WASTED LOVE (Completed)

De felisurya

128K 17.1K 571

[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Cold ass Jacqueline, direktur paling muda di Wardhana Group, harus terusik oleh k... Mai multe

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 39
Epilog

Bab 38

2.6K 358 5
De felisurya

Di antara perasaan Marshall yang bercampur aduk—kesal, sedih, khawatir dan putus asa—dia memutuskan untuk kembali ke kantor. Dia akan menunggu di ruang kerja Jacqueline, berharap Jacqueline akan kembali. Setibanya di kantor, Marshall mendapati Kana sudah duduk di mejanya. Begitu melihat Marshall, Kana langsung bangun berdiri.

"Pak Marshall!" panggil Kana.

"Jacqueline mana, Na?"

"Pak, tadi saya kan udah bilang, Mbak Jacqueline udah nggak kerja di sini lagi," ucap Kana lirih. Dia membuka laci meja dan menarik keluar sebuah amplop. "Mbak Jacqueline titip ini sebelum pergi."

Marshall mengerjap. Dia mengulurkan tangan, tetapi tiba-tiba ragu menerima amplop tersebut. Dia tahu, isinya pasti sebuah surat yang mengucapkan selamat tinggal. But the problem was, he did not want to say goodbye. Kana menatap Marshall. Sorot matanya mendesak agar Marshall segera mengangkat beban itu darinya. Marshall menarik napas, berusaha berharap bahwa ini bukan surat perpisahan. Probably, Jacqueline was saying that she's fine and she wanted to meet somewhere. Akhirnya Marshall mengambil amplop itu dari tangan Kana. Dia merobeknya dan menemukan selembar kertas yang terlipat.

Marshall, kamu pasti marah saat baca surat ini, I know, but don't be. Aku nggak bisa basa-basi, seperti yang kamu bilang, aku kayak Android. So, let me be direct. Aku cuma mau bilang terima kasih untuk semua yang kamu lakukan buatku. Kamu ngasih aku lebih dari sekedar berkali-kali pertolongan saat aku butuh. Saat kamu bantuin aku sewaktu mabuk di Singapura, I really appreciate that. Saat aku berantem sama Alfons, aku nggak tahu harus nyari siapa lagi selain kamu and you helped me a lot, mulai dari bawa aku ke rumah sakit, made sure I was okay that night, ngasih apartemen kamu untuk aku berlindung sementara.

Jujur, pertama kali kenal sama kamu, kamu itu annoying banget di mataku. Dalam hati aku bersumpah, I swear I would never deal with this person ever. Tapi, aku malah menjilat ludahku sendiri. How could I not? Ternyata kamu bukan seperti orang yang aku kira. Kind is an understatement for you. Dan kalau ada hal yang aku pelajari dari kejadian kemarin, ternyata hidup itu singkat, itu sebabnya kamu harus melakukan hal yang paling berarti buat kamu, yang paling ingin kamu lakukan sebelum mati, kayak percakapan kita waktu itu. And definitely, since your life is too short to waste as well, you should not be wasting your time with me, with a wasted love for me. 

Kamu penerus perusahaan, lakukanlah hal yang penting buat kamu dan yang jelas itu bukan menghabiskan waktu sama aku. Anyway, jelas aku marah dan kecewa banget karena dipecat Pak Adi, tapi setelah aku pikir-pikir, mungkin aku harus mensyukurinya. Aku jadi berani melakukan hal yang ingin aku lakukan sejak dulu. We might see each other again, but we better not. Maaf kalau aku masih juga terkesan dingin bahkan di dalam sebuah surat, these words don't do justice to how much you mean to me. Live well, Marshall.

Napas Marshall memburu setelah membaca surat yang ditulis Jacqueline. Bukan sedih yang dia rasakan, melainkan marah. Marshall marah karena Adi seenaknya memecat Jacqueline. Apa alasannya? Karena Adi tidak suka Marshall membela Jacqueline dan berkelahi dengan Alfons? Karena setelahnya Adi harus repot-repot mencegah agar nama Marshall tidak muncul ke permukaan dengan label seorang preman?

Marshall melipat surat itu dan menyimpannya di saku celana. Dia bergegas pergi meninggalkan Kana dan menghentakkan kaki menuju ruang kerja Adi. Sepanjang perjalanan, banyak pegawai yang menyapanya dengan riang, gembira karena akhirnya Marshall kembali muncul. Sebagian lagi heran melihat penampilan Marshall yang berantakan. Marshall tidak peduli. Langkahnya baru berhenti ketika tiba di depan ruang kerja Adi.

BRAK! Tanpa basa-basi apalagi sopan santun, Marshall segera mendobraknya. Jelas Adi kaget bukan main. Bukan cuma Adi, melainkan beberapa petinggi yang sedang duduk berkeliling di sofa. Adi luar biasa gusar melihat sosok Marshall yang datang tanpa aba-aba, dengan penampilan yang urakan pula.

"Marshall! Kamu bisa nggak—"

"KENAPA PAPA PECAT JACQUELINE?!"

Teguran Adi dipotong begitu saja oleh teriakan Marshall. Adi mengerjap. Dia kaget dibentak seperti itu. Cepat-cepat Adi menguasai diri. Dia berdiri dan mencengkeram bahu Marshall.

"Apa-apaan kamu?" Adi mendesis. "Papa lagi ra—"

Marshall menepis tangan Adi dengan kasar. Matanya menatap Adi dengan emosi yang membuncah. "Kenapa Papa pecat Jacqueline?!"

Tiga petinggi yang tengah duduk di sofa mulai menonton mereka. Manusia akan selalu suka melihat drama pertengkaran, setua apapun usianya, setinggi apapun jabatannya. Adi sadar. Dia melayangkan pandangan sekilas kepada Marshall sebelum menatap mereka.

"Maaf, nanti kita lanjutin lagi. Saya harus ngomong dulu sama anak saya."

Dengan enggan mereka bertiga terpaksa berdiri dan menyeret langkah meninggalkan ruang kerja Adi. Setelah mereka pergi, Adi tidak lagi mencengkeram bahu Marshall, melainkan menarik kaus di bagian lehernya.

"What the hell, Marshall?!"

"Papa yang what the hell! Kenapa Papa pecat Jacqueline? Dia salah apa?"

"Kamu datang ke kantor dengan penampilan kayak gini, masuk nggak pakai permisi dan make a scene di depan para petinggi?!"

"KENAPA PAPA PECAT JACQUELINE?!" Marshall berteriak lagi.

"DIAM!"

PLAK! Adi melayangkan tangan dan menampar Marshall.

"Kamu betul-betul memalukan! Teriak-teriak kayak anak kecil, maksa untuk nanya hal yang sama!" Adi mulai mengamuk. "Get yourself together, Marshall!"

"Kenapa Papa pecat Jacqueline?" Marshall mendesis sambil menyentuh pipinya yang terasa panas.

"Karena dia itu pengaruh buruk buat kamu!" bentak Adi. "Kamu cuma luntang-lantung di kantor sama dia! Kamu memancing orang-orang untuk bergosip yang nggak-nggak soal kamu dan dia! Kamu berani-beraninya mesra-mesraan sama dia di kantor! Dan terakhir kamu sok-sokan jadi pahlawan buat dia! Berantem sama mantan suaminya, menarik perhatian semua orang! Sadar Marshall, kamu itu siapa! Kamu penerus perusahaan, for God's sake act like one!"

Marshall mengepalkan tangan. Tidak pernah seumur hidupnya dia merasa begitu marah. "Menurut Papa, dia pengaruh buruk? Memangnya Papa tahu apa yang baik buatku?"

"Jelas! Kamu cuma bocah ingusan, kamu tahu apa? Kamu penerus perusahaan dan cuma Papa yang tahu apa yang terbaik buat kamu!"

