DEMESNE XXIV : EXPEL

3.5K 340 35
                                    

ex·pel

/ikˈspel/

Deprive (someone) of membership of or involvement in a school or other organization.




Aku seperti berada di depan pengadilan neraka, dengan orang-orang yang berasal dari tempat penuh ratapan itu, dan atmosfer yang jauh dari kata tenang. Setelah sempat diam selama beberapa saat, akhirnya kepala sekolah bermata kucing dengan pipi gendut di depanku buka mulut.

"Menurut keterangan Zefanya, dia mendapatkan kiriman video ini dari sebuah surel yang masuk ke kotak masuknya. Masih ingin berkelit kalau orang yang ada di dalam sana adalah dirimu, Allegra?"

Mataku terpaku pada video yang diputar berkali-kali di atas meja, seakan-akan aku terlalu bodoh untuk meyakini bahwa aku yang ada di dalam sana. Bu Renata mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja berbahan besi itu sambil menunggu jawabanku. Di sebelahku, ada dua orang cewek yang aku ketahui bernama Zefanya Telesto dan Sabrina Cahaya. Yah, tadi saat di lorong aku sedikit terkejut, jadi otakku tidak bisa sinkron dan kurang bisa mengenali mereka dengan rambut mereka yang mencolok itu. Mereka semua adalah anak-anak dari kelas sains. Sebenarnya, ada kemungkinan Chloe mengenal setidaknyanya satu dari kedua cewek berambut warna-warni ini. Yep, Zefanya rambutnya disemir pirang terang dengan semburat merah muda dan ungu di beberapa sisi, sementara Sabrina memilih warna light gray yang dipadukan dengan prussian blue di bagian atasnya. Entah setan apa yang merasuki kedua cewek ini sehingga mewarnai rambut mereka sampai seperti itu.

Omong-omong, bu Renata menyebut barusan kalau video sialan yang tega-teganya meng-photoshop wajahku itu didapat oleh Zefanya, si pirang, lewat surel yang dikirim oleh seseorang. Aku kemudian melirik cewek itu. Dia memandangiku dengan tatapan seakan-akan dia meminta penjelasan penuh mengenai video yang sekarang sudah dimatikan oleh bu Renata, seakan-akan posisinya seratus kali lebih aman dariku dan memberinya hak untuk dapat memojokkanku. Cewek itu mempunyai sepasang mata yang tidak mencolok, tidak bulat juga tidak sipit, pas. Tidak ada eyelid yang menghiasi matanya, dan bentuk wajahnya begitu ramping dan lonjong, dilengkapi dengan hidung yang mancung dan bibir yang tebalnya sempurna. Satu-satunya yang kurang sempurna dari wajah cewek itu hanyalah matanya, seperti yang kubilang. Sangat minim bulu mata, sehingga matanya terlihat sangat telanjang.

"Allegra, saya harap kamu mendengarkan karena saya sedang berbicara dan kamu tidak merespon!"

"Saya dengar, bu Renata. Anda ingin saya menjelaskan apa?"

Bu Renata menunjuk ponsel yang kemungkinan besar adalah milik Zefanya dengan sedikit emosi. 

"Tentu saja video itu, Allegra! Apa yang kamu pikirkan sampai tega melakukan hal-hal yang terjadi di dalam video?!"

"Iya." Sabrina membuka suara, menunjukkan suaranya yang lembut. "Apa yang merasukimu sampai membunuh orang dengan cara yang mengerikan begitu?"

Aku memutar bola mataku tidak percaya, sepertinya hanya akan membuat bu Renata semakin emosi.

"Pertama, saya tegaskan kalau saya bukanlah orang yang ada di dalam video itu." Aku menjawab bu Renata dan Sabrina tanpa memedulikan reaksi yang pasti akan mereka berikan begitu mendengar aku mengatakan hal tersebut. "Saya tidak  pernah dekat dengan orang-orang yang ada di dalam video, alias para korban. Lihat klip pertama. Saya tidak pernah tahu soal kamar yang terletak di lantai atas rumah Natasha, oke? Saya tidak pernah ke rumahnya. Dan saya tidak sedang menyimpan dendam dengan siapapun hingga tega melakukan itu semua."

"Kalau kamu berani bilang begitu, Allegra, siapa yang ada di dalam video itu? Di akhir video sudah jelas ditunjukkan kalau itu adalah wajahmu, WAJAHMU, Allegra!" gertak bu Renata tidak puas.

TPE : Seven Rivalry (2014)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora