DEMESNE XXIII - SCUTTLEBUTT

3.1K 316 11
                                    

scut·tle·butt

/ˈskətlˌbət/

A currently circulating story or report of uncertain or doubtful truth.

17+ (mengandung kata-kata kasar)





Jangan pernah menonton Evil Dead kalau kamu tidak siap merasa paranoid selama minimal 24 jam (dan bertingkah seperti pemburu hantu frustrasi yang tidak bisa menemukan bukti-bukti supranatural). Karena film semalam, mau tidak mau aku menyuruh Xander menginap di apartemenku. Aku masih punya extra bed yang akhirnya digunakan cowok itu untuk tidur, tentu saja aku tidak akan membiarkan dia tidur seranjang denganku. Bagaimana pun juga, dia tetap laki-laki. Dan kita semua tahu apa yang akan terjadi kalau laki-laki dan perempuan berada di atas ranjang yang sama tanpa pembatas besi sebagai pemisah. Chloe yang hobi sekali menggodaku telah berkali-kali menyebutku penakut, tapi aku tidak peduli. Setiap orang pasti punya ketakutan, iya kan? Dan bagaimanapun juga kita harus hidup menghadapi ketakutan itu. Supranatural dan hal mistis adalah satu-satunya hal yang paling kuhindari. Aku menyukai kisah penyihir dan orang berkekuatan dahsyat, tapi kalau sudah menyangkut roh orang yang telah meninggal, nah, thank you.

Akibat jam tidur yang kurang, mau tidak mau aku harus membawa bantal kecil dari apartemenku untuk aku gunakan tidur di kelas pada jam istirahat. Chloe dan Xander ingin makan di kantin karena mereka bilang hari in hari casserole, sedangkan aku bersikeras ingin tidur. Xander bilang dia bakal ke kelasku saat dia selesai makan. Jadilah aku membabi-ria di kelas. Aku sadar kalau aku sudah tertidur lebih dari setengah jam, ketika aku mendengar suara ribut-ribut di luar. Aku mengintip dari balik rambutku untuk melihat apa yang sedang dipermasalahkan anak-anak sehingga mereka menjadi begitu ramai seperti itu. Hampir separuh anak di kelas keluar dari kelas, seperempatnya hanya tinggal tanpa memedulikan hal itu (tentu saja itu kalangan anak-anak culun yang kerjaannya menekuni ensiklopedia sampai rambut mereka berubah afro). Dan bukannya aku terbawa rasa paranoid Evil Dead semalam, tapi aku cukup yakin banyak orang yang sedang memandang ke arahku ketika yang kulakukan bukan lah sesuatu yang akan menganggu siklus perekonomian dunia (maksudku, ayolah, seperempat anak di kelas ini juga sedang tidur di pojokan kelas sana!). Bukan situasi baru untukku, tapi tetap saja kali ini ada atmosfer berbeda yang keluar dari mereka ketika aku ikut penasaran dengan apa yang terjadi. Ada satu dua anak yang melihat ke arahku dengan tatapan aneh, seakan-akan aku telah melakukan sesuatu, sesuatu yang fatal. Akibat diserang perasaan tidak tenang karena aku sekarang terlihat seperti penjahat yang akan mengincar nyawa keluarga mereka hingga ke ujung dunia, kumantapkan langkahku sambil membetulkan jaketku dalam sekali hentakan.

Aku sempat melihat tempat duduk Victor yang kosong, kemungkinan cowok ini sedang istirahat atau ke toilet, lalu kembali meneruskan langkah kakiku menuju ke pintu, di mana anak-anak berbisik-bisik sambil melirikku. Oke, entah apa mereka minta dibogem di tempat atau memang bosan hidup, aku tidak paham. Kalau hanya satu dua orang yang melakukannya, mungkin pekerjaanku akan lebih ringan. Tapi saat aku lewat, bahkan hingga aku tiba di lorong pun, semua anak masih berbisik-bisik. Hal itu membuatku sedikit kesal karena mereka seperti sedang menggosipiku secara massal. Aku melirik salah seorang anak, yang entah kenapa langsung keder dan bersembunyi di belakang temannya yang juga takut. Aku berjalan lurus ke depan, melihat kerumunan yang sedang ramai.

"Mana mungkin dia pelakunya?! Kau tak punya bukti untuk itu!"

Aku kenali itu sebagai suara Xander yang sedang berteriak-teriak, entah apa yang dia lakukan. Tapi aku tahu betul, Xander tidak mungkin berteriak kalau tidak ada sesuatu yang bisa dikategorikan sebagai insiden parah. Dia adalah salah satu cowok yang menduduki predikat Paling Sabar di sekolah, dan dia juga terkenal suka menghemat suara karena dia selalu berpikir kalau suatu saat suara kita akan habis dan dia tidak ingin hal itu terjadi ketika dia sedang membesarkan anak-anaknya. Paling-paling, cowok itu hanya berceloteh ala bapak-bapak yang sedang menguliahi mahasiswanya. Tapi kalau dia sudah menaikkan volume suaranya, aku tahu pasti ada sesuatu yang tidak beres.

TPE : Seven Rivalry (2014)Where stories live. Discover now