"Apa Papa pernah mikir, kalau aku sebetulnya nggak mau nerusin perusahaan?"

"Nggak dan Papa nggak pernah mau mikir seperti itu. Kamu HARUS nerusin perusahaan ini and you better get your act together soon."

"Kenapa Papa selalu ngambil semua hal yang berarti di hidupku?! Cita-citaku, sekarang Jacqueline! Kenapa Papa selalu berusaha ngancurin hidup aku?!"

"Ngancurin hidup kamu?" Suara Adi meninggi. Dia kembali menarik kaus Marshall. "NGACA, MARSHALL! BERDIRI DI DEPAN CERMIN DAN LIHAT DIRIMU! Tanpa Papa, kamu bisa apa? Kamu nggak bisa apa-apa! So be grateful that I still give you chances despite you keep fucking things up!"

Adi menghempaskan Marshall, membuatnya sedikit terhuyung. Wajah Adi merah padam. Napasnya tersengal karena amarah. Marshall memejamkan mata sejenak. Dia menghirup napas dalam-dalam. Seumur hidup dia begitu patuh dengan Adi. Seumur hidup dia membiarkan dirinya disebut bodoh, dihina, diatur, dijadikan boneka dan alat oleh Adi. If life is that short, wouldn't he be wasting his time living an unhappy life? Definitely. Marshall menahan napas, satu, dua, tiga detik, kemudian menghembuskannya lagi.

Tenang, Marshall. Dia membatin. Jangan dengarkan. Jangan dimasukkan ke hati. Jangan emosi. Jangan melawan. Jangan bertingkah lagi. Jangan sia-siakan hidupmu dengan marah-marah terus, kecewa terus, sakit hati terus. Jangan.

Marshall kembali membuka mata. Dia menatap Adi dengan sorot mata yang lebih lunak. Kepala Marshall mengangguk pelan. "Oke, Pa."

Adi yang mengira Marshall akan melawan sedikit terkejut. Dia tidak menyangka reaksi Marshall akan begitu tenang. Adi tidak tahu, di balik sikap tenang Marshall, dia bukan sedang introspeksi diri apalagi menerima dan setuju dengan ucapan keras Adi. Marshall merasa begitu lelah dan terkalahkan, dia cuma mengangguk dan mengiyakan. Tiba-tiba Marshall menyadari. Adi bukan hanya membunuh cita-citanya dan mengambil Jacqueline pergi dari kehidupannya, melainkan Adi juga sudah mencuri bertahun-tahun dari hidupnya dan siap membakar masa depannya.

"Pulang dan ganti bajumu! Jangan bikin malu di kantor." Adi menghardik dengan suara yang lebih pelan, kemudian mengibaskan tangan menyuruh Marshall untuk keluar.

Marshall tidak menyahut. Dia membalikkan badan tanpa menoleh ke belakang lagi, berjalan keluar ruang kerja Adi dan keluar gedung kantor. Di tengah keputus asaannya, Marshall menemukan cara lain untuk mengakhiri hidupnya yang sekarang. Pagi itu adalah pagi terakhirnya bertemu Adi dan Marshall sama sekali tidak menyesalinya.

***

Continuă lectura

O să-ți placă și

170K 21.1K 38
[Pemenang Watty Awards 2022 kategori New Adult] "People often forget that you'll always reap what you sow. " • • • • • • • • • • Kisah Pertama dari F...
945K 99.6K 41
Niar - Gusniar Hayati, 30 tahun, Direktur Operasional PT Saka Buana Patria Bagaimana mungkin seorang Keenan Cakra salah dalam membuat keputusan? Kala...
466K 40.2K 30
Mempunyai kekasih tampan, dermawan, baik hati dan bermasa depan cerah adalah impian Pita sejak lama. Dan ajaibnya hal itu terwujud pada sosok yang te...
1M 109K 25
Zeva tidak tahu ini semua salah siapa. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa ia bisa terjerumus ke dalam kehidupan seorang Alba, arsitek bermulut taj...