerak. Megumi tidak tahu harus berkata apa atas pengakuan tiba-tiba itu. Megumi juga tidak tahu apakah senpainya itu serius mengingat senpainya itu sangat suka bermain-main. Jadi..

"Apaan sih, Kak Gojo gak jelas banget deh. " Ujar Megumi dengan nada tsundere khas miliknya. Dasar tsundere dadakan.

"Heeee. Ja Megumi-chan, haruskah aku menutup teleponnya jadi aku bisa.."

"Tidak Bodoh. Tetap telepon saja. Jangan salah paham, bukan berarti aku mau ditelepon oleh Kak Gojo, tapi lebih baik dari pada dicium di depan umum." Megumi dengan cepat memotong ucapan Gojo yang ia tahu kemana arahnya jika percakapan itu akan diteruskan.

"Yah, bukan berarti aku juga tidak mau dicium di depan umum juga. Aku mau." Megumi bergumam dalam hati.

"Meguminyan ku tercinta sedang apa di pagi buta seperti ini." Goda Gojo.

"Aku baru saja bangun dan sedang menyiapkan bekal bento hari ini, sampai ketika penganggu nomor 1 tiba-tiba memanggilku." Gerutu Megumi. Megumi meletakkan kembali ponselnya usai menelan tombol loudspeaker. Sementara ia melangkahkan kaki mulusnya ke arah lemari es dan mengambil beberapa bahan makanan untuk dijadikan bekal bentonya.

Terdengar senandung "mengerti" ringan datang dari seberang telepon. Membuat Megumi melirik sebentar sebelum kembali fokus pada sepotong daging ayam dan udang mentah di hadapannya. Megumi memarinasi daging ayam dengan bumbu, kemudian mendiamkannya sebentar agar bumbunya semakin meresap. Tangannya menyisihkan daging ayam yang telah dimarinasi itu untuk mengambil pisau dan udang, membersihkan kulit dan kotoran yang ada dalam udang itu. Usai membersihkan udangnya, Megumi beralih untuk membuat adonan tepung tempura udang dan tonkatsu ayam. Mencoba mengingat-ingat resep bumbu yang diajarkan Yuuta kemarin sore. Namun, fokusnya terbuyarkan berkat interupsi tiba-tiba dari Gojo yang begitu-sebenadnya tidak terlalu-menganggu.

"Megumi-chan. Me..me.. Megumi-chan. Meg. Memeg.. gumigumi.. memek-."

"Kak Gojo berisik!!." Bentak Megumi seraya menolehkan kepalanya pada ponselnya yang masih berada dalam panggilan dengan Gojo.

"Kalau mau bicara tentang sesuatu cepat katakan saja!. Kak Gojo pasti telepon pagi-pagi pasti karena ada sesuatu. Benar kan?!." Tebak Megumi. Ia sudah tidak tahan jika sesi memasaknya yang nyaman harus diganggu oleh orang, bahkan jika itu adalah gebetannya sendiri.

Terdengar rengekan ringan dari seberang telepon, yang dipastikan oleh Megumi berasal dari Gojo, namun ia abaikan itu begitu saja. Megumi memutar matanya dan beralih mengambil telur untuk dibuat omelette. Megumi berencana membuat seekor kelinci dari nasi putih, yang akan diselimuti oleh telur omelet kuning dan bantal tonkatsu dengan memeluk tempura udang seperti guling.

Ketika Megumi mulai mengocok telurnya, akhirnya terdengar suara sahutan dari seberang telepon setelah sekian lama terdiam. Entah mengapa Megumi merasakan keraguan dari Gojo saat waktu diam itu.

"Ano sa, Megumi." Panggil Gojo dengan nada serius. Megumi menjentikkan telinga kucing imajinernya pada sumber suara, sementara pandangannya tetap tertuju pada panci penggorengan yang tengah ia panaskan.

"Kemarin...Kemarin kenapa tiba-tiba pulang dengan Suguru." Kata Gojo dengan nada serius yang kaku. "Hora, maksudku itu tidak biasanya bukan? Kau pulang dengan Suguru." Tambah Gojo dengan nada ceria main-mainnya. Seolah nada serius sebelumnya tidak pernah terlontar dari mulutnya.

Megumi mengerutkan alisnya dan membuat bibir bawahnya cemberut ringan. Entah mengapa Megumi malas untuk membahas hal ini. Seolah Gojo sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini. Tapi memang tidak, benar bukan?

"Kemarin Busnya tidak ada yang datang, dan ponselku mati jadi aku tidak bisa memesan taksi. Kebetulan Kak Sugu lewat dan mengantarku sampai rumah." Jelas Megumi.

Terdengar suara menggoreng yang memenuhi dapur, pertanda bahwa Megumi sudah mulai menggoreng omeletnya.

"Kak Sugu?! Sejak kapan kau memanggilnya akrab seperti itu?! Dan juga, kamu kan bisa pulang bersama Maki atau Nobara bukan?." Tanya Gojo menuntut.

"Mereka sudah pulang bodoh. Kak Gojo nggak ingat ya kalau Maki-san dan Ara itu dari klub Kendo dan Pemandu Sorak, sementara aku dari klub Ikebana. Sudah pasti pulangnya beda, orang jadwal klubnya beda hari pula." Jelas Megumi seraya menghela nafas lelah. Tangannya dengan terampil mengaduk telur omelette dengan sumpit agar telurnya matang merata namun tetap creamy di mulut.

"Terus kenapa bisa sama Suguru?." Tuntut Gojo lagi.

Megumi menghela nafas panjang sekali lagi. Pusing dengan kebodohan senpainya itu. " Kak Gojo, Klub Ikebanaku jadwalnya kemarin, dan ternyata klub renang Kak Sugu juga kemarin. Untung saja kemarin kita jadwalnya sama, kalau nggak, bisa-bisa aku nggak bisa pulang. Mana Kak Nana dan Yuu-san juga sudah pulang, jadi aku tidak bisa meminta bantuan mereka." Cerita Megumi seraya menyisihkan panci penggorengan berisikan omelette itu kesamping. Tangannya beralih meraih sebotol minyak goreng dan memanaskannya ke panci penggorengan untuk digunakannya menggoreng tempura nanti.

"Hah?! Nanami dan Yuuta juga sering kamu ajak pulang bersama?!. Sejak kapan itu, kenapa aku tidak tahu?." Protes Gojo histeris. Walau Gojo sudah mendengar informasi itu dari Yuuji dan Nanami, namun efeknya jauh lebih besar jika mendengarnya dari mulut megumi sendiri. Sebenarnya dari telepon.

Megumi hanya bersenandung ringan sebagai tanda persetujuan. Sementara tangannya sibuk menari-nari di atas tepung kering dan tepung basah bergantian kesana-kemari.

"Lalu kenapa kau tidak meneleponku saja?. Aku bisa menjemputmu dan mengantarkanmu pulang daripada bersama Si Suguntot itu?!." Gerutu Gojo kesal.

"Jangan bicara kasar di teleponku. Dan juga, kan aku sudah bilang kalau ponselku mati, begitu sampai rumah mandi, makan lalu tidur. Dan baru aku charger pagi ini, makanya baru sempat lihat pesan pagi tadi." Cerita Megumi pajang lebar. Namun agaknya cerita itu masih belum memuaskan hari Gojo dengan betapa terdengar gerutuan-gerutuan tidak jelas dari seberang telepon.

Megumi abai saja akan hal itu. Pasalnya ia merasa tidak punya hak ataupun kewajiban untuk memberikan penjelasan lebih lanjut pada Gojo. Mereka tidak punya hubungan lebih jauh selain hanya teman masa kecil dan kakak adik. Hanya cinta bertepuk sebelah tangan dan tersembunyi secara diam-diam saja yang dimiliki oleh Megumi.

Megumi memasukkan daging ayam yang telah dimarinasi dan dilumuri tepung ke dalam minyak yang sangat panas, kemudian menggorengnya sampai matang dengan penuh kehati-hatian. Usai matang, Megumi meniriskan minyaknya dan mengelapnya menggunakan tisu dapur agar tidak terlalu berminyak saat disimpan di kotak bento nanti. Tangannya beralih memasukkan udang kedalam tepung basah dan bersiap untuk melemparkannya ke kolam minyak goreng panas miliknya.

"Ano sa Megumi." Panggil Gojo dengan nada serius untuk kedua kalinya pagi ini. Ini adalah yang kedua jadi Megumi tidak terlalu memperhatikan dan malah fokus pada setumpukan udang di depannya. Namun apa yang dikatakan Gojo selanjutnya benar-benar terasa seperti Sambaran petir bagi Megumi.

Menghancurkan hatinya hingga pecah berkeping-keping.

"Sepertinya Anonim-san itu adalah Yuuji-kun."
.
.
.
"HUH!"
.
*PRRRRRYYYYAAAAAANNNGGG!!!*

*NNNGGRRRRYYYYIEEEESSHHHH!!!.*

*AAACCCKHH..!!*

Seketika, terdengar suara panci penggorengan aluminium terjatuh ke lantai di sertai cipratan minyak yang terdengar seperti tengah membakar daging. Suara mengaduh kesakitan juga menggema di ruangan yang sepi itu. Cukup untuk membuat Gojo yang di seberang telepon, ikut panik mendengar keributan yang terjadi di seberang telepon bagian Megumi.

"Gumyy...Gumy.. Meguminyan?. Doushita no? Apa yang terjadi." Tanya Gojo panik.

"Aah..tidak kok tidak apa-apa. Aku hanya habis kena cipratan minyak panas saja. Cuma sedikit kok." Sahut Megumi sembari memegang tangan kanannya.

"Apa?! Minyak panas? Itu tidak parah kan? Cepat aliri dengan air dan beri salep. Megumi punya kan dirumah? Atau aku kerumahmu saja?." Ujar Gojo panik.

