Friska baru saja datang ke rumah sakit berbarengan dengan andre. Sepertinya mereka sudah janjian untuk datang menjenguk putrinya yang baru saja ditemukan usai kasus penculikan.
"Tumben barengan". Ledek rio sambil melirik friska dan andre yang baru saja datang.
"Bunda datang sendiri ri".
"Papa juga datang sendirian dan kebetulan ber barengan dengan bundamu". Ujar andre dengan sedikit melirik friska.
"Gimana kondisi devina?".
"Kata dokter devina kekurangan cairan dan sepertinya hampir seminggu juga ia tidak makan nasi sama sekali bun. Jadi kondisinya masih terbaring lemas disana". Ujar angga menjelaskan kondisi devina kepada friska dan andre.
"Astaga kasihan anak bunda". Ujar friska yang melihat devina dari balik kaca yang lumayan cukup besar untuk melihat kondisinya. Karena dokter belum mengizinkan keluarga masuk untuk menjenguk ke dalam.
"Pa, maafin rio ya udah nuduh papa kalau papa yang nyulik devina".
"Angga juga pa. Minta maaf sama papa".
"Tidak usah minta maaf kalian ini. Mau bagaimanapun papa selalu buruk dimata kalian kan". Ujar andre dengan senyum getir menatap rio dan angga.
"Terus siapa dalang dibalik kasus ini ngga?". Tanya friska kepada angga.
"Dirga bun".
"Kamu serius?".
"Iyaa".
"Mana mungkin dirga dalang dibalik semua ini". Friska masih tidak mempercayai jika dirga yang telah menculik devina.
"Serius bun, ceritanya panjang. Kalau gak percaya noh tanya feby. Devina ketemu juga berkat tu anak". Ujar rio sambil menunjuk feby yang duduk di bangku dengan mata yang terpejam.
"Feb".
"Eh iyaa". Feby terkejut ketika ada yang memangil namanya.
"Kamu tidur?".
"Eh bun udah disini aja". Ujar feby sambil mengucek matanya yang memerah.
"Kamu ngantuk?".
"Iya bund dikit".
"Bunda mau tanya, apa benar dirga yang udah nyulik devina?".
"Bener bun, jadi bunda jangan percaya lagi sama omong kosong tu anak".
"Astaga, bunda masih gak percaya. Padahal dia anak yang sopan, baik dan perhatian sama devina".
"Jangan melihat orang dari casingnya bun, tapi lain kali kenalin orang lebih dalam lagi supaya bisa menebak sifatnya kek apa".
"Iya feb. Bunda makasih juga sama kamu nak. Berkat kamu devina bisa kembali berkumpul bersama kita lagi".
"Iya sama - sama bun".
"Feb, apa kabar?".
"Loh om andre". Feby segera berdiri dan bersalaman dengan andre yang tersenyum hangat kepada feby.
"Kamu apa kabar?. Sudah lama om tidak berjumpa dengan kamu".
"Baik om. Om sendiri apa kabar?".
"Alhamdulillah baik juga feb".
"Kalo lo capek lo bisa pulang dulu feb". Ujar rio.
"Iya ri, gue ga tahan ngantuk. Gue pulang dulu ya nanti gue balik lagi deh kesini".
"Gak balik juga gapapa feb. Kita hutang budi sama kamu". Ujar angga kepada feby.
"Eh apaan coba bang pake hutang budi segala. Feby itu udah anggep kalian semua ini keluarga. Jadi yaaaa santai aja".
"Enggak gitu feb. Tapi kalau kamu mau minta apapun, butuh apapun boleh bilang sama bunda".
"Haduh repot - repot bunda ini. Tapi feby ikhlas kok bun yakin deh".
"Iya feb, yaudah sono pulang. Mandi makan jangan lupa".
"Iya ri, yaudah ya semua feby pamit pulang dulu".
"Iya feb hati - hati".
Tinggal friska, andre, angga dan rio yang ada disana. Menunggu sampai devina kembali sadar.
Malam juga telah tiba dan hujan turun dengan deras begitu saja. Hawa dingin menyelimuti di setiap sudut rumah sakit.
"Ini pake jaket aku fris". Ujar andre memberikan jaket kulitnya kepada friska yang duduk di sebelahnya.
"Gakusah makasih". Friska menepikan jaket nya kembali ke andre.
"Ri, sebaiknya ajak pulang bundamu. Kasihan kalau harus bermalam dirumah sakit. Dia baru saja sembuh". Ujar andre yang menghampiri rio yang duduk di bangku depannya.
"Iya pa". Rio menurut dan membujuk friska untuk pulang. Namun friska tetap menolak jika harus pulang ke rumah disaat kondisi devina belum sadar seperti ini.
"Bun, sekali aja nurut perkataan angga. Bunda pulang sama rio. Biar disini angga sama papa yang ngejaga devina".
"Tapi nanti kalau andre macam - macam sama...".
