"Yang benar saja," Dariel terlihat benar - benar kesal. Nadanya yang dingin membuat Laurel jadi merasa bersalah.

"Kalau begitu aku minta ma- AH!"

Dariel berhenti berjalan seketika. Saat ia berbalik badan, Dariel langsung menahan tawanya. Sahabatnya terduduk di jalan dengan beberapa buku yang terjatuh dari genggamannya. Rupanya di saat ia hendak meminta maaf tadi, kakinya tersandung sesuatu hingga akhirnya ia terjatuh.

"Berhenti tertawa," pinta Laurel kesal sekaligus malu. Ia pun menunduk seraya mengambil beberapa buku yang tadi terjatuh sambil memyembunyikan semburat merah yang sudah tampak di pipinya.

Laurel mendongak begitu mendapati tangan Dariel terulur untuk membantunya. Pemuda berumur tujuh belas tahun itu tersenyum puas, "Permintaan maaf diterima."

Laurel ikut tersenyum. Tanpa basa basi lagi, ia pun menerima uluran tangan Dariel. Tepat ketika ia sedang berusaha untuk berdiri, lengan kanan atasnya terasa seperti disengat listrik. Hal itu membuat Laurel secara spontan menggerakan lengan kanan atasnya.

"Ada apa? Apa ada yang sakit?" tanya Dariel yang sudah memiringkan sedikit kepalanya.

Laurel menggeleng dan melirik sekilas lengan kanan atasnya. Gadis itu memegangnya seraya berucap, "Tidak. Bukan apa - apa. Ayo, kamu bisa terlambat!"

Lalu mereka pun melanjutkan perjalanan menuju cafe di mana Dariel bekerja sebagai pelayan di sana.

---

"Terima kasih atas kunjungannya," ujar Dariel yang kini berseragam ala pelayan.

Sementara itu, pelanggannya yang sudah ingin pergi melirik ke arahnya dan tersenyum genit. Wanita yang Dariel taksir berumur tiga puluh tahunan itu memberi pesan, "Sama - sama, manis. Jangan ubah jadwal shiftmu lagi ya."

Dariel hanya bisa memaksakan senyum dan mengangguk kecil. Setelah pelanggannya itu pergi, barulah ia mengeluarkan napas lega. Lalu Dariel pun kembali memasuki cafe milik kerabat Bunda Ella, kepala panti yang selama ini telah merawatnya dan Laurel.

---

"Kamu mau langsung pulang bersama Laurel?" tanya Beth, sang kasir yang mendapatkan shift siang hari ini.

"Ya. Aku ada janji untuk mentraktirnya kali ini," jawab Dariel yang sedang mengemas barang - barangnya.

Beth tersenyum saat Dariel sudah menggendong ranselnya dan berjalan pergi. Lalu ia pun berseru, "Selamat bersenang - senang!"

Dariel menoleh, "Ah iya, kamu juga, Beth!"

Pemuda itu pun menghampiri Laurel yang sedang bersandar di tembok dekat pintu. Mata Laurel terlihat fokus dengan sebuah buku yang sedang digenggamnya, sampai ia tak menyadari kehadiran Dariel.

"Peri? Kamu membaca novel fantasi lagi?" tanya Dariel yang sudah mengintip isi buku yang dibaca Laurel.

Laurel tersentak kaget lalu cepat - cepat menutup buku itu, "Memangnya kenapa? Aku membelinya dengan harga yang murah tahu."

"Hah ... pantas saja kamu sering berkhayal akhir - akhir ini,"

Laurel tidak merespons perkataan Dariel secara verbal. Ia malah memasang ekspresi cemberut dan memukul pundak pemuda itu dengan kesal.

"Terserah! Yang penting hari ini kamu mentraktirku makan. Dan ingat, aku pasti akan menambah porsi nanti," ucap Laurel dengan senyuman puas.

Senyuman itu kembali luntur begitu Dariel mengacak rambutnya. Tergantikan oleh wajah cemberut yang malah mengundang Dariel untuk menepuk pipinya.

DeAngel [PENDING]Where stories live. Discover now