"Tidak perlu bodoh. Kau di Shinjuku bukan. Aku baik-baik saja kok, cuma kena cipratan kecil sedikit saja. Tidak parah. Dan lebih penting dari itu, Kak Gojo lanjut cerita saja." Ujar Megumi.

Terdengar bunyi suara keran air menggema di seluruh ruangan. Megumi dengan mengaliri tangannya yang terbakar minyak panas dengan air dingin. Sementara telinganya fokus untuk mendengarkan cerita Gojo selajutnya.

"Kenapa Kak Gojo yakin kalau Anonim-san itu Itadori?." Tanya Megumi.

Terdengar tarikan nafas panjang dari seberang telepon sebelum suara yang terlampau semangat mengikuti dibelakangnya.

"Jadi begini, kemarin siang kan aku makan siang sama Yuuji-kun. Karena kita memang biasanya makan siang bersama juga. Kita makan siangnya di rooftop seperti biasa. Kemarin kebetulan kami cuma berdua. Nah, aku bawa bekal bento yang dari Anonim-san yang imut itu. Sementara Yuuji-kun juga bawa bekalnya sendiri. Nah sejak kali itu aku menemukan keanehan-keanehan. Kamu tahu apa anehnya Gumy?." Tanya Gojo mencoba menarik respon Megumi.

"Apa itu?." Sahut Megumi dengan nada lemasnya. Entah apakah rasa sakit yang menusuk dan panas di pergelangan tangannya ataukah rasa sakit dihatinya lah yang membuatnya lemas. Megumi tidak tahu.

"Pertama itu, Yuuji-kun tahu kalau sandwich buah yang dibawakan Anonim-san itu namanya Kuma-sandwich. Terus yang kedua itu waktu kita membahas tentang sushi siapa yang paling enak, kita coba bertukar bekal. Aku mencicipi bekal buatan Yuuji-kun dan Yuuji-kun juga mencicipi bekal Anonim-san. Dan ternyata.."

Cerita Gojo yang terputus-putus semakin membuat hati Megumi serasa dipotong dan diputus-putus.

"Dan ternyata.. Sumpah, rasanya seperti 'Moment Of The Truth'. Rasa bekal Anonim-san itu mirip sekali dengan punya Yuuji-kun. Sushinya rasanya sama, tidak ada celah sama sekali. Yah, walaupun bekal Anonim-san rasa bumbunya lebih strong dan pekat, tapi rasa makanannya itu sama. Kayak dibuat oleh orang yang sama loh, Gumy." Kata Gojo dengan nada yang semakin bersemangat.

"Oh, lalu setelahnya apa kak?" Sahut Megumi. Nada suaranya sudah tidak bisa dibaca kali ini.

"Dan Yuuji-kun kan juga kebetulan bawa Tamagoyaki juga, dan rasanya itu sama kaya Tamagoyaki yang dibuat Anonim-san beberapa hari yang lalu. Sama persis deh pokoknya, kaya dimasak oleh satu orang yang sama. Nah, jadi aku mulai mikir kalau sebenarnya Yuuji yang memberikan bekal bento anonim itu padaku." Ujar Gojo semangat.

"Aku deg-degan banget loh Megumi. Tapi ada yang janggal lagi nih, keanehan yang ketiga itu, kan Yuuji-kun setiap hari selalu berangkat dan pulang sekolah bersamaku. Otomatis kita berangkatnya di jam yang sama. Orang kita selalu janjian buat saling menunggu dan ketemu bareng di stasiun setiap pagi kok. Logisnya tidak mungkin Yuuji-kun yang memberikan bekal itu kan. Iya kan?." Tanya Gojo.

"Iyaa." Sahut Megumi.

"Tapi aku yakin kalau yang masak itu Yuuji-kun. Jadi aku mau minta tolong sama Megumi. Bisa kan?."

Megumi tersentak dari lamunannya, ia buru-buru mematikan keran air yang lebih dari 30 menit mengaliri tangannya itu. Bahkan jari-jari manisnya saja sudah mulai berkeriput karena terlalu lama terkena air. Buru-buru ia menghampiri ponselnya yang masih dalam mode memanggil itu.

"Ah, maaf Kak Gojo, ini sudah siang dan bekalku belum jadi. Dan sepertinya seharian nanti aku bakal sibuk untuk mempersiapkan dokumen festival budaya musim gugur nanti. Juga aku masih harus membuat kanzashi dan hanataba sebagai kontribusi klub Ikebana. Maaf ya Kak Gojo. Sampai Jumpa nanti."

Usai Megumi berkata tanpa titik koma, ia menekan tombol tutup pada panggilan ponselnya yang membuat panggilan telepon itu berhenti seketika. Megumi melakukan hal itu dengan panik tanpa berpikir sedikitpun, bahkan tidak menunggu salam balasan dari Gojo di seberang telepon.

Seolah ada tali yang mengikat, mengencangkan seluruh isi perutnya, membuatnya mual dan ingin muntah. Perasaan Megumi sangat tidak enak, campuran dari kecewa, sedih, kesal, dan sakit hati yang tak terbantah. Membuatnya merasa menyesal karena telah mengenal apa yang namanya jatuh cinta.

Megumi bersandar di dinding, memelorotkan tubuhnya hingga terduduk dengan lemah dilantai. Dihadapannya terdapat kekacauan luar biasa yang belum pernah terjadi didapurnya sejak Nobara memasak dirumahnya. Minyak goreng panas yang tumpah dan mengotori lantai dengan panci penggorengan yang tengkurap sejauh 3 meter didepannya. Adonan tepung basah tumpah mengotori meja island dan menetes jatuh ke lantai, semakin mengotori lantai yang sudah berminyak. Udang-udang berceceran di berbagai tempat, diatas meja, diatas kompor dan dilantai hingga ke lorong bawah meja, yang pasti akan sulit untuk dibersihkan.

"Aah. Aku mengacau." Guman Megumi sedih. "Baik dalam memasak... Ataupun urusan cinta."

Megumi meraih udang kotor yang tergeletak tak jauh dari kakinya dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya nyaris tidak ia rasakan lagi.

"Padahal sebelumnya Kak Gojo terlihat kesal dan kecewa saat membahas Anonim-san itu. Namun terlihat sangat bersemangat saat mengira Anonim-san itu Itadori."

Megumi mengangkat udang kotor itu agar sejajar dengan pandangannya, seolah tengah mengajak udang itu berbicara.

"Kak Gojo tidak tahu bukan kalau aku sudah bisa memasak. Yah, walau yang ngajarin juga Itadori sih. Kalau habis ini mereka jadian, aku mendingan mundur saja kali ya. Pasrah." Ujar Megumi pasrah. " Benar tidak, Ebi-su-san?." Tanya Megumi seraya menggoyangkan udang didepannya.

"Sedih?. Aku tidak akan sedih kok Ebi-su-san, kan aku sudah berusaha untuk mendekati dan mengungkapkan rasa sukaku pada Kak Gojo lewat bekal bento anonim itu." Jawab Megumi sembari berkedip polos.

"Apakah kau tidak sakit?.. hmmmm. Sakit...??." Guman Megumi polos seraya mengedipkan giok zamrudnya yang polos dan murni. Entah mengapa giok zamrudnya yang indah mendadak berair dan menetaskan air asin dari sudut matanya. Rasa sakit yang menusuk, membakar dan panas, begitu menyengat dari punggung tangan dan pergelangan tangannya juga amat mengganggunya.

"Mungkin... Sedikit sakit..." Ujar Megumi seraya menjatuhkan udang itu kelantai. Menarik lututnya kedadanya dan mendekapnya. Menyembunyikannya wajah menangisnya di lekukan lututnya. "Itu sakit loh... Minyak panasnya."
.
.
.
.
Usai menangis sampai puas, Megumi bangkit dari tempat meringkuknya. Rasa pusing sempat menyerang otaknya tatkala ia bangkit tiba-tiba, sehingga membuat keseimbangannya jatuh sesaat. Refleks Megumi yang cukup bagus membuat Megumi menopang tubuhnya dengan meja island di sampingnya untuk menjaga tubuhnya tetap berdiri. Namun sayangnya Megumi menahan tubuhnya dengan tangan kanannya, yang notabene terkena luka bakar yang cukup parah.

Megumi berbohong sebelumnya mengenai luka bakarnya yang sedikit. Sebenarnya luka bakar itu hampir menyebar menyelimuti seluruh punggung tangan Megumi dan merambat hingga ke pergelangan tangannya. Luka bewarna merah-kuning dengan benjolan bewarna kuning menyebar menandakan kalau luka dari minyak panas itu benar-benar parah.

Cepat-cepat Megumi meriah kotak P3K dan mengoleskan beberapa salep dan obat seadanya, mencoba memberikan pertolongan pertama sebisanya. "Aduh.. inghh.. sepertinya aku harus mampir ke klinik nanti." Kata Megumi sembari meringis kesakitan.

Megumi memandangi kekacauan didapurnya, dan mencoba membereskan dapurnya semampu yang ia bisa. Usai membersihkan dapurnya, Megumi beralih melihat omelette yang sudah dingin dan sepotong tonkatsu yang terlihat sudah kering. Megumi mendekati makanan itu dan memutuskan kalau makanan itu masih layak untuk dimakan. Sudut matanya menangkap sepanci kare sisa semalam. Akhirnya Megumi banting setir dan memutuskan untuk membuat bekal bento Tonkatsu Curry Omelette. Dengan tangan kirinya yang cekatan, Megumi memotong tonkatsu menjadi potongan kecil-kecil, kemudian memasukkan nasi putih hangat kedalam kotak bento. Meletakkan kare diatas nasi, kemudian Omelette dan tonkatsu di sampingnya.

