CHAPTER 16 - DREAM A LITTLE MURDER

2K 231 9
                                    

JAVIER



Aku merasa aneh saat mendekatiku sosok itu. Rasanya seperti aku pernah tahu siapa dia dan di mana bertemu dengannya. Oh ya, benar sekali. Itu kan si hantu wanita yang menerorku dan anak-anak beberapa hari yang lalu, dan sekarang dia muncul lagi bagaikan tamu tak diundang. Masih dengan pakaian yang sama, dan dengan batu bersimbah darah yang jadi Horcrux-nya, aku dan Carlo berusaha mengajaknya berbicara. 

"Tolong, kalau kamu ingin kami menemui si pembunuh, beritahu kami bagaimana ciri-ciri si pembunuh, karena aku nggak tahu harus mencari orang yang seperti apa. Kalau kita nggak tahu orangnya, mana mungkin kita bisa menemuinya?" kata Carlo tanpa banyak basa-basi, jelas bukan tipe mediator yang disukai para arwah. 

Sedangkan aku adalah tipe yang rada mereka senangi. 

"Kami akan coba bantu, tapi kamu bisa beritahu kami dengan memulai dari sana, ciri-ciri orang yang dicari."

Wanita itu hanya menunduk, tidak menatap ke arah kami.

"Aku kan sudah bilang kalau kamu dan kamu harus menemui orang itu. Aku ingin dendamku terbalaskan! Dia sudah membunuh seluruh keluargaku, teman-temanku, bahkan kekasihku sendiri! Dan dia melakukannya tanpa beban. Bagaimana bisa aku tidak puas?" katanya lirih tapi berbahaya. 

"Betul, tapi kamu nggak mengizinkan kita mencari tahu identitasnya," kataku tidak sabar, walaupun aku masih menjaga nada bicaraku agar terdengar kalem. 

Hantu itu menoleh ke arahku. "Kalian pasti tahu. Kalian harus tahu. Kalian akan tahu."

"Astaga," Carlo berkata padaku, "Manifesto macam itu nggak akan membuat kita punya gambaran tentang siapa si pembunuhnya." Lalu kembali pada hantu wanita itu. "Sekarang kalau kamu nggak keberatan, bisa sebutkan ciri-cirinya? Rambutnya mungkin, hal-hal sederhana," kata Carlo berusaha mengorek informasi.

Hantu itu menggeleng. "Kalian harus mengetahuinya sendiri. Sudah dekat, tinggal selangkah lagi. Kalian pasti bisa."

"Oke, kalau begitu, jangan muncul di hadapan kami sementara kami mencari. Kami butuh untuk fokus, setelah itu semua selesai, mungkin kamu akan berubah pikiran dan mulai memberitahu kami satu atