CHAPTER 23 - MEET THE DOCK'S KEEPER

2.2K 243 6
                                    

ETHAN



Ernest memilih untuk tinggal di atas sejenak setelah bercerita panjang lebar denganku. Karena tidak ingin menganggu dan merasa ada hal yang jauh lebih penting untuk dilakukan mumpung semua orang sedang bersantai, aku jadi turun ke bawah dan berkumpul dengan beberapa anak yang lain di teras depan. Sebagai manusia wajar yang masih punya batas waras, aku ingin bersantai. Bi Sri yang sepertinya mengerti isi hatiku segera duduk di sampingku untuk memberiku segelas teh hangat yang lumayan bisa menenangkan pikiranku. Setelah berbicara sebentar, beliau pamit ke dalam, digantikan oleh Bri yang mengesot ke sebelahku dengan gaya horor.

"Than, apa yang lo rasakan sekarang?" tanya Bri, salah satu teman baru yang tidak terlalu kukenal, tapi amat kuhargai bantuan dan waktunya lantaran dia adalah sepupu Ricco. 

Aku menggeleng pelan. "Entahlah. Bingung, tegang barangkali." 

"Kalau gue sih... merasa bersalah." 

Kenapa aku merasa semua orang seakan menyimpan rahasia di sini? Bukannya ingin sok tahu, tapi dari nada bicara Bri, kentara sekali dia seperti ingin mengungkapkan sesuatu. Karena aku sudah tahu gelagatnya, aku jadi bereaksi tenang dan diam. 

"Dengan apa?" 

Bri  menggeleng lemah. "Gue merasa seperti, ada sesuatu yang terhubung antara kasus ini, dan suatu kasus. Ricco pernah cerita ke gue, orang-orang biadab yang kemarin bisa saja kembali meneror, berhubung mereka sepertinya memang hobi neror orang."

"Sejujurnya, aku merasa ini lain kasus. Aku tahu siapa yang kamu pikirkan. Tapi kamu nggak perlu berpikir sejauh itu.  Ini semua jelas berbeda motifnya dengan Jac dan Harrison. Mereka sudah di benua lain."

"Gue tahu. Gue kan cuma berprasangka aja. Lagian, jelas ini adalah kasus lain. Hanya saja, Carlo cerita sama gue, kalian semua berpikir begitu sebelumnya, lo tahu, saat peristiwa di mall itu."  

Aku menepuk punggung Bri. Aku tahu dia sedang panik sekarang, jadi aku mau menenangkannya. Aku tidak ingin dia terlalu kepikiran soal kasus ini. Manalagi dia adalah orang baru dalam lingkaran kami. Kami pun tidak berniat untuk menjadikan lingkaran ini seperti lingkaran kesialan yang selalu menjadi magnet bagi setiap masalah yang ada. Kami pun ingin dia merasa nyaman menjadi teman kami. 

"Bri, semuanya bakal baik-baik aja. Aku yakin kok. Kita cuma perlu tahu siapa si pemilik rumah lego itu, lalu kita tanya tentang kabut-kabut hipnotisnya, dan kalau ternyata dia memang si pelaku, kita pergokin dia, kita selidiki apa motifnya, dan selesai. Ini masalah kecil."

"Yang perlahan-lahan jadi besar," sahut Bri. Cowok itu bersandar di tembok. "Gue nggak ngerasa nyaman di sini, Than. Seperti terancam."  

Aku mengangguk paham. Bagaimana pun juga, aku tidak bisa memaksa semua orang untuk tenang, sementara aku sendiri tidak pernah luput memerhatikan rumah pak Rafa yang kini terlihat semakin asing di mataku. Sambil tetap menyahuti Bri, kucari cara untuk bisa menerobos masuk. 

"Kita pastikan semua baik-baik saja. Aku nggak bakal ambil resiko buat ngajak Carlo karena aku tahu dia sudah kena hipnotis itu. Aku tahu dia dikendalikan. Kalau kita ajak dia, bisa aja si pengendali menyuruh dia menyerang kita balik. Sebenarnya, Javier bisa diandalkan. Dia salah satu yang belum kena. Aku nggak mungkin meminta Sierra atau Belle dan menaruh mereka dalam posisi yang nggak aman." 

Untuk beberapa detik lamanya, Bri diam saja dan tidak menjawab. Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang sudah membuatku penasaran sejak tadi. Sudah kuduga, Bri menyimpan sesuatu.

"Sebetulnya, gue nggak benar-benar terhipnotis, Than." 

"Aku sudah menduga itu."

"Tenang, lo jangan mendadak darah tinggi begitu sama gue."

TFV Tetralogy [3] : Lego House (2014)Where stories live. Discover now