Selalu ada haru kemarau panjang menyisip di dalam nada-nada suaraku tiap kali mengucapkan nama Khalwa. Ke mana pun ia mengembara, Khalwa selalu tahu jalan pulang menuju sarang kecilku. Setelah melepaskan penat mengejar cakrawala di pulau lain, ia akan mengunjungiku dengan seperangkat cenderamata yang terselimuti kertas kado berwarna abu-abu polos. Setelah kulucuti lembar demi lembar kertas abu-abu itu, ia akan mulai membanjiriku dengan cerita dibalik cenderamata yang ia hadiahkan. Aku tak ingin berbohong, tapi ia wanita yang pandai, ia salah satu aset terbesar untuk menuliskan kata-kata di dalam setiap karya yang aku lahirkan di dalam kost sempitku. Namun rasa cintaku mungkin akan tercampur aduk seperti adonan kue ulang tahun di dalam goresan luka yang Khalwa tinggalkan. Yang entah kapan dapat benar-benar pulih.