"Kali ini aku tidak sempat membuatnya berbentuk imut." Guman Megumi seraya memandangi bekal bentonya dengan penuh tatapan kekecewaan.

"Memangnya kak Gojo bakalan peduli?." Sebuah pikiran jahat memenuhi otaknya, membuat Megumi menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Apakah bekal bento Anonim ini masih diperlukan lagi?." Guman Megumi.

Perasaan sedih kembali menguasai hati dan pikirannya, membuat tubuhnya lelah dan lemas seketika. Membuat Megumi ingin menangis lagi, namun cepat-cepat ia hapus air mata menyedihkan itu dan menyimpan bekal bento itu. Sementara membawa tubuhnya untuk segera mandi dan bersiap ke sekolah. Ini sudah jam 08.00 pagi lebih, dan ia bisa dipastikan akan terlambat datang ke sekolah.
.
.
.
.
Gojo menjatuhkan ponselnya ke ranjang secara acak. Remaja itu menghembuskan nafas panjang kesal. Pikirannya berkecamuk, moodnya semakin buruk walaupun sudah menelpon kekasihnya tersayang, bukan kelasnya sebenarnya, maksudnya BELUM!.

Gojo baru saja selesai menelepon Megumi dan menceritakan kejadian saat makan siang kemarin, tepatnya saat Gojo dan Yuuji berbagi makan bento bersama. Memang benar saat itu Gojo merasakan kalau rasa dari bekal mereka berdua sangat mirip. Makanya Gojo bisa yakin kalau bekal itu dimasak oleh orang yang sama. Namun, dengan otak cerdasnya, Gojo menemukan kejanggalan aneh yang membuat spekulasi bahwa tidak mungkin Yuujilah yang memberinya bento Anonim itu.

Mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama, bahkan makan siang bersama, secara jika dinalar tidak mungkin hal itu terjadi bukan?. Makanya ia jadi tidak yakin kalau Yuuji adalah pengirimnya, pasti anonim itu bukanlah Yuuji, pasti orang lain.

Oleh karena itu Gojo ingin meminta tolong pada Megumi, untuk meminta Megumi sekali lagi mengawasi lokernya, mengawasi siapa Anonim itu. Sayang sekali Megumi sudah menutup ponselnya sebelum ia sempat menyampaikan permintaannya. Bahkan Gojo belum selesai cerita soal kejadian kemarin.

"Aaanggrhhh, ini gegara aku terlalu kesal sama Gumy dan Suguntot yang pulang bersama kemarin." Gerutu Gojo seraya mengacak-ngacak surai putihnya yang memang sudah berantakan.

"Aku lupa cerita sama Gumy kalau Yuuji-kun sudah bilang kalau dia bukanlah pengirim bekal bento itu." Keluh Gojo seraya bangkit dari tempat tidurnya.

Gojo menguap lebar hingga memperlihatkan seluruh gigi dan gusinya. Melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Sudut matanya yang sensitif menangkan jam dinding yang menunjukkan pukul 06.30 pagi. Waktu yang terlalu pagi untuk seorang Gojo Satoru bangun, mengingat remaja pemalas itu akan selalu bangun satu setengah jam sebelum masuk sekolah. Lebih tepatnya, Gojo sama sekali belum tidur sejak semalam tadi gegara terus kepikiran tentang kucing kecilnya yang sempat digendong aka dicuri oleh manusia bangsat yang namanya Suguntot itu.

Bahkan walaupun sudah mendengar penjelasan Megumi secara langsung, dan penjelasan itu lebih dari sekedar masuk akal, Gojo tetap kesal, Gojo tetap gelisah. Gojo cemburu. Walaupun lagak Geto yang seperti tengah menjalin asmara sebagai sepasang kekasih bersama Shoko, padahal mereka bukan sepasang kekasih sama sekali. Tetap saja membuat Gojo khawatir, was-was, tidak menutup kemungkinan Geto bisa mencuri kucing hitam kecilnya itu.

Gojo tidak akan segan-segan menendang masa depan temannya itu bila temannya itu berani-berani menyentuh masa depannya, Megumi, berkahnya yang berharga. Tidak.

Gojo mencipratkan air ke seluruh wajahnya, membuatnya bangun dari kantuk yang tidak akan pernah hilang. Ia menatap wajahnya yang terlihat kusam, dengan mata hitam panda yang mewarnai kantung matanya. Sudut matanya menangkap kotak P3K yang terpantul di cermin, menempel di dinding di belakangnya.

"Oh ya, kalau tidak salah Meguminyan tadi kena cipratan minyak panas. Aku bawa salep dan obat untuk jaga-jaga." Ujar Gojo seraya mengambil salep dan obat ringan dari dalam kotak P3K itu.

Gojo kembali melangkahkan kakinya menuju ke dapur untuk membuat roti panggang karena ia terlalu malas untuk memasak. Toh palingan juga nanti ada bekal bento Anonim lagi muncul di lokernya. Ia yakin dengan penuh percaya diri kalau anonim itu akan memberinya bekal lagi.

Dalam hati kecilnya, Gojo sebenarnya merasa kasihan pada anonim itu karena ia terus menerus menerima bekal bento itu tanpa mampu membalas perasaan anonim itu. Mau bagaimana lagi, Gojo sudah jatuh cinta pada Megumi lebih dulu. Jauh sejak sebelum mereka masuk SMA, jauh sejak itu, selama hampir kurang lebih 1 dekade, Gojo sudah lama mencintai Megumi. Tidak mungkin lagi bagi Gojo untuk menyukai orang lain selain Megumi. Entah seenak apapun masakan dari anonim-san itu, tetap saja Gojo akan memilih Megumi sebagai istri kecilnya yang akan menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam setiap hari di dapurnya, di penthousenya di Kyoto.

"Omong-omong soal memasak, kalau tidak salah kemarin Yuuji juga bilang seperti yang dikatakan oleh Nanamin kalau Megumi sudah bisa memasak." Kata Gojo seraya mengunyah roti panggang yang terlalu kering itu. Memikirkan kehidupan rumah tangga bersama istri-calon-kecilnya itu membuatnya lupa pada pekerjaannya dan menghasilkan kue kering yang tak layak dimakan oleh gigi manis Gojo.

"Kalau tidak salah....Yuuji bilang kalau.. 'Rasanya juga mirip masakan Megumi. Serius, mirip sekali dengan masakan kita berdua' atau semacamnya bukan?." Guman Gojo seraya mengingat-ingat kembali percakapannya dengan Yuuji kemarin.

"Cih, bahkan Yuuji-kun juga sangat dekat dengan Megumi, bahkan Megumi belajar memasak pada Yuuji?. Bukankah seharusnya Megumi belajar memasak denganku, menyewa koki pelatih dan membuatku jadi pencicip pertama masakan pertama Megubunny? Cih, sialan.". Sekrup otak Gojo kembali longgar.

Gojo memilih untuk melupakan pikirannya itu dan beralih ke kamar mandi untuk yang kedua kalinya. Ia akan membersihkan diri dan bersiap ke sekolah, berangkat lebih pagi. Sesekali, siapa tahu Gojo bisa bertemu dengan Megumi dan siapa tahu pula Gojo bisa menemukan Anonim itu dan segera memintanya untuk berhenti.

"Yosh, sudah kuputuskan."
.
.
.
==================================

==================================
.
.
.
Ini masih jam 07.40 Pagi, jelas sekali sekolah masih sepi, hanya ada beberapa anak OSIS saja yang terlihat berkeliaran disana sini. Bahkan mantan ketua OSIS, Kamo Noritoshi, teman seangkatannya yang beda kelas, sudah datang di pagi buta begini. Sepertinya sifat kaku yang khas dari keluarga terhormat selalu melekat pada remaja bersurai gaya era heian, atau era kaichou...? Ah, era manapun itu siapa peduli, Gojo tidak peduli. Intinya si mantan ketua OSIS Kamo Noritoshi itu memiliki gaya rambut paling kuno yang pernah ada. Maksudnya, lelaki mana yang akan memanjangkan rambutnya di zaman moderen seperti sekarang ini, jika bukan karena orang itu punya pemikiran kuno. Geto? Ah, Gojo tak kenal orang bernama Geto. Siapa Geto? Apakah itu nama batu nisan?.

"Tapi...kalau dipikir-pikir lagi. Megumi akan sangat imut jika punya rambut panjang. Haruskah aku memintanya memanjangkan rambutnya saat kami menikah nanti. Yah itu ide bagus." Guman Gojo seraya memakan permen rasa melon ekstra manis yang ia beli di pinggir jalan tadi.

Gojo berjalan menuju ke lokernya, untuk mengganti sepatu sekalian mengambil bekal bento Anonim yang mungkin ada disana. Ketika Gojo membuka lokernya, yang didapatinya hanya sepasang sepatu dengan beberapa buku dan pakaian cadangannya.

"Eeeeh.. tidak ada bekal bentonya?."
Gojo tidak menemukan satupun bekal bento di dalam lokernya.

Gojo menutup kembali lokernya dan melangkahkan kaki panjangnya ke arah meja dan kursi yang terletak di lorong kelas. Mengawasi loker itu dari jauh, barangkali anonim itu memang belum datang dan Gojo bisa menangkap basah orang itu nanti. Gojo terus menunggu, menunggu sangat lama, menunggu sampai jam semua teman-temannya datang dan menyapanya, kemudian meninggalkannya pergi ke kelas lebih dulu. Gojo menunggu sampai junior-junior yang dikenalnya datang dan menyapanya, kemudian meninggalkannya ke kelas lebih dulu. Gojo terus menunggu sampai jam bel pertama berbunyi nyaring di seluruh sekolah. Namun tetap tidak melihat seorangpun datang dan berhenti di depan lokernya. Tidak ada seorangpun.

