3. Jebakan Batman

37.7K 1.6K 49
                                    

Hari minggu, hari yang paling pas untuk orang patah hati. Bermalas-malasan seharian di kamar meratapi nasib, mengurung diri, lantas menangis sepuasnya sampai pagi lagi. Tapi tidak bagi Nigi, ini sudah lebih dari seminggu sejak hari di mana ia menerima telepon dari cinta pertamanya yang membawa kabar "baik" itu.

Nigi menghela napas panjang, menyingkap selimut yang sejak tadi menutupi seluruh tubuhnya sejak 15 menit lalu. Pagi ini setelah sarapan Nigi memang memutuskan kembali ke kamar. Niat awal gadis itu hanya ingin bermalas-malasan di kamar seharian, tanpa tangis tentu saja. Tapi setelah masuk kamar, ia jadi merasa bosan. Berdiam diri sama saja membiarkan hatinya mengingat kembali rasa sesak yang bernama patah hati. Padahal Noel sudah senantiasa mengingatkannya berkali-kali, bahwa merenungkan apa yang sudah terlewat dan sejak awal memang tidak pernah tertuju padanya hanya akan membuang waktu, sementara di luar sana masih banyak hal menakjubkan yang menunggu.

"Mending gue main basket aja di taman kali ya," gumam Nigi beranjak dari tempat tidur. Mengambil bola basket yang tergeletak di sudut kamar.

Langkah Nigi yang menyusuri tangga menarik perhatian Papi di ruang tamu, kala menghabiskan waktu paginya dengan membaca koran di tangan. Senyum Papi mengembang saat melihat putrinya turun dengan ekspresi yang lebih baik dibanding beberapa hari lalu.

"Mau ke mana, Sayang?" sapa Papi membuat Nigi membelokan langkahnya menghampiri Papi, menjatuhkan diri tepat di samping Papi.

"Mau main basket di taman kota dulu ya, Pi?"

Papi tersenyum hangat, melipat koran lalu meletakan di atas meja. Mengalihkan pandangan penuh pada Nigi.

"Syukur deh kalo semangat kamu udah balik. Papi kira masih mau bergalau ria sama masalah patah hati."

Bola mata Nigi membesar mendengar ucapan Papi.

"Kok Papi tahu?"

Papi menutup mulutnya dengan raut cemas, karena tanpa sengaja sudah menyinggung hal yang sensitif itu di depan Nigi. "Ah, Papi lupa! El bilang Papi harus pura-pura nggak tahu."

"Jadi El yang kasih tau?!"

Papi memutar pandangannya ke sembarang arah, menghindari tatapan Nigi yang meminta penjelasan padanya. "Em... Anu... Eh, Gi, kayaknya Mami kamu manggil Papi deh. Papi ke kamar dulu ya!" Papi jelas menghindar, bangkit dari duduknya lalu mengacak rambut Nigi untuk meredakan tatapan tajam putrinya itu. "Hari-hati ya mainnya," tambah Papi sebelum berlalu menghilang dari pandangan Nigi.

Nigi menggertakan gigi marah, memukul bola basket yang ada di pangkuannya kesal. "Papi sama Noel resek!"

***

Kayuhan sepeda Nigi menyusuri jalan menuju taman kota yang tidak jauh dari kompleks tempatnya tinggal. Jika ada waktu luang seperti saat ini biasanya baik Nigi maupun Noel menyempatkan diri bermain atau berolahraga di sana. Tapi sayang, saat ini Nigi hanya sendiri, Noel entah sudah pergi ke mana sejak selesai sarapan pagi tadi.

Nigi memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda yang ada di kawasan taman kota. Mengambil bola basket yang ia bawa lalu berjalan mengarah ke lapangan yang masih dalam kawasan taman kota. Sepasang mata Nigi mengamati lapangan yang terlihat sepi, tidak seperti biasanya yang dipenuhi pemuda-pemuda bertujuan sama dengannya.

Hanya ada satu orang yang tengah bermain basket di lapangan itu, seorang pemuda yang rasa-rasanya tidak asing di mata Nigi. Pikiran Nigi bercabang antara mengingat di mana ia pernah bertemu pemuda itu dan mengapa lapangan basket taman kota ini tidak seramai biasanya. Apa karena hari sudah beranjak siang? Jadi anak-anak yang biasa bermain basket dengannya di lingkungan itu sudah kembali pada habitatnya masing-masing? Bisa jadi. Dan soal pemuda itu... Nigi masih berusaha mengingat-ingat.

DAMN! It's You?!! [TRILOGI "YOU" BOOK 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang