Forever After

Bởi dekmonika

102K 15.6K 1.6K

Seperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjua... Xem Thêm

Prolog
(1) Kehidupan yang Dinanti
(2) Gadis Misterius
(3) Insiden Tak Terduga
(4) Sebuah Kebetulan?
(5) Sisa Pengkhianatan
(6) Kebetulan Lagi?
Cast
(7) Orang-orang Mencurigakan
(8) Gerimis dan Kita
(9) Penasaran
(10) Kenangan Masa Lalu
(11) Ada Untukmu
(12) Rumah Pagar Putih
(13) Pertemuan Mendadak
(14) Prasangka
(15) Melamar ?
(16) Mari Bercerita
(17) Gantung
(18) Payung Teduh
(19) Pertemuan Kembali
(20) Tidak Baik-baik Saja
(21) Yin & Yang
(22) Apa Kamu Rindu?
(23) Tabir Masa Lalu
(24) Kotak Musik
(25) Cemburu
(26) Ruangan Rahasia
(27) Pengganggu
(28) Gala Premier
(29) Malam yang Panjang (18+)
(30) Apa yang Terjadi?
(31) Hati-hati
(32) Jangan Takut
(34) Oma Diana
(35) Mimpi Buruk
(36) Fine Today
(37) Restu
(38) Menjagamu
(39) Pasti Kembali
(40) Baskara
(41) Serangan Tak Dikenal
(42) Musuh Misterius
(43) Hati ke Hati
(44) Putus?
(45) Hujan dan Airmata
(46) Segalanya Tentangmu
(47) Tampar
(48) Membuka Rahasia
(49) Selamat Tinggal
(50) Tunggu Aku
(51) Little Angel.
(52) Bintang Aldebaran
(53) Email: Jakarta - New York
(54) Andin's Graduation
(55) Dia Kembali ?
(56) Hari Bahagia (ENDING)
*SPECIAL EDITION* (21+)

(33) Ketenangan

1.6K 272 17
Bởi dekmonika

Halloooo!

Duh, udah lama juga ya nggak UP part baru. Maap ya, author-nya kemarin masih terbawa euforia comeback-nya Aldebaran cabang tv sampai lupa buat nulis lagi, wkwk. Tapi belakangan ceritanya udah mulai boring lagi sih, jadinya author agak menepi dikit sama laptop sehingga berhasil melanjutkan tulisan, hahahaa *banyakalesan.

Silahkan dibaca bagi yang kangen. Kalau lupa kemarin sampai mana, monggo dibaca ulang dari part sebelumnya, hehe.

Happy reading, guys!

________________________________

Hampir dua jam berselang, Andin masih terlelap dalam tidurnya yang lelah. Aldebaran yang ikut berbaring di samping gadis itu, di ranjang yang sama, tanpa mengalihkan pandangannya dari sang kekasih. Sudah cukup lama ia dengan posisi berbaring menyamping, memandangi wajah kekasihnya yang tertidur tenang. Sesekali ia terlihat tersenyum.

Sebelumnya Aldebaran juga menyuruh seseorang untuk membelikannya pakaian, sebab ia ke Bandung tidak membawa pakaian ganti satu pun. Selepas orang itu datang mengantarkan, ia pun sempat menyegarkan dirinya di kamar mandi, selama Andin masih tertidur.

"Maafkan saya." Lirih Aldebaran dengan tatapan sendunya. Andin mengganti posisi tidurnya menjadi menyamping, tepat saling berhadapan dengan Aldebaran. Pria itu bisa semakin leluasa memandangi paras yang hampir cantik sempurna itu.

Memandangi wajah kekasihnya itu terasa menenangkan bagi Aldebaran. Meskipun di balik wajah tenangnya, Aldebaran tahu telah ada begitu banyak terjal jalan yang gadis itu lalui di hidupnya dengan sendirian.

Pikirannya melayang, mengingat sesuatu sesaat setelah Darwin pergi dari kamar itu. Ia mendapatkan telepon dari asisten pribadinya bahwa Ferdinand memberitahu dirinya akan kembali ke Jakarta esok hari. Ferdinand meminta kepada Tommy untuk dihubungkan kepada Aldebaran.

"Halo, Al. Apa kabar?"

"Hai, Pak. Saya baik." Jawab Aldebaran pada Pak Ferdinand yang baru saja mendapatkan nomor pribadi Aldebaran dari Tommy.

"Besok kamu ada waktu? Kalau boleh, saya mau kita bertemu." Ucap Ferdinand terdengar antusias. Aldebaran terdiam sesaat.

"Boleh." Jawab Aldebaran, ragu-ragu sambil menatap Andin yang terlelap di hadapannya.

"Syukurlah, saya senang mendengar kesediaan kamu."

"Oh iya, Andin apa kabar? Apa kamu sedang bersamanya?" Aldebaran kembali terpaku. Ia terlihat bingung harus memberikan jawaban apa. Apakah Aldebaran harus mengungkapkan kejadian yang baru saja menimpa putrinya itu? Atau sebaiknya ia tutupi saja?

"Andin..." Aldebaran menggantung kalimatnya.

"She is okay, right?" Aldebaran terkekeh dengan dipaksakan.

"She is okay." Jawab Aldebaran.

"Are you sure?"

"Ya. Sejak kemarin dia dan atasannya ada projek di Bandung. Lalu tadi malam saya menyusul mereka. Mungkin nanti sore kami akan pulang ke Jakarta." Timpal Aldebaran.

"Oh ya? Wah, menyenangkan sekali bisa menghabiskan waktu dengan orang yang dicintai." Kata Ferdinand diakhiri dengan tawa renyahnya. Aldebaran ikut tertawa, pelan.

"Dia sedang apa, Al?"

"Andin sedang istirahat di kamarnya, Pak. Kebetulan agenda kerja mereka hari ini sudah selesai." Jawab Aldebaran.

"Ah, pasti dia kelelahan sekali." Ucap Ferdinand membuat Aldebaran tersenyum miris, membayangkan pria itu yang pasti sangat meindukan putrinya yang sulit ia rengkuh.

"Oke. So, kapan baiknya kita bertemu besok?" Tanya Ferdianand, mengalihkan topik.

"Saya ada waktu setelah rapat dewan direksi dan komisaris besok, Pak." Ujar Aldebaran.

"Baik. Saya bisa. Kita bertemu setelah rapat dewan.

"Ya."

"See you tomorrow, Al."

"See you, Pak."

Aldebaran menghela nafasnya dengan panjang saat kembali mengingat percakapannya dengan Ferdinand beberapa saat yang lalu. Bagaimana caranya membuat Andin agar mau membuka pintu hatinya untuk sang papa kembali? Sementara nama pria itu saja masih dirasa tabu untuk ia bahas panjang lebar dengan Andin.

Sosok Ferdinand sudah menjadi topik yang sangat sensitif bagi Andin. Ia tidak mau membuat Andin bersedih, tapi di sisi lain menurutnya mau tidak mau Andin harus tetap berdamai dengan masa lalunya.

"Saya harus bagaimana, Ndin?" Gumamnya dengan volume yang sangat rendah.

Namun entah kebetulan atau tidak, tepat setelah itu Andin tampak terusik. Masih dengan posisi yang berhadapan dengan Aldebaran, Andin perlahan membuka matanya. Dengan pandangannya yang masih samar, ia mendapati sosok pria yang mengisi hari-harinya akhir-akhir ini sedang memejamkan matanya. Mungkin Andin mengira pria itu tertidur, meski nyatanya beberapa detik yang lalu, pria itu lah yang berjam-jam memandangi wajahnya.

Andin menyunggingkan senyum manisnya melihat sosok pria yang mengenakan kaos putih polos panjang sedang terbaring bersamaan pantulan cahaya mendung dari balik jendela kamar hotel tersebut. Seperti sesosok malaikat tampan yang Tuhan utus untuknya yang akan membawanya menuju alam surgawi yang penuh dengan suka cita.

Satu tangannya seolah tertarik untuk menyentuh wajah pria itu. Tangannya sedikit bergeser menyentuh rahang Aldebaran yang tetap terlihat tegas meski sedang tertidur. Andin tidak pernah menyangka bahwa angan-angannya yang mendambakan dicintai seorang pangeran tampan dan baik hati akan benar-benar terwujud melalui Aldebaran.

Apakah Tuhan memang menakdirkan mereka untuk bersama selama-lamanya?

"Ngeliatin saya lebih lama ada tarifnya, ya." Tutur Aldebaran, tiba-tiba. Andin kaget dan refleks menarik tangannya dari wajah pria itu.

Aldebaran membuka matanya dan melihat Andin yang salah tingkah karena ulahnya. Ia tertawa kecil saat melihat Andin yang berubah menjadi merengut kesal. Aldebaran mengambil tangan gadis itu lagi, meletakkannya kembali pada wajahnya, sambil kian merapatkan jarak mereka di atas ranjang tersebut.

Andin dilanda kegugupan saat pria itu menarik selimut tebal untuk menutupi sebagian tubuh mereka berdua. Volume AC di kamar itu rasanya memang sangat dingin ditambah cuaca di luar sana yang sebentar lagi tampaknya akan turun hujan.

Jarak mereka yang begitu intim membuat Andin salah tingkah. Ia bingung harus bagaimana, sementara satu lengan besar pria itu telah merengkuh punggungnya dan memberikan usapan lembut disana.

"How do you feel right now?" Suara berat pria itu terdengar amat lembut di telinga Andin.

"Better?" Senyuman Andin perlahan mengembang kembali. Ia lantas mengangguk sebagai bentuk jawaban atas pertanyaan Aldebaran.

"Hanya masih sedikit pusing." Ujar Andin. Aldebaran menatapnya dengan perasaan cemas, namun Andin langsung mencubit pipi pria itu, mumpung tangannya masih melekat disana.

"Kok senyumnya hilang sih." Protes Andin, terkekeh.

"Saya cemas dengan kondisi kamu."

"I'm okay."

"Benar?" Aldebaran bertanya, meyakinkan. Andin beralih menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong, seperti tengah mencoba menarik kembali rekaman peristiwa yang pernah ia alami.

"Aku takut gelap, Mas." Titah Andin, jujur.

"Dulu, saat aku masih kecil, aku pernah terjebak di dalam gudang tua milik nenek di Bogor. Hampir setengah hari aku disana, tanpa ada cahaya. Saat itu nenek sedang memanen teh di kebun, dan Om Tama masih kuliah." Andin memulai ceritanya.

"Aku ketakutan. Sangat ketakutan. Tapi untungnya saat menjelang malam, papa dan mama datang untuk menjemputku. Dan papa menemukan aku sudah pingsan di dalam gudang tua itu." Andin mengingat kejadian itu sambil terkekeh. Sedangkan Aldebaran mendengarkannya dengan serius.

"Beberapa hari sejak kejadian itu, aku sering mimpi buru dan kadang merasa ketakutan sendiri. Bahkan gara-gara kejadian itu juga, aku tidak pernah datang lagi ke rumah nenek untuk berlibur. Sampai suatu ketika nenek meninggal, itulah kali pertama lagi aku datang kesana, sekaligus jadi momen terakhir aku ke rumah tua itu." Lanjut Andin menceritakan sedikit kejadian di masa lalunya.

"Mau kesana lagi?" Tanya Aldebaran, masih dengan posisi mereka yang berbaring menyamping, saling berhadapan, dan jarak yang dekat.

"Buat apa? Rumahnya juga sudah ditempati orang lain sekarang." Jawab Andin, terkekeh.

"Kalau Om kamu dimana?"

"Om Tama?" Aldebaran mengangguk.

"Dia juga sudah berkeluarga dan menetap di Bandung. Mungkin tidak begitu jauh dari sini."

"Apa boleh saya bertemu dengannya?" Pinta Aldebaran membuat kening Andin mengerut.

"Ngapain, Mas?"

"Ya saya hanya ingin kenalan saja. Kenapa? Nggak boleh, ya?" Andin refleks menggelengkan kepalanya. Maksud Andin tidak seperti itu.

"Ya boleh lah. Aku hanya agak kaget saja sama kamu yang tiba-tiba kepikiran mau ketemu Om Tama."

"Ya menurut saya dia harus segera tahu siapa kekasih keponakannya." Timpal Aldebaran yang membuat keduanya tertawa bersamaan.

"Perjalanan pulang kita nanti juga akan melewati rumah Oma saya di Bogor. Kalau kamu tidak keberatan, kita mampir kesana sebentar, ya. Saya sudah lama tidak berkunjung kesana." Lanjut Aldebaran. Andin tersenyum dan mengangguk.

"Tapi aku harus memberitahu Pak Darwin dulu." Kata Andin teringat bahwa ia seharusnya bersama atasannya untuk melakukan survei.

"Tidak perlu. Darwin sudah pulang duluan ke Jakarta. Saya bilang padanya kalau kamu akan pulang dengan saya."

"Serius, Mas? Terus, survei tadi bagaimana?" Andin merasa tak enak hati.

"Darwin membatalkan survei kalian. Dia bilang dia akan menjadwalkan ulang."

"Aku jadi merasa tidak enak. Pak Darwin tadi pasti bingung."

"Hei, jangan khawatir. Dia atasan yang baik dan sangat memahami orang-orang yang bekerja dengannya. Dia tidak akan marah atau merasa kecewa hanya karena kejadian ini. Lagipula, tidak ada yang menginginkan musibah ini terjadi, kan?" Balas Aldebaran, menenangkan Andin.

"Pokoknya kamu fokus sama kesehatan kamu saja dulu. Kalau sudah agak baikan, baru kita keluar dari hotel ini." Andin tersenyum tipis dan menganggukkan kepala.

Pria di hadapannya itu selalu bisa menciptakan ketenangan di antara resah yang Andin rasakan. Pria yang hampir berada di titik sempurna. Bahkan Andin belum tahu dimana letak kurangnya lelaki itu di matanya. Dengan kesempurnaan yang dimiliki Aldebaran, seharusnya sudah tak ada alasan baginya untuk tidak segera menerima lamaran pria itu.

Namun ternyata kesempurnaan pria itu lah yang membuat Andin merasa ragu. Apakah ia yang memiliki banyak kecacatan kisah hidup di masa lalu, tentang keluarganya, pantas bersanding dengan Aldebaran? Apakah Andin masih boleh menikmati kehangatan keluarga bersama keluarga Aldebaran kelak?

"Laper nggak?" Tanya Aldebaran membuat lamunan Andin buyar.

"Laper." Jawabnya, polos. Aldebaran terkekeh.

"Kita pesan makan, ya." Andin mengangguk membuat Aldebaran lantas meraih ponselnya guna memesan makan siang untuk mereka berdua.

__________________________________________

Setelah menikmati makan siang bersama, Aldebaran dan Andin langsung memutuskan untuk check out dari hotel tersebut, bersiap untuk pulang. Seperti rencana mereka sebelumnya, mereka akan bersambang ke rumah Tama, alias Omnya Andin terlebih dahulu yang kebetulan berdomisili di Bandung.

"Halo, Om..." Saat telah berada di mobil, Andin menghubungi Tama untuk memberitahu bahwa mereka akan mampir ke rumah.

"Halo, Andin. Kamu apa kabar?"

"Aku baik, Om. Om sama keluarga bagaimana?"

"Kami baik-baik semua, alhamdulillaah."

"Syukurlah."

"Ada apa, nih? Tumben nelpon Om siang-siang bolong begini."

"Aku lagi ada di Bandung, Om." Ujar Andin dengan tersenyum lebar. Aldebaran meliriknya sekilas dengan tersenyum simpul, lalu kembali fokus menyetir.

"Oh ya? Ngapain ke Bandung?"

"Ada projek kantor, Om. Dari kemarin sih sebenarnya."