"Cih, waktu aku tunggu orangnya malah nggak ada, siapa sih sebenarnya anonim itu. Kayak kucing saja suka menyelinap." Gerutu Gojo. Jam pertama di kelasnya diisi oleh si tua Gakuganji, jadi ia memilih untuk membolos saja. Toh, dia sudah jenius dari sononya. Menunggu lebih lama juga tidak masalah, Gojo terlampau penasaran dengan siapa Anonim-san itu sebenarnya. Sejak sendari tadi tidak ada seorangpun yang datang dan berhenti di depan lokernya. Hal itu membuat Gojo frustasi hingga mengepulkan asap dari kepalanya.

Ketika bel jam pelajaran kedua berbunyi, Gojo semakin frustasi. Jam pelajaran kedua adalah olahraga, dan lebih parahnya lagi adalah basket. Mana guru olahraganya adalah Si Kensuke Nagino yang terkenal akan betapa tidak lakunya dia dikalangan gadis, sehingga di umurnya yang akhir 30-an itu masih menjadi bujangan yang perjaka.

Ingin rasanya Gojo membolos saja, namun tidak bisa lantaran guru olahraga itu adalah pembina klub basket dan Gojo bukan hanya anggota klub basket, tetapi juga ketua dari klub basket. Bagaimanapun juga Gojo masih ingin tulang keringnya utuh. Jadi, mau tak mau, Gojo bangkit dari tempatnya duduk dan menuju loker, yang masih tanpa bekal bento Anonim apapun di dalamnya. Gojo mengambil seragam olahraganya dan sepatu olahraganya kemudian berjalan melangkah ke ruang kelas untuk berganti pakaian. Sepanjang jalan Gojo bertemu dengan para gadis dari kelasnya yang nampaknya hendak pergi ke loker dan berganti pakaian di ruang ganti khusus gadis. Gojo yang terlalu malas untuk mondar-mandir lebih memilih ganti baju di kelas saja, toh teman-temannya yang lain juga ganti baju disana.

"Mungkin Anonim-san itu sedang tidak masuk hari ini." Pikir Gojo dalam hati.
.
.
.
.
.
Dengan langkah yang goyah dan lemah Megumi menyusuri trotoar di sepanjang jalan menuju ke Klinik kesehatan. Klinik kesehatan yang paling ia percaya—karena itu satu-satunya klinik kesehatan yang sering dikunjunginya—berada di tempat yang berlawanan dengan tempat SMA Metropolitan Tokyo. Hal ini membuat Megumi harus menaiki bus dua kali, untuk pergi ke klinik kepercayaannya—yang sering dikunjunginya—untuk memeriksakan tangannya yang terkena luka bakar.

Megumi mendongakkan kepala kecilnya ke papan nama klinik kesehatan, begitu ia sampai disana. Seorang petugas keamanan tengah berdiri di samping pintu masuk klinik, menyapa semua orang yang datang dengan senyum ramah dan kumis unik. Megumi menyapa petugas keamanan yang sudah cukup dikenalnya itu, sementara petugas keamanan itu juga menyapanya kembali seraya membukakan pintu masuk klinik untuk Megumi.

Itu klinik yang kecil, hanya seukuran toko kue milik kakaknya di Saitama. Namun cukup banyak orang yang mengunjunginya, rata-rata adalah pengunjung setia yang terpuaskan dengan pelayanan dari perawat dan dokternya. Beruntung bagi Megumi, klinik kesehatan itu belum terlalu banyak orang sehingga Megumi tidak perlu mengantri untuk mendapatkan perawatan.

Usai mengurus administrasi dan keperluan lainnya dengan petugas resepsionis—yang notabene adalah anak dari sang pemilik klinik—Megumi segera memasuki ruangan tempat dimana dokter yang akan memeriksanya menunggu. Begitu Megumi melangkahkan satu kakinya kedalam ruangan, hawa dingin dari AC yang menyengat, seketika membuat tubuhnya menggigil sebentar. Hawa dingin itu juga membuat luka bakarnya yang terbuka terasa seperti di tusuk sebentar, membuat Megumi menyesal tidak membalutnya di rumah.

"Ohayou, Megumi-kun. Apa yang terjadi padamu kali ini? Apakah itu perutmu lagi?." Tanya dokter di depannya dengan nada menggoda yang khas. Sangat tidak cocok dengan nada suaranya yang dalam dan tua.

Kedutan dan kerutan alis muncul di tengah pelipisnya, cemberut mulut yang lucu dan gerutuan imut keluar dari bibir ceri Megumi. Dengan tatapan sinis yang sepenuhnya tertuju pada dokter yang akan memeriksanya—yang notabene adalah teman lama ayahnya— Megumi mencibir tentang betapa menyebalkannya dokter itu. Megumi mengambil tempat duduk khusus pasien yang kosong di depan dokter itu. Seolah-seolah Megumi sudah sangat sering mengunjungi klinik kesehatan dan bertemu dengan dokter itu (tapi Megumi memang sering).

"Jangan menggodaku seperti itu, Shiu-Ojisan. Aku sudah bisa memasak makanan dengan sangat lezat dan aku sudah bisa makan dengan teratur." Ucap Megumi seraya meletakkan ransel yang sendari tadi dibawanya ke lantai, bersandar pada kaki meja di bawahnya.

"Yah, dilihat dengan betapa banyaknya alarm manusia yang mengingatkanmu untuk makan, aku sekarang percaya." Ujar Shiu seraya menyiapkan kertas dan pena kesukaannya. Shiu mematikan rokok yang sendari tadi bertengger di sela-sela bibirnya, memegangnya diantara sela dua jarinya dan mematikannya ke asbak di samping mejanya, sebelum menyimpannya di laci meja di sampingnya.

"Ngggreeehhh... Shiu-Ojisan lebih baik berhenti jadi dokter jika terus merokok seperti itu. Jadi mafia atau pedagang pasar gelap lebih cocok dengan mukamu." Cibir Megumi seraya mengibaskan asap rokok yang mengambang di udara tepat di depan wajahnya.

Shiu hanya tertawa lepas saja mendengar cibiran putra teman lamanya itu, siapa sangka hal seperti itu akan keluar dari mulut seorang berwajah malaikat seperti Megumi. Didikan Toji benar-benar lain. "Jadi, kau kena luka apa kali ini?." Tanya Shiu dengan nada profesionalnya.

Megumi mengangkat tangan kanannya memperlihatkan punggung tangannya yang terbakar cukup parah, memerah, dengan beberapa benjolan kuning yang terlihat berisikan nanah. Terlihat begitu parah, begitu kontras dengan kulit putih dan mulus milik Megumi.

"Hanya luka bakar kecil, aku terkena cipratan minyak panas saat memasak tadi pagi." Ujar Megumi.

Begitu Shiu kong melihat kondisi di punggung tangan dan pergelangan tangan Megumi, dokter itu langsung merengut kesal dan frustasi. Dokter itu memegang tangan Megumi dengan hati-hati, kemudian menekan bagian luka yang tidak parah dengan cukup keras sehingga membuat Megumi berteriak kesakitan.

"Aaaaahhh...... King Kong Ojisan, itu sakit." Teriak Megumi sembari menarik kembali tangannya, kemudian meniup tangannya yang dirasa perih dan terbakar itu dengan mulut kecilnya.

Shiu menatap putra kawan lamanya itu dengan tatapan sayu, kemudian menggelengkan kepalanya frustasi, tangannya meraih beberapa alat medis yang tersimpan di laci meja yang berada di sampingnya itu.

"Darimana luka separah itu bisa kau sebut kecil?!!. Jelas-jelas sekali kalau itu bukan cipratan minyak, tapi kau baru saja memasukkan tanganmu ke dalam minyak goreng panas seperti kau memasukkan daging babi goreng." Gerutu Shiu seraya menarik kembali tangan Megumi untuk diperiksanya.

Shiu membersihkan luka bakar Megumi kemudian mengoleskan salep untuk mengobati luka bakar itu sekaligus sebagai antibiotik agar tidak terjadi infeksi yang berbahaya. Kemudian Shiu membalut luka bakar Megumi dengan perban, untuk mencegah infeksi tentunya. Usai mengobati dan membalut Megumi, Shiu meletakkan tangan Megumi dan mengelus lengannya dengan perlahan dan penuh kasih sayang. Bagaimanapun juga Megumi sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri, mengingat ia pernah membantu mengasuh anak laki-laki mungil didepannya itu.

"Hora, aku sudah memberikan obat dan salep antibiotik, kau harus sering mengolesnya ketika kau mengganti perbannya. Kau harus menggantikannya setidaknya dua sampai tiga kali sehari. Jangan sampai luka ini terkena infeksi yang lebih parah, oke. Dan jangan lupa meminum obat pereda nyeri, itu pasti sakit sekali jika tidak meminum obat pereda nyeri itu." Jelas Shiu seraya menuliskan beberapa resep obat yang diperlukan Megumi nanti.

Megumi mendengarkan dengan patuh dan mengangguk mengerti. Memang benar, usai diperiksa dan diobati, luka bakarnya sudah tidak terlalu sakit lagi, hanya sengatan kecil dan rasa perih yang masih sanggup untuk ia atasi. "Apakah ada hal lain lagi?." Tanya Megumi.

Shiu menatap Megumi dengan lekat-lekat. "Kurasa tidak ada, kau bisa memeriksakan luka bakarnya secara berkala jika kau mau. Pintu Klinik ini selalu terbuka untukmu. Paling cepat lukamu akan sembuh selama 3 sampai 4 minggu, tapi bisa saja lebih. Dan satu hal terakhir yang paling penting." Ujar Shiu dengan nada serius di kalimat terakhir. Membuat Megumi harus mendengarkan dengan serius pula.

