DASA (END)

De devitnask

3.7M 399K 315K

[COMPLETED] PART MASIH LENGKAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ⚠️ R-16, Selfharm, Sex, Drunk, Violence, Suicide... Mai multe

DASA 00
DASA 01
DASA 02
DASA 03
DASA 04
DASA 05
DASA 06
DASA 07
DASA 08
DASA 09
DASA 10
DASA 11
DASA 12
DASA 13
DASA 14
DASA 15
DASA 16
DASA 17
DASA -
DASA 19
DASA 20
DASA 21
DASA 22
DASA 23
DASA 24
DASA 25
DASA 26
DASA 27
DASA 28
DASA 29
DASA 30
DASA 31
DASA 32
DASA 33
DASA 34
DASA 35
DASA 36
DASA 37
DASA 38
DASA 39
DASA 40
DASA 41
DASA 42
DASA 43
DASA 44
DASA 45
DASA 46
DASA 47
DASA 48
DASA 49
DASA 50
DASA 51
DASA 52
DASA 53
DASA 54
DASA 55
DASA 56
DASA 57
DASA 58
DASA 59
DASA 60
DASA ExChap : Unboxing
DASA ExChap : Together

DASA 18

52.3K 6.1K 3.4K
De devitnask

Sudah ke sekian kalinya ponsel Asa bergetar lantaran Elvan terus mengirim pesan dan menelponnya.

Ponsel dengan case rose gold itu ia telungkupkan sehingga pengaturannya berubah menjadi mode silent.

Asa membiarkan Elvan terus menelponnya semalaman sampai ponsel itu kehabisan daya. Asa hanya sedang bimbang, dia masih tidak menyangka jika respon Papanya akan seperti itu.

Seharusnya Asa mencoba mengerti Papanya sejak dulu. Jika komunikasi mereka baik, apa mungkin Asa tidak akan menjadi seperti ini?

Tetapi semuanya sudah terjadi, Asa cukup bersyukur memiliki Papa seperti Liam. Ternyata di balik sikap kasarnya, beliau menyimpan beribu kasih sayang yang tidak pernah Asa lihat.

Asa bangkit dari kasurnya, dia keluar kamar dan tidak mendapati Papanya di dalam rumah. Sepertinya sudah berangkat kerja?

Asa bingung mau melakukan apa sekarang. Biasanya, Papanya akan menyuruh gadis itu belajar dan bimbel meskipun di akhir pekan. Tapi sekarang, beliau malah menyuruh Asa beristirahat total.

Rasanya aneh, dan nyaman. Hehee.

Asa duduk di sofa ruang tengah, ia menyalakan televisi untuk membunuh rasa bosan.

"Saham Perusahaan Ekstraktif Pertambangan ternama kini merosot turun drastis hingga mencapai 9,59 persen, dan dapat dipastikan akan terus menurun...,"

Asa berdiri begitu melihat perusahaan Papanya terpampang nyata di televisi. Meski disensor, Asa masih dapat mengenalinya dengan jelas.

"Scandal Sang Direktur yang ternyata menyembunyikan anak haram di rumahnya membuat beberapa investor mengundurkan diri, citra Perusahaan kini mulai dipertanyakan...,"

Asa membekap bibirnya, remot kontrol yang ia bawa mulai terjatuh ke kolong meja. Hanya karena dirinya, kini perusahaan Papanya mulai terancam! Bagaimana bisa? Sebesar itu pengaruh Asa terhadap perusahaan? Jadi, karena itu Papa Liam selalu menyembunyikannya?

Detik yang sama, tetapi di tempat yang berbeda. Beberapa orang berdemo di depan perusahaan Liam karena penurunan saham, beberapa wartawan juga siaga di sana untuk meliput berita eksklusif.

Perusahaan Laim tampak kacau, apa lagi karena mencuatnya kabar bahwa Asa sedang hamil. Citranya semakin buruk karena Damar, papa Liam sendiri mengungkap bahwa Liam juga merupakan anak haram.

Telpon dari berbagai sumber terus berdering, Liam duduk dengan menumpukan keningnya di kepalan tangan. Di atas meja kerjanya terdapat banyak kertas berhamburan tidak teratur.

Tok! Tok! Pintu kaca ruangan Liam diketuk.

"Masuk!" ucap Liam masih di posisi yang sama.

Sani, sekretaris Liam itu memasuki ruangan Liam. "Pak, saya melihat Asa di loby."

"Apa?!" Liam membelalakan mata dan sontak bergegas turun ke lobi.

Di sana, di dekat dua pintu kaca utama, Asa berdiri di depan banyak wartawan yang sedang menyerbunya dengan berbagai macam pertanyaan menyakitkan.

"Benarkah Anda sedang hamil?"

"Siapa ayahnya? Bukankah Anda masih SMA?"

"Benarkah Liam adalah anak haram?"

"Asa!" Liam memeluk Asa dari samping dan menutup telinganya agar tidak mendengar cacian yang mengudara.

"Papa," Asa seperti ingin menangis, dia seolah sedang melihat kehancuran Papanya sendiri.

Namun, Liam tampak tidak mempedulikan itu. Beliau justru membawa Asa ke ruang kerjanya yang cukup tenang dan mendudukkannya di kursi kerja.

"Papaaaaaa," Asa memukul-mukul pahanya, dia sedang menyalahkan diri sendiri atas kehancuran perusahaan Papanya.

"Asa salah, Pah. Maafin Asa, Asa udah bikin perusahaan yang susah-susah Papa bangun--"

"Shttt!" Liam bersimpuh satu lutut di depan Asa, pria itu berusaha menghentikan Asa yang sedang memukuli diri sendiri.

"Asa! Asa! Dengerin Papa!" Liam mengunci tangan Asa yang mulai terisak. "Dengerin Papa, Nak!"

"Dengerin Papa! Shhttttt, nggak usah nangis, hm?" Liam mengusap air mata di pipi Asa yang mengalir dengan ibu jarinya.

"Ta-tapi, Pah--"

"Shhhhttttttt," Liam menepuk-nepuk punggung tangan Asa sambil menengadahkan wajah menatap sang putri. "Dengerin Papa!"

"Sebanyak apa uang yang Papa punya, setinggi apa jabatan yang Papa raih, dan sebesar apa perusahaan yang Papa bangun. Semuanya akan terasa percuma kalau kamu kenapa-napa, Sayang. Hm?"

"Papa sadar sekarang, kamu itu lebih penting dari segala-galanya, Asa. Jangan nyalahin diri sendiri ya?" Liam mengusap pipi Asa lembut.

"Papa yang salah, karena nggak pernah perhatiin kamu. Papa yang salah, karena nggak pernah nunjukin kasih sayang itu ke kamu. Maafin Papa, Asa. Papa terlalu gengsi nunjukin itu semua ke kamu, Maaf ya?"

Glek! Ngek! Sani mematung saat dirinya tak sengaja menghancurkan moment bosnya dengan sang putri, wanita itu tersenyum hingga sederet gigi rapinya terlihat.

"Maaf mengganggu, tapi ada hal mendesak yang ingin saya bicara." Sani membawa tablet yang entah berisi apa.

Liam dan Sani pun memasuki ruangan kaca kedap suara, mereka membicarakan sesuatu yang tidak bisa Asa dengar. Asa hanya dapat melihat Papanya yang tampak frustasi, kemudian mereka mengobrolkan sesuatu yang sangat serius.

"Ini bisa dijadikan pengalihan isu, Pak Liam. Bu Nisha juga sudah setuju, bahkan beliau yang menawarkan. Jika Asa dan Rey dijodohkan, Perusahaan LR dan Abraham Group akan segera bergabung, dengan begitu, saham perusahaan bisa terselamatkan...,"

Liam menggelengkan kepala. "Mengorbankan anak bukan jalan terbaik, Sani--"

"Asa hamil, Pak Liam. Berita itu sudah beredar seperti bom di masyarakat, kita harus segera bertindak agar citra perusahaan dapat dipertahankan."

"Saya paham, Pak Liam tidak mau mengorbankan Asa. Tapi jika dilihat dari sisi lain, ini juga menguntungkan untuk Asa. Selain perjodohan yang nantinya akan memperkuat kerja sama dua perusahaan, Asa juga akan memiliki suami yang sah untuk calon anaknya."

Sani menunjukkan tablet yang berisi grafik perusahaan. "Perusahaan cabang di Sanghai juga ikut kacau, berita ini bahkan sudah tersebar sampai sana. Kita tidak bisa tinggal diam, jika terus seperti ini, perusahaan bisa semakin jatuh, Pak."

Liam mengigit bibirnya dengan tangan mengepal menumpu pada meja kaca. "Tapi, Asa dan Rey? Mereka masih sekolah, dan Asa--"

Drrt! Telepon Liam berdering, ternyata dari Nisha.

"Kak Nisha, jangan korbankan perusahaan kamu demi saya--"

"Saya ingin membalas budi, Liam. Dulu, saya bisa membangun perusahaan ini juga karena bantuan dari kamu. Terima ya? Nggak boleh nolak."

"Tapi Asa--"

"Asa mau, Pah." Tiba-tiba Asa masuk setelah mengetahui situasi yang sebenarnya melalui sekertaris Papanya.

"Asa?" Liam cukup terkejut karena tahu jika Asa menguping pembicaraannya.

"Asa mau jika itu bisa memperbaiki perusahaan."

"Bagus," kata Nisha di dalam sambung telepon.

***

Malam harinya, Nisha berjalan ke ruang tengah sambil mengaduk susu. Wanita itu duduk di dekat Rey yang sedang menonton On The Spot, katanya sih, biar nambah wawasan.

"Rey!" panggil Nisha meletakkan es susu di atas meja. "Ya, Buna?"

"Susu, Rey."

"Iya, Buna." Rey menjawab tanpa menoleh ke samping kanan, tempat Bundanya duduk.

"Rey, tolong bantuin Bunda. Kamu nikah ya sama Asa?" ucap Nisha to the point.

Rey melotot, dia menoleh pelan ke arah Sang Bunda. "Buna bilang apa barusan?"

"Asa hamil, Rey. Kamu nikah ya sama Asa? Buna harus bantuin perusahaan Liam, kita perlu penggabungan perusahaan biar sahamnya nggak turun--"

"Rey nggak mau, Buna!" bantah Rey tegas.

"Rey!" panggil Nisha merayu. "Rey sayang kan sama Bunda?"

"Iya sayang, tapi Buna masih waras kan buat jodohin Rey sama Jalang itu?!" Rey sedikit merajuk. Dia masih tidak habis pikir, bisa-bisanya Nisha memintanya untuk melakukan hal itu.

"Hush, mulutnya! Siapa yang ngajarin kamu ngomong gitu?"

"Ah, Bunaaaaaa!" Rey mencak-mencak di sofa.

"Nggak boleh ngomong 'Ah' sama orang tua!" hardik Nisha.

Rey melemparkan kepalanya ke sandaran sofa. "Ah, tapi--"

"Tuh kan, 'Ah' lagi."

"Hish, Buna kan orang muda, jadi nggapapa!" protes Rey mengenai penggunaan 'Ah'.

"Ouch, bisa aja kamu!" Nisha memegang-megang pipinya yang mulus tanpa jerawat, senang sekali dikatai muda oleh putra semata wayangnya.

"Buna ayolaaah, umur Rey masih belasan. Rey tuh belum mau nikah, Rey masih pengen cari yang mulus, glowing, montok, seksi, dan masih perawan!" rengeknya sambil membuat tanda S di udara.

"Asa glowing kok, Rey. Seksi juga kalau nggak pake baju." Nisha masih berusaha merayu.

"Emangnya Buna udah liat?"

"Ya belom."

"Tuh, kan! Buna ah, Buna nggak sayang sama Rey kalo kayak gini. Masa korbanin anak sendiri sih? Masa depan ini, Bun. Rey tuh pengen setia sama satu cewek yang Rey sayang, kalau Rey nikah sama dia mah nanti Rey jadi poligami."

"Kok gitu?"

"Ya kan, Rey masih pengen cari yang sesuai kriteria Rey sendiri. Rey pengen yang masih perawan juga, Buna. Buka segel, masih sempit, masih enak, bukan bekas orang lain."

"Mulutnya astagfirullah, sejak kapan anakku jadi begitu Ya Allah?"

"Bunaaaaa!" Rey makin mencak-mencak.

"Yaudahlah." Nisha berdiri dengan wajah kecewa bin sedih pake banget.

Rey kan jadi merasa bersalah. Baru kali ini ia melihat ekspresi seperti itu tercetak di wajah Sang Bunda.