"Kamu bukannya kerja di coffeeshop? Sudah kantoran sekarang?"

"Hehehe, aku masih di coffeeshop kok. Tapi memang lagi ada tugas dari kampus untuk observasi."

"Oh, begitu. Kok nggak bilang dari kemarin? Tahu begitu kan Om bisa samperin kamu. Nginep di hotel mana?"

"Garden Palm Bandung, Om. Tapi kita baru saja checkout, sih, ini lagi perjalanan mau pulang. Rencananya sih mau mampir sebentar ke rumah Om kalau Om lagi ada di rumah."

"Yah, sayang sekali. Om dan tante, lagi datang ke undangan resepsi anak dekan fakultas. Ini baru sampai di tempat acara."

"Yah, nggak jadi deh berarti." Andin melirik Aldebaran, seolah memberikan kode soal apa yang ia dengar.

"Memang harus pulang hari ini banget? Nginep dulu lah di rumah Om. Sudah lama Om nggak ngobrol sama kamu." Usul Tama membuat Andin tersenyum kikuk sambil melirik kekasihnya yang fokus pada jalan.

"Kamu pulang sama siapa? Sama teman-teman kantor kamu atau sendirian?"

"Emmm, sama teman, Om." Jawab Andin, bingung. Mendengar jawaban yang dilontarkan Andin membuat Aldebaran mengerutkan keningnya, tanda protes.

"Ehem!" Aldebaran dengan usilnya berdeham agar suaranya terdengar pada sambungan tersebut. Mata Andin spontan melotot dan tangannya refleks mencubit pinggang pria itu.

"Laki-laki?" Tanya Tama, curiga, saat mendengar dehaman tersebut. Aldebaran menahan tawanya saat mendengar pertanyaan Omnya Andin tersebut karena memang sejak awal Andin sudah me-loudspeaker ponselnya.

"Teman atau pacar?" Goda Tama, lagi.

"Om apaan sih." Andin terlihat malu-malu. Terlebih saat Aldebaran memberikan tatapan dengan mata yang berbinar padanya.

"Ya kalau pacar juga nggak apa-apa selama dia baik, sayang sama kamu, dan pastinya harus bertanggung jawab. Dia laki-laki yang pernah kamu ceritakan waktu itu, kan?" Aldebaran seketika mengernyitkan keningnya, menatap Andin yang tengah mengulum sebuah senyuman.

"Ada deh, Om. Nanti juga Om tahu." Balas Andin.

"Oke oke, baiklah. Om jadi tidak sabar ingin bertemu dengan laki-laki itu."

"Yaudah, mungkin lain kali ya, Om. Kami nggak mungkin nginep lagi di Bandung, soalnya kita masih ada kerjaan besok."

"Yasudah, tidak apa-apa, Andin. Nanti sesegera mungkin Om yang akan berkunjung ke Jakarta." Cetus Tama membuat Andin refleks mengangguk.

"Iya, Om. Aku tunggu kedatangan Om sama keluarga, ya."

"Siap. Yaudah, kalian hati-hati di jalan, ya. Bilangin sama pacar kamu itu, nggak usah ngebut bawa mobilnya. Santai saja, nikmati perjalanan kalian berdua." Ucap Tama lagi, diakhiri dengan ledekannya.

"Om!" Peringat Andin, mengundang tawa renyah pria di seberang sana.

"Yaudah, salam buat tante Salma dan Gita ya, Om. See you."

"See you."

Mendengar bahwa Tama sedang tidak ada di rumah sebenarnya membuat Aldebaran merasa sedikit kecewa sebab ia begitu ingin bicara langsung dengan pria itu mengenai Andin dan Ferdinand. Tapi apa boleh buat? Mungkin mereka akan bertemu di lain kesempatan.

Dua sejoli itu pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang dan berencana untuk mampir sebentar di Bogor, di tempat Omanya Aldebaran.

______________Bersambung_____________

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

179K 15.2K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
77.9K 7.6K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
330K 27.4K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
75.5K 3.3K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...