"Cepatlah cari ibu baru." Ujar Shiu. Membuat Megumi merasa terpukul kepalanya karena sudah terbawa serius mendengarkan gurauan teman ayahnya itu.

"Yah, maksudku, ayahmu sudah sangat dekat dengan Mei-mei bukan? Kenapa tidak segera diresmikan saja?." Kata Shiu tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Megumi cemberut kesal mendengar hal itu, dan malah melempar balik pertanyaan itu pada Shiu. "Lha Paman King Kong sendiri bagaimana? Tidak mau cari istri baru lagi? Memangnya paman betah mainan sama tangan sendiri setiap hari?! Apa jangan-jangan paman ini terlalu tua makanya tidak laku-laku?." Cibir Megumi dengan nada kesalnya. Paman yang satu ini memang ramah namun sangat menyebalkan sehingga membuat Megumi kesal saja.

Shiu merasa seperti tertusuk oleh ribuan pedang di setiap pertanyaan yang dilontarkan Megumi padanya. Terlihat seutas darah imajiner keluar dari dagunya, membuatnya harus membela diri dan menyelamatkan harga dirinya yang tersisa. "Eeggrehm... Megumi-kun, itu tidak pantas dikatakan pada orang yang lebih tua. Dan juga, aku ingin fokus pada dua putriku terlebih dahulu, Kuroi sudah dewasa dan aku menunggunya untuk segera menikah, sementara Riko, seperti yang kau tahu, dia masih SMA sepertimu, hanya setahun lebih tua, kau tahu bukan?." Kata Shiu membela diri.

Megumi memutar matanya bosan mendengar pembelaan tidak masuk akal dan lemah yang dilontarkan oleh dokter di depannya itu. "yah, kalau begitu kondisi keluarga kita sama. Bedanya Kak Kuroi masih bekerja di klinik ini dan belum punya pacar, Sementara Tsuimiki-neechan sudah menikah dan akan segera punya anak setidaknya dua tahun lagi. Paman King Kong belum menikah dan belum punya pacar, sedangkan Ayahku sudah punya calon dan akan menikah paling cepat setahun lagi, tinggal menunggu masa pengangkatan jabatan saja."

Megumi berkata panjang lebar dengan nada sombongnya. Seringai penuh percaya diri menghiasi wajah Megumi, benar-benar membuat Shiu tidak bisa membuka mulutnya lagi. Jadi, Shiu hanya bisa menunduk dan merentangkan telapak tangannya terbuka, pasrah dihadapan tuan muda perkasa.

"Didikan Toji benar-benar lain." Guman Shiu dalam hati.

Usai puas mempermainkannya kawan lama ayahnya itu, Megumi bangkit dari tempat duduknya dan meraih ransel dan resep obatnya. Membawanya ke tempat resepsionis, ke Kuroi, untuk meminta beberapa obat dan perban yang dia butuhkan. Klinik itu hanya dikelola oleh empat orang saja, satu dokter yaitu Kong Shiu, satu resepsionis, yaitu Kuroi, satu petugas keamanan, yaitu Seiji, dan satu perawat wanita yang Megumi belum kenal. Itu perawat baru, dari yang dia dengar perawat lama dipecat karena sempat melecehkan pasiennya. Yah begitulah.
.
.
.
.
Seekor kucing Oren terlihat dengan tiduran dengan malas-malasan di bangku cafe. Mengibaskan ekor panjangnya yang berbulu ke kanan dan ke kiri, sementara kepala mungilnya di topang oleh lipatan tangan yang halus. Mata kucing yang cokelat seperti kacang almond itu terlihat setengah terbuka, menandakan kalau kucing itu tengah posisi terjaga yang santai, namun akan bisa melarikan diri dengan mudah begitu melihat tanda-tanda bahaya.

Namun, Kucing Oren itu terlihat tidak waspada tatkala seekor kucing raksasa—atau anggap saja kucing jadi-jadian—bewarna hitam pekat dengan permata giok zamrud yang berkilau mendekatinya dan membelai kepalanya. Nampaknya kucing Oren itu telah menganggap intensitas—kucing hitam raksasa jadi-jadian— itu sebagai familynya, sebagai keluarga, sebagai sejenisnya, hanya saja berukuran tidak normal. Mungkin saja kucing Oren itu menganggap kalau kucing hitam raksasa didepannya itu tengah mengalami mutasi dan evolusi khusus. Sehingga membuat kucing hitam raksasa itu memiliki dua tangan manusia, dua kali manusia, dan wujud yang menyerupai ras manusia—yang notabene adalah babu atau pelayan seluruh ras kucing di seluruh dunia—Namun tetap saja sang kucing hitam raksasa yang berwujud menyerupai manusia itu memiliki sifat kucing manja pada umumnya.

Kucing Oren itu menikmati belaian tangan yang manis dan wangi di dagu dan kepalanya, sehingga ia mendengkur manja di bawah sentuhan lembut sang kucing hitam itu. Membuat kucing oren—yang notabene kucing jantan—itu serasa seperti tengah dijilati oleh kucing betina hitam yang menjadi lawan kawinnya. Sayangnya, sentuhan lembut di seluruh bulu halus kucing Oren itu harus berhenti, membuat kucing Oren itu sedih lantaran kehilangan kenikmatan sentuhan dari pasangan kawinnya yang cantik dan imut.

Kucing Oren itu mendapati kucing hitam raksasa—mari panggil dia sebagai Megumi—beranjak meninggalkannya dan memilih untuk memasuki pintu cafe dengan berpapankan nama "Green Cafe", tempat dia menumpang tidur dan bermalas-malasan. Kucing Oren itu kesal karena ditinggal dan memilih untuk turun dari bangku untuk mengikuti langkah kaki Megumi. Kucing Oren itu menari-nari dan menempelkan seluruh tubuhnya—baunya—disela-sela kaki Megumi, seolah-olah meminta perhatian manja dari si kucing betina sekaligus menandainya.

Gerakan menari-nari itu membuat Megumi sedikit tersandung di setiap langkahnya, membuat Megumi harus menggendong kucing itu dilengannya jika tidak, maka ia, jika bukan menginjak kucing Oren malang itu, maka dia akan jatuh ke lantai. Dengan tangan kirinya, Megumi menggendong kucing itu, yang anehnya begitu jinak dan malah semakin menempelkan kepala kucingnya ke persimpangan leher Megumi.

Megumi hanya menggelengkan kepalanya perlahan karena geli akan tingkah imut kucing yang digendongnya itu. Remaja itu kembali mengarahkan pandangannya ke pintu cafe dan memasukinya, membuat denting bel cafe berbunyi cukup nyaring di seluruh ruangan. Begitu memasuki ruangan, aroma kopi cokelat yang harum dan aroma roti manis yang lembur menyerang hidung mungil Megumi yang mancung. Aroma yang menggugah selera sehingga membuat cacing-cacing di perut Megumi meronta minta diisi makanan.

Dengan langkah yang gemulai, Megumi menghampiri kasir dan memesan sudah buah roti kesukaannya di Green Cafe , Roti Boy, untuk sarapan di pagi ini. Kecelakaan yang ia lakukan di dapur pagi tadi membuatnya tidak sempat untuk sarapan kecuali hanya segelas air putih yang sama sekali tidak mengenyangkan. Megumi sudah tidak ambil pusing lagi apakah ia akan terlambat sekolah dan dihukum atau apapun itu. Toh dia tidak belajar pun dia tetap jenius. Yang ada dipikirannya sekarang hanyalah makan, dan sarapan.

"Jika aku membeli Roti Boy ini aku bisa memakannya di bus saat berangkat sekolah nanti." Guman Megumi.

"Dua Roti Boy untuk Megumi-kun sudah siap." Umum petugas kasir itu.

Megumi menerima totebag berisikan Roti Boy itu dan memberikan pembayaran pada pegawai kasir itu. Kucing Oren yang digendongnya sudah beralih untuk tiduran dengan nyaman di bahunya, sehingga memudahkan Megumi untuk menerima pesanan nya dengan tangan kirinya. Megumi segera beranjak dari cafe itu karena merasa tak nyaman dengan tatapan pegawai kasir yang agaknya aneh itu. Mungkin itu pegawai baru, karena sejauh yang Megumi ingat, pegawai kasir Green Cafe adalah kakak laki-laki Kaito Yuuki, teman sekelasnya. Dan pegawai kasir yang ia temui tadi itu bukanlah wajah yang dikenalnya. Apapun itu, Megumi beruntung bisa cepat pergi.

Sayang sekali bagi kucing Oren karena harus berpisah dengan Megumi. Kucing itu terlihat sedih dan sangat menempel pada Megumi. Namun berkat sogokan Megumi, berupa sepotong Roti Boy, kucing itu berhenti mengeong dan memilih untuk memakan potongan Roti Boy didepannya. Megumi membelai kucing Oren itu untuk terakhir kalinya, sebelum melanjutkan langkahnya menuju ke halte bus untuk pergi ke sekolahnya. Ia memakan potongan yang tersisa dari Roti Boy itu sembari bergantian meminum Fuwafuwa Miruku rasa pisang yang sempat ia curi dari meja tempat kawan lama ayahnya tadi merawatnya, Shiu Kong. Yah, Megumi mencuri minuman dokter itu.

Begitu sampai di halte bus, ternyata Megumi tidak perlu menunggu lama bus datang karena kebetulan bus itu sudah datang. Cepat-cepat Megumi berjalan dan memasuki bus itu. Begitu sampai didalamnya, Megumi mengambil tempat duduk paling belakang di dekat jendela, kemudian melanjutkan sarapannya untuk mengganjal lapar perutnya. Begitu ia melihat lebih dalam pada totebag itu, ternyata ia mendapati ada sebaris nomor telepon yang tertulis di totebag itu. Dengan sebuah nama yang ditinggalkan disana, beberapa logo hati juga disertakan, dan pesan "hubungi aku" yang bagi Megumi menyebalkan.