Nisha menghela napas seolah sedang berputusasa. "Andaaai aja dulu Papa nggak pergi. Andai aja, Papa kasih warisannya ke Bunda...,"

Wanita berbaju syari itu berbicara pada diri sendiri, tetapi volumenya terlalu keras sampai-sampai terdengar jelas di telinga Rey.

"Bunda pasti nggak perlu minta bantuan sama papanya Asa. Terus, Bunda nggak akan merasa bersalah kayak gini kan kalau nggak bisa bantuin papanya Asa."

"Buun," Rey cemberut, merasa kasian sama Bundanya. "Harus banget ya, Rey yang nikahin Asa?"

"Terus siapa lagi? Anak Bunda kan cuma kamu, masa Bunda yang nikahin Asa, masa juga Pak Jumandi kang kebon depan rumah."

"Bunnnaaaaaaaaaa...." Rey jadi ikut sedih karena nggak enak sama Bundanya, baru kali ini Rey menolak permintaan Sang Bunda.

"Kalau nggak mau yaudah. Bunda kayaknya kurang ngedidik kamu, kamu pun tumbuh jadi orang yang nggak peduli sama sesama."

"Loh, masa jadi Rey yang disalahin?"

"Nggapapa, ngga apa. Bunda pasti bakalan ngerasa bersalah bentaran aja, kan? Ah Bunda harus bilang apa sama papanya Asa? Bunda ngerasa bersalah banget. Kenapa sih Rey nggak mau nikahin Asa?"

"Bunda harus apa ya biar nggak ngerasa bersalah kayak gini? Perusahaan Bunda kan nggak bakalan segede ini kalau nggak dibantu papanya Asa. Bunda nggak enak kalau perusahaan Bunda sukses, tapi nggak mau bantuin Liam pas masa-masa kayak gini...,"

"Berasa nggak tau trimakasih banget nggak sih? Bunda jadi nggak enak ya jalanin perusahaan itu, nggak enak sama Papanya Asa. Tapi, masa Bunda harus ganti kerjaan. Masa Bunda harus kerja jadi kuli bangunan? Jadi tukang laundry kalik ya? Atau, kang batu?"

Nisha melihat tangannya yang mulus. "Duh, nggapapa deh demi Rey, tangan ini jadi jelek ngga ngapa ngapa. Demi sesuap nasi, haduh, nasib single parent gini banget ya? Apa Bunda nikah lagi aja? Sama kakek-kakek kaya raya yang hampir sekarat? Kan warisannya bisa--"

"iya, iya, iya. Serah Buna aja." Rey tidak kuat melihat ibunya berceloteh seperti itu, Rey terlalu luluh dengan ibunya. Anak mama banget sih dia.

"Makasih sayang."

"Cuma formalitas, kan? Pembohongan publik aja? Rey sama cewek itu nggak akan serumah, kan?" tanya Rey memastikan.

TBC.

Udah banyak nih, 1700an kata. 🙏

Vote dulu jangan lupa, dan ramein kolom komentar ya biar update setiap hari. ♥

Ada yang nunggu next?

Share cerita ini ke temen-temen/ sosmed kalau kalian suka dan layak dibaca ya.

Jangan lupa follow akunku juga, karena tiap update akan selalu aku umumin di wall.

1,5k view + 2,5k komen ya, nanti aku update lagi. Mau nyantai dulu. ♥

Spam apa aja dulu boleh »

Makasih banyak yang udah baca dan aktif komentar di lapak ini.
ILYSM Dash ✨

Continuă lectura

O să-ți placă și

ARANAYA (END) De RARAROSE

Ficțiune adolescenți

4.4M 192K 58
[FOLLOW SEBELUM BACA] Sanaya Putri Mahesa, seorang gadis yang biasa di panggil Naya, gadis yang sangat polos dan kelewat manja. Naya sangat cantik da...
2.2M 103K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.2M 61K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
GAMA De Cintaprita

Ficțiune adolescenți

6.5M 718K 48
[FOLLOW SEBELUM BACA] #01 on Badboy [02 juli 2020] #07 on Fiksi Remaja [17 juli 2020] #01 on Baper [19 juli 2020] "Peraturan yang wajib lo ingat kalo...