"Astaga bun, mana ada. Papa gak akan macam - macam sama devina. Rumah sakit ini juga ada CCTV nya kan. Pikiran bunda jangan negatif mulu".
"Ayolah bun, keburu makin dingkin disini". Ujar rio.
"Yasudah. Bunda pulang ya. Titip dan jaga adek kamu ngga".
"Iya bun pasti angga jagain devina".
"Kalau ada apa - apa segera hubungin bunda".
"Iyaaaa".
Akhirnya rio dan angga berhasil membujuk friska untuk pulang ke rumah. Meski diluar masih hujan deras. Rio menerabas jalanan yang sudah dipenuhi air. Mungkin air sudah sedikit lebih tinggi. Sampai membuat para pengendara motor berhenti karena motornya ada yang mogok karena air hujan.
Arsen yang tadi berencana mau ke rumah sakit lagi. Dia malah ketiduran karena terbawa suasana hujan deras ditambah tubuhnya sangat lelah dan nyeri di bagian wajah bahkan tubuhnya juga. Ia tertidur sangat lelap sampai adiknya membangunkannya pun tidak membuat ia terbangun.
"Bang, bangun woii".
"Apasih mel". Ujar arsen dengan suara yang serak sambil mengucek matanya yang baru terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
"Itu di luar ada kak wikan".
"Astaga ini jam berapa mel?".
"Jam 9 lebih 10".
"Kok lo gak bangunin gue sih".
"Ya mana gue tau, lo gak ngomong jugaa".
"Agrhhh,...". Arsen masih kesakitan di bagian pinggang dan wajahnya.
"Hati - hati bang, kalo masih sakit gue bisa panggilin kak wikan buat masuk aja ke kamar lo".
"Yaudah deh lo panggilan aja wikan kesini".
"Tunggu bentar".
Melati memanggil wikan yang duduk di sofa ruang tamu. Dan ia segera berjalan menuju ke lantai atas kamarnya arsen.
"Yaudah ya kak, gue balik lagi kamar".
"Iya mel". Jawab wikan.
"Ya ampun sennn, kenapa tadi lo gak ngajak gue sih". Ujar wikan yang duduk di tepi ranjang arsen.
"Gue niatnya mau ajak lo. Tapi gue mikirnya pasti resiko juga kalo lo ikut terus kenapa - napa juga kan gue yang repot". Jawab arsen yang masih berbaring di atas kasurnya.
"Tapi kasihan muka ganteng lo jadi bonyok semua kek gini".
"Gapapa udah biasa".
"Ini udah di obatin?".
"Udah kan tadi, sama melati".
"Bokap sama nyokap lo kemana?".
"Ke rumah nenek. Baru aja habis maghrib tadi berangkatnya".
"Kenapa nenek lo?".
"Biasa kan sakit lagi".
"Oh gitu ya. Terus sekarang kondisi devina gimana?".
"Dia sekarang ada di rumah sakit".
"Ya ampun kasihan banget. Tapi gapapa kan?".
"Ya semoga devina baik - baik aja kan. Gue juga gamau dia kenapa - napa".
"Iya sen".
"Tadi sebenernya gue mau balik lagi ke rumah sakit. Eh, malah ketiduran".
"Lo butuh istirahat juga sen. Besok aja sama gue kesananya".
"Iya kan, makasih ya lo selalu ada buat gue sama devina juga".
"Alahhh santai aja kali".
Setelah perbincangan yang cukup lama dengan arsen, pukul 21.45 WIB. Wikan pulang kerumah, meski rumahnga hanya di depan arsen. Dia menggunakan payung untuk berjalan sampai ke rumahnya. Karena hujan belum reda juga malam itu.
Tersimpul rapi dalam lembaran buku yang kemarin sempat kosong karena pena ku hilang.
Pena yang selalu ku gunakan untuk menulis tentang bagaimana Tuhan menciptakanmu dengan begitu sempurna.
Bukan bermasud untuk mengindahkanmu.
Namun kenyataannya, mataku tak mampu melihat dimana letak kurangmu dan dimana letak sisi burukmu.
Barangkali kamu adalah anugerah terindah yang dikirimkan Tuhan sebagai salah satu jawaban dari do'a - do'a yang pernah ku langitkan.
Rinduku untuk bertemu masih memburu di dada.
Melihatmu terkapar tak berdaya, membuatku gagal akan perihal menjaga.
Kehilanganmu kemarin sempat membuatku ingin untuk membenci takdirku sendiri.
Aku hampir kehilangan kewarasan, dan sempat berfikir bagaimana jika aku harus tanpamu disaat kita baru saja bertemu untuk bersatu.
Baiknya lagi, kamu masih bisa mengobati rindu yang sangat menyesakkan ini.
Dan aku ingin segera membawamu dalam pelukanku kembali dan menikmati rembulan beserta bintang yang sempat kita lewatkan di malam - malam kemarin.
Lekas membaik, semestaku.