"Ughh, kurasa aku tidak akan pergi kesana lagi jika pegawai kasirnya tetap orang itu." Kata Megumi seraya menatap skeptis pada barisan nomor dan pesan di totebagnya. Mulutnya yang kecil terbuka untuk memakan Roti Boy yang kedua. Memakannya dengan nikmat sambil menikmati pemandangan kota pagi yang begitu damai di sepanjang perjalanan menuju SMA Metropolitan Tokyo.

Pagi yang indah dan damai. Megumi pantas mendapatkannya.
.
.
.
.
.
Begitu sampai di depan sekolah, Megumi melihat kalau gerbangnya sudah ditutup rapat. Megumi menghampiri petugas penjaga sekolah itu dan menjelaskan keadaannya yang harus membuatnya terlambat itu, baru kemudian Megumi diperbolehkan untuk masuk. Sebuah formalitas yang menjadi normalitas.

Begitu sampai di dalam sekolah, telinga kucing Megumi mendapati bunyi bel sekolah yang menandakan kalau jam pembelajar kedua telah berbunyi. Yang artinya dia telah melewatkan jam mata pelajaran pertama. Tanpa tergesa-gesa, dengan langkah pelan yang santai nan gemulai, Megumi melangkah ke lokernya untuk mengganti sepatu chelsea—yang sudah dicocokkan oleh Gojo— Cokelat miliknya.

Ngomong-ngomong soal Gojo, Megumi belum menghubungi senpainya itu lagi, dan senpainya itu juga belum menghubunginya lagi sejak telepon mereka tadi pagi. Jadi Megumi belum bertemu sama sekali dengan Gojo. Megumi menoleh ke arah loker Gojo dan mendekatinya. Ia mengeluarkan bekal bento dari dalam ranselnya dan memegangnya. Awalnya Megumi ragu untuk memberikannya, karena Gojo mengira kalau Yuuji adalah anonim itu. Dan jika Yuuji mengambil kesempatan itu, ataupun Gojo nekat untuk menembak Yuuji, sudah dapat dipastikan kalau mereka berdua akan jadian. Dan bekal bento anonim dari Megumi tidak akan ada gunanya sama sekali.

"Haruskah aku tetap menyimpannya di loker Kak Gojo?." Guman Megumi bimbang.

Cukup lama Megumi terdiam di depan loker Gojo seperti orang aneh. Bagaimana tidak? Seorang siswa baru saja datang di jam kedua pelajaran, tengah berdiri di depan loker orang, yang notabene orang paling populer di SMA Metropolitan Tokyo, bahkan di seluruh angkatan lembaga Metropolitan Tokyo, dengan aneh mendekap kotak bento di dadanya, sambil memasang wajah lugu dan bingung yang lucu (Megumi tidak tahu kalau wajahnya lucu dan imut).

Begitu mendengar suara kerumunan gadis dari kejauhan, nampaknya dari lorong kelas 2 dan 3, Megumi langsung tersadar dari lamunan singkatnya. Tanpa berpikir panjang lagi, Megumi segera membuka loker Gojo dengan cepat, dan menyimpan bekal bentonya dengan secepat kilat pula. Lalu cepat-cepat menutupnya dan berjalan seolah-olah ia tidak baru saja melakukan hal yang mencurigakan diam-diam.

"Persetan dengan bekalnya. Jika itu diambil dan dimakan maka ya sudah, jika itu diabaikan dan mereka berdua berujung jadian, maka ya sudah. Aku sudah tidak mau berpikir lagi." Guman Megumi kesal. Kata-kata kutukan lucu keluar dari mulutnya yang imut.

Begitu sampai di kelas, pelajaran dari Tsukumo sudah dimulai. Megumi cepat-cepat menyampaikan alasan keterlambatannya baru kemudian diperbolehkan untuk duduk di bangku kelas favoritnya. Dalam duduk diamnya, Megumi merasakan tatapan penuh tanya dari dua temannya, Yuuji dan Nobara. Namun ia berusaha mengabaikannya dan memilih fokus pada pelajaran yang disampaikan oleh Tsukumo.

Walaupun Megumi sudah menguasai semua pelajaran yang ada, termasuk pelajaran yang diampu Tsukumo, Megumi bukanlah tipe orang yang mengambil resiko. Yang bermasalah bukankah pelajarannya, melainkan pengajarnya. Tsukumo sama sekali tidak cocok menjadi pengajar, Wanita 30 tahunan akhir itu lebih cocok menjadi kupu-kupu malam ataupun penjaga bar dengan betapa liarnya wanita itu dalam menggoda semua orang.

Bagaimana tidak? Jika setiap wanita itu bertemu orang baru, wanita itu akan bertanya "Apa tipe priamu? Atau Apa tipe wanitamu?." Seperti orang liar yang tidak beradap. Sudah cukup Todou si kepala nanas saja bagi Megumi, itu sudah cukup menganggu, Megumi tidak perlu tambahan kepala nanas lain.

Setengah jam selanjutnya hanya dipenuhi oleh penjelasan tidak jelas dari Tsukumo sebelum wanita itu memberikan tugas pada siswanya dan melarikan diri, mungkin untuk menggoda pria atau wanita apapun yang ditemuinya nanti. Apapun itu, Megumi tidak peduli.
.
.
.
"Oy, kemana saja kau pagi ini? Kau tidak menjawab teleponku dan kau juga tidak membalas pesanku?!." Omel Nobara seraya menggebrakkan buku tebal miliknya di bangku meja Megumi. Sementara Yuuji ikut berkumpul bersamanya seraya menyeret kursi acak yang tersangkut di kakinya.

Megumi baru teringat kalau sendari tadi Megumi terus mematikan ponselnya lantaran untuk menghindari panggilan dan pesan lagi dari Gojo. Kejadian tadi pagi masih ingin dilupakan oleh Megumi bagaimanapun juga.

"Ugh, maaf Ara, aku sengaja mematikan ponselku agar cepat ngechargernya." Kata Megumi beralasan.

Nobara hanya memutar mata saja mendengar alasan yang sangat klise itu. Bagaimanapun juga, Megumi ada di depannya, itu yang paling penting. Tiba-tiba Yuuji memotong pembicaraan keduanya dengan sebuah cerita yang dituntut Yuuji untuk di dengarkan. Mau tak mau, Nobara dan Megumi harus mendengarkannya, atau remaja bersurai pink itu akan merengek memohon, khususnya merengek pada Megumi.

"Dengar, aku ada cerita." Kata Yuuji memilih percakapan, namun segera di potong oleh Nobara yang tampaknya sangat tidak sabar.

"Jika mau cerita cepat saja! Aku punya janji dengan Maki-san." Bentak Nobara ketus.

Usai dibentak Nobara, Yuuji langsung sweatdrop seketika. Ia menolehkan wajahnya untuk memandang remaja cantik di sebelahnya, mencoba mencari dan meminta pembelaan. Namun remaja cantik itu hanya memberikan anggukan ringan dengan tatapan mata tidak tertarik sama sekali.

"Dengar, kemarin kan aku makan siang bersama dengan Gojo senpai, berdua sama seperti biasanya." Ujar Yuuji, sengaja meninggalkan kalimat akhir mengambang agar menambah rasa penasaran teman-temannya. Namun sepertinya teman-temannya itu masih tidak terlalu tertarik, dan malah merasa terganggu dengan percakapan itu, bahkan Nobara.

"Kalian tahu bekal anonim yang diterima oleh Gojo senpai itu?." Tanya Yuuji.

Megumi tersentak ringan mendengar bekal anonim keluar dari mulut temannya itu. Perasaannya sudah tidak enak entah kenapa, seolah ia tidak seharusnya mendengar hal apapun yang akan dikatakan oleh Yuuji atau ia akan menyesalinya.

Sementara Nobara hanya melirik ringan ke arah Megumi yang terlihat membeku. Lirikan penuh kasih itu berlangsung Selama beberapa saat sebelum kembali menatap tidak tertarik pada teman bersurai pinknya itu.

"Maksudmu bekal anonim yang sering dipost di Twitter dan Instagramnya itu?." Ujar Nobara sekadar mencairkan suasana yang dibalas anggukan semangat dari Yuuji.

"Nah kemarin kan Gojo senpai juga dapat bekal anonimnya. Kebetulan kita makan siang berdua bersama. Soalnya Nanamin kemarin kan sedang rapat OSIS seperti Megumi." Kata Yuuji.

"Nah, saat itulah aku ngeblank sampai 10 menitan." Tambah Yuuji.

"Heh, 10 menit? Lama amat, kau habis ditahis utang pinjol ya?." Timpal Nobara.

"Enak saja! Memangnya kamu?!." Bantah Yuuji yang mendapat ketukan kepala ringan dari Nobara tepat di kepalanya.

"Ouch. Dengar ya, kemarin itu entah kenapa kita berujung bertengkar soal sushi siapa yang paling enak. Nah Gojo senpai bilang kalau sushi dari anonim itu sangat enak, yah jadilah kita bertukar satu sushi buat diadu rasanya. Saat itulah pikiran kami serasa seperti disatukan oleh sengatan listrik. Kami bahkan sempat saling memandang bergantian dari muka ke bekal bento masing-masing. Dan tahu tidak...?." Yuuji sengaja menanyakan bagian akhir agar membuat teman-temannya yang tidak tertarik, apalagi Megumi, mulai tertarik dengan ceritanya itu.

Melihat tidak ada reaksi yang diinginkannya itu muncul dari dua temannya, Yuuji memilih untuk menceritakannya lebih lanjut dengan nada semangat yang sengaja dibuat-buat.

"DAN WOW!!!. Rasa makanan kita sama loh. Walau bekal bento anonim milik Gojo Senpai memiliki bumbu yang lebih enak dan kuat, tapi intinya rasanya itu sama. Sampai-sampai kak Gojo bilang kalau dua bekal bento itu dibuat oleh dua orang yang sama! Kalian berdua menyangkanya tidak?!." Tanya Yuuji untuk kesekian kalinya, kali ini Nobara merespon dengan gelengan ringan tidak tertarik seperti biasa.

"Nah karena rasanya sama itu, Gojo senpai langsung ngotot kalau yang mengirim bekal bento anonim itu pasti aku. Dia langsung tanya dengan penuh excited, seolah baru saja menemukan kucingnya yang sebulan lama hilang dan tidak ketemu dicari-cari." Ujar Yuuji dengan nada semangatnya yang biasa.

"Wow! Bisa begitu yah. Terus kamu akui?." Tanya Nobara dengan nada skeptis.

"Ya tidak lah!" Sangkal Yuuji. "Mana sempat aku buat bekal bento yang seenak dan seimut itu. Aku bisa bawa bekal sendiri tanpa terlambat saja sudah pantas diacungi jempol kok!." Kata Yuuji seraya menggelengkan kepala dan telapak tangannya dengan gerakan yang aneh.

"Heh, imbasnya kau mandi seperti bebek. Pantas saja setiap datang sekolah kau bau seperti bebek yang tidak pernah mandi, bau anyir." Ejek Nobara seraya menutup hidungnya dan menjauh dari Yuuji.

"Enak saja!." Umpat Yuuji. "Makanya aku langsung sangkal pada Gojo senpai. Secara kita kan selalu berangkat dan pulang bersama. Dan setiap Gojo senpai datang ke sekolah, bekal bento anonim itu sudah ada di lokernya Gojo senpai. Jadi aku bilang ke Gojo senpai kalau mungkin rasanya saja yang kebetulan mirip." Jelas Yuuji.

Megumi yang sendari tadi diam mendengarkan saja, akhirnya mulai mengeluarkan suara untuk pertama kalinya. Walaupun suara itu keluar dengan anda suara yang paling kecil dan lirih, seperti seseorang yang gugup dan lemas secara bersamaan. "Ehm.. terus..reaksinya Kak Gojo bagaimana?." 

Yuuji menoleh dengan penuh semangat pada Megumi, tangannya menopang wajahnya dengan sikunya bertumpu pada meja. "Yah Gojo senpai langsung kaya lemas gitu. Lesu. Lagian aneh sih Gojo senpai, masa gegara rasa makanannya sama bisa langsung mengambil kesimpulan seperti itu." Ujar Yuuji seraya mengangkat kedua bahunya.

Yuuji kembali fokus pada Megumi dan menceritakan cerita lain yang menjadi salah satu misinya dari kerja samanya dengan Gojo. "Dan juga, Gojo senpai sempat tanya apa aku buka kursus masak gitu, siapa tahu anonim itu adalah muridku. Yah tentu saja aku sangkal lah. Aku mana ada buat kursus masak, aku hanya menjadi guru memasak untuk Megumi saja." Kata Yuuji.

Cerita itu membuat Megumi, yang tidak terlalu mengerti garis dasar cerita dan masalah, tersentak terkejut. "Tunggu, kamu bilang ke Kak Gojo kalau aku belajar memasak dari kamu?." Tanya Megumi terkejut.

Yuuji mengangguk polos, tidak mengerti dengan keterkejutan teman laki-laki cantiknya itu. Juga tidak mengerti mengapa gadis disampingnya itu mengusap wajahnya hingga menghapus sebagian make up-nya.

"Yah, habisnya sejak kemarin-kemarin Gojo senpai sudah penasaran sih. Sepertinya Gojo senpai sudah mendapat kabar kalau kamu bisa memasak berkat Nanamin. Apa Nanamin sering berkunjung ke rumahmu? Kudengar dia sering menginap dirumahnya juga?." Tanya Yuuji dengan penuh semangat dan kelembutan melontarkan nama Nanami di setiap ujung lidahnya.

Nobara yang melihat Megumi tertekan dan tersudutkan oleh pertanyaan itu, bergegas untuk mengalihkan pertanyaan dengan kembali ke titik cerita yang dibawa oleh Yuuji tadi. "Oh, aku lupa bertanya, bukannya kalian sering makan bersama ya? Terus mengapa kalian berdua baru tau kalau dua makanan kalian rasanya sama? Kan aneh?." Tanya Nobara. Pujilah otak encer Nobara yang selalu dapat diandalkan di berbagai situasi dan masalah.

Yuuji menolehkan kepalanya ke arah Nobara dan menghela nafas lesu. "Kemarin kami pertama kalinya berbagi bekal bento. Aku selalu membagi punyaku dengan Nanamin. Sementara Gojo senpai sangat pelit untuk membagi bekal bento anonim itu pada teman-temannya barang secuil saja. Malah kau tahu? Beberapa hari yang lalu Gojo senpai dapat Neko-Hanbaagaa sebagai bekal bentonya. Dan dia hanya membagikan satu hamburger untuk dibagi pada teman-temannya, jatahku tentunya kuberikan pada Nanamin." Ujar Yuuji lesu.

Penjelasan itu memberikan sedikit kehangatan di hari Megumi, seolah-olah ada kupu-kupu yang bertebaran di perut Megumi, hingga membuat seluruh tubuhnya menghangat. Oh, apakah dia merona? Ah, sembunyikan itu!. Begitu Megumi menepis pikiran konyol itu, ia segera tersadar akan fakta bahwa Gojo kecewa kalau anonim itu bukanlah Yuuji.

"Ini artinya Kak Gojo kecewa anonimnya bukan Yuuji dan tidak bisa ditembaknya bukan?. Kalau anonimnya itu benar Yuuji, pasti Kak Gojo bakal mengungkapkan perasaannya pada Yuuji dan mereka balak jadi kekasih. Unghhh, haruskah aku berhenti saja jadi anonim itu." Pikir Megumi dalam hati.

Nobara dengan firasatnya yang setajam ujung paku itu menyadari kegelisahan hati Megumi dan pikiran pesimis remaja bersurai runcing itu. Dengan mulutnya yang tidak kalah tajamnya, ia langsung to the point saja, karena agaknya Nobara juga terlalu lelah menunggu dan terlibat di perkisahan percintaan Megumi yang seruwet benang jahit itu.

"Jadi..? Kalian jadian? Jadi kekasih?."

Pertanyaan Nobara yang blak-blakan itu langsung membuat Megumi tersentak sebentar dan memilih mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Sampai-sampai rasa tusukan nyeri yang perih menusuk di punggung tangannya itulah yang menghentikan kepalan tangannya.

Sementara Yuuji terbengong seperti orang bodoh mendengar pertanyaan bodoh seperti itu. "HAH! KESIMPULAN DARI MANA LAGI ITU?!!." Teriak Yuuji heran.

"Yah, habisnya kalian terlihat sering berangkat dan pulang bersama, bahkan sering makan siang bersama juga. Bahkan beberapa orang di sekolah ini mengira kalau kalian sudah berkencan." Kata Nobara datar.

Yuuji membuat wajah jijik yang mendistorsi wajah polosnya itu. "Blewh. Itu tidak mungkin. Gojo senpai suka dengan orang lain." Sangkal Yuuji. Ia kemudian melirik kearah Megumi seraya mengangkat kedua alisnya dengan penuh arti. "Sebenarnya aku juga mau sih nge-spill siapa yang disuka oleh Gojo senpai, sayang sekali aku tidak punya hak.

Megumi masih terdiam usai mendengar suara helaan nafas panjang dari Yuuji, yang nampaknya kelelahan karena terlalu banyak bercerita. Sementara Nobara malah selesai mengikir kukunya, yang entah sejak kapan gadis itu memulainya.

"Omong-omong darimana gosip aneh kalau aku dan Gojo Senpai berkencan itu berasal. Ada-ada saja, kurasa aku harus mencari dalangnya." Ujar Yuuji seraya bangkit dan keluar dari kelas. Tidak repot-repot menunggu bel makan siang yang akan berbunyi 10 menit lagi.
.
.
.
Usai kepergian Yuuji, Nobara mulai membuka suara atas keheningan tiba-tiba yang terjadi diantara keduanya. Memang, ruangan kelas sudah sepi sejak Tsukumo sensei pergi tadi, sehingga waktu yuuji bercerita hanya ada mereka bertiga di kelas.

"Megumi." Panggil Nobara, yang dipanggil hanya terus menunduk, namun Nobara dapat melihat telinga kucing imajiner mulai bergerak-gerak mencari sumber gelombang suaranya itu. "Apa yang akan kau lakukan setelah ini?." Tanya Nobara.

Megumi meletakkan kepalanya yang mungil diatas meja, terlihat lemas dan lesu, seperti kucing kesepian dan kelaparan akan sentuhan. "Entahlah. Berhenti menjadi anonim dan melakukan hal yang sia-sia kurasa." Perkataan Megumi itu terdengar tidak yakin bagi Nobara.

Nobara meremas surai coklat karamelnya dengan frustasi, sementara ia mendengus kesal dengan dengusan yang cukup panjang. "Tidakkah ada pilihan untuk menembaknya?. Ayolah, ungkapkan perasaanmu padanya!." Perintah Nobara.

Megumi cemberut lucu. Menggembungkan pipinya dengan cara yang lucu, cukup imut untuk menarik perhatian siapapun, bahkan Nobara, untuk mencium dan menganiaya wajah remaja laki-laki yang cantik itu.

"Ara, tidak ada peluang sama sekali. Walau Itadori bilang kalau Kak Gojo suka dengan orang lain, itu juga belum 100% pasti benar. Bisa saja Kak Gojo bohong pada Itadori atau Itadori salah paham. Apalagi dengan reaksi Kak Gojo yang nampaknya kecewa begitu tahu kalau Itadori bukan anonimnya. Aku tahu banget soalnya Kak Gojo juga sudah menelpon ku dan menceritakan hal yang sama tadi pagi. " Cerita Megumi dengan nada lesunya.

"Hah?! Jadi karena itu kau mematikan ponselmu dan mengabaikan pesan-pesan ku?." Sela Nobara ditengah cerita Megumi. Megumi hanya mengangguk ringan sambil menggunakan kata maaf, membuat Nobara harus dilema antara harus kesal atau tidak. Yah, bagaimanapun juga, itu Megumi, jadi...maafkan saja dia... Maafkan saja Megumi yang terlalu polos.

"Ditambah lagi, Itadori mungkin juga punya perasaan sama Kak Gojo, walaupun dia sempat menyangkalnya, bisa saja itu cuma akting atau pura-pura karena malu." Ujar Megumi.

"Kegh." Nobara mendengus dengan kasar. "Sejauh yang aku tahu, bocah penggila Pachinko itu adalah anak blak-blakan, bukannya anak tsundere dadakan seperti yang ada di depanku ini." Ujar Nobara seraya mencubit pipi kenyal Megumi seolah itu adalah setumpukan mochi.

"Apapun itu, sebaiknya kamu cepat mengungkapkan perasaanmu saja. Persetan dengan siapa yang Gojo suka dan siapa yang Yuuji suka. Itu bukan urusanmu!." Nobara berkata dengan nada yang sangat tegas, seperti nada yang biasa digunakan ayahnya padanya.

"Tetap saja urusanku ara. Kalau ternyata mereka jadian atau saling suka, kan aku seperti menikung temanku sendiri." Ujar Megumi seraya merengek ringan seperti bayi. Sebuah rengekan yang cukup langka keluar dari mulutnya yang manis.

Nobara semakin keras mencubit pipi Megumi sebagai pelampiasan rasa frustasi dan gemas akan kepolosan dan ketolololan kawannya yang satu itu. "unghh, mereka belum pasti beneran jadian tolol. Gemes deh aku sama kamu!."

"Unghh..gunya...gunya...gunya..gunya.. Ara, pipiku bukan mochi susu." Kata Megumi seraya memegang tangan Nobara, mencoba melepaskan cubitan di pipinya itu.

Begitu Nobara melihat tangan Megumi yang memegang tangannya ituz sontak ia melepaskan cubitan di kedua pipi temannya. Tangannya beralih memegang tangan kanan Megumi yang terbalut dengan perban . Gadis itu menatap Megumi dengan tatapan curiga dan menuntut sebuah penjelasan.

"Ungh..ini.. ingat, tadi pagi Kak Gojo meneleponku waktu aku sedang memasak bekal bento. Dan waktu Kak Gojo cerita soal Yuuji adalah anonim itu, aku langsung terkejut dan membuat kekacauan di seluruh dapurku, bahkan mencipratkan minyak panas ke tanganku." Jelas Megumi seraya menggaruk pipinya yang tidak sakit dengan tangan kirinya.

"Kau mencipratkan minyak panas atau mencelupkan tanganmu ke minyak panas?!." Tanya Nobara dengan nada tegas. Tatapannya mengartikan kalau luka dengan perban sebanyak ini tidak mungkin hanya sekedar cipratan minyak panas yang KECIL. Pasti lebih parah dari yang bisa dibayangkan Nobara.

Megumi mengenal nafas pasrah sembari menundukkan kepalanya sebagai bentuk rasa bersalah dan permintaan maaf. "Tanganku tersiram minyak panas, itu hampir menutupi seluruh punggung tanganku dan merembet ke pergelangan tanganku." Ujar Megumi.

Sebelum Nobara berkata apapun lagi Megumi cepat-cepat memotongnya. "Tapi tenang saja. Sekarang sudah tidak apa-apa kok. Tadi pagi aku memeriksakannya ke klinik kesehatan milik Paman King Kong, dan dia bilang kalau lukaku sampai ke luka bakar derajat dua. Paman King Kong sudah mengobati lukaku kok, lengkap dengan salep antibiotik untuk mencegah infeksi. Juga beberapa obat pereda nyeri agar tidak terasa terlalu sakit. Sungguh, sudah tidak apa-apa, paling cepat akan sembuh total 3-4 Minggu." Jelas Megumi panjang lebar.

Nobara hanya menghela nafas lelah saja usai mendengar penjelasan itu. Yah setidaknya calon keponakannya itu sudah aman dan baik-baik saja. "Jadi itu alasan kau terlambat tadi pagi? Kau pergi sendiri? Kenapa kau tidak menghubungiku, atau Maki-san, atau Yuuta yang juga tinggal di daerah itu." Nobara menggoda Megumi dengan menyebut nama Yuuta dibagikan akhir, membuatnya mendapatkan cubitan kecil di tangannya dari Megumi.

"Yuu-san tidak ada hubungannya denganku. Kami hanya berteman itu saja. Dan aku tidak mau merepotkan kalian berdua karena aku yakin kalian waktu itu sudah setengah jalan ke sekolah." Ujar Megumi cemberut.

"Huhhh." Nobara menghela nafas untuk ke sekian kalinya. "Yah, kau bilang kau mengacau saat memasak. Jadi kau tidak membuat bekal anonim lagi hari ini?." Tanya Nobara.

"Aku membuatnya." Sanggah Megumi. "Walau tidak seimut biasanya." Katanya.

"Dan kau. Kau sendiri malah tidak bawa ?." Tanya Nobara dengan nada skeptis. Dilihatnya Megumi hanya sweatdrop saja sambil mengangguk ringan. "Kau sudah sarapan?."

"Ehm." Jawab Megumi sembari menganggukkan kepala kucingnya itu. "Aku sempat mencuri Fuwafuwa miruku rasa pisang milik Paman King Kong tadi pagi. Aku juga sempat membeli Roti Boy di Green Cafe saat perjalan kesini." Cerita Megumi. "Tapi aku sempat digoda oleh pegawai kasir di cafe itu, dia memberikan nomornya di bungkus Roti tapi aku langsung membuangnya." Kata Megumi seraya mencibir ringan. Mulutnya yang manis dikerucutkan dalam bentuk yang lucu seperti paruh burung. Membuat Nobara ingin mencubitnya karena gemas.

"Yah apapun itu, makan sesuatu untuk siang ini. Jangan sampai kau skip makan lagi dan berujung tiduran di rumah sakit. Aku akan pergi menenangkan pikiranku di paha Maki-san." Ujar Nobara seraya membelai surai runcing Megumi sebelum beranjak keluar kelas. Meninggalkan Megumi sendirian di dalam kelas.

Sebuah bunyi yang cukup nyaring mengisi keheningan kelas, bunyi itu ternyata berasal dari perut Megumi yang kelaparan. Megumi beranjak dari tempatnya duduk dan melangkahkan kakinya menyusuri lorong menuju kantin. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah mengisi perutnya dengan apapun yang bisa ia makan dan akan mengenyangkan isi perutnya.

Kantin di sisi timur pasti lebih banyak pengunjungnya, mengingat disana mereka banyak menjual makanan hangat. Megumi, yang malah menunggu, memilih pergi ke kantin di sisi barat, cukup dekat dengan tempat dimana ruang gym dan taman kecil berada. Disana kebanyakan menjual makanan yang biasa dijual di kombini, Megumi mungkin bisa mendapatkan sepaket bento dan beberapa agemono untuk makan siang.
.
.
.
.
"Unghhh.. kenapa akhir-akhir ini aku sial sekali." Ujar Megumi.

Dia sudah jauh-jauh berjalan ke gedung sisi barat untuk mencari bento yang bisa ia makan. Sayangnya keberuntungan mempermainkannya, dia tidak mendapati satupun paket bento yang tersisa, bahkan onigiri ataupun sandwich saja tidak ada. Yang ada hanyalah beberapa roti manis yang terlampau manis—berada di luar batas toleransi rasa manis megumi— dan setumpukan cup ramen yang menjulang tinggi seperti menara. Betapa sialnya dia.

Ketika diambang dilema, harus memilih untuk memakan roti yang terlampau manis hingga melewati batas toleransi manisnya, atau harus memilih memakan cup ramen yang ada, disitulah penyelamat Megumi datang.

Seseorang lelaki yang tampan menepuk pundak Megumi dan menolongnya di tengah kesulitan—kelaparannya.
.
.
.
.
"Gumy, apa yang sedang kau lakukan?."
.
.
.
TBC~

Oh akhirnya pahlawan datang menolong Megumi lagi. Yah, Megumi adalah Heroine yang butuh untuk diselamatkan.

Jangan lupa vote, komen and share onegaisimasu (⁠っ⁠.⁠❛⁠ ⁠ᴗ⁠ ⁠❛⁠.⁠)⁠っ

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

2.4K 291 23
some people call it insomnia. when you cant sleep and your mind is BUDREK. try to write this maybe can help me handle this shit situation. i don't m...
959K 78.2K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
2.3K 230 10
[END] Hanya mempokuskan ke chara Yamada Ichiro dengan kehidupannya. °•°•°•°•°•°•°•°• ๑◌⑅⃝●⋆◌๑ °•°•°•°•°•°•°•°• Sebagian dari kisah ini menceritakan...
624 58 7
kisah di mana mereka hidup tanpa adanya kekuatan kutukan maupun sihir. hanya kehidupan anak sekolah biasa dengan tingkah gak jelas kerandoman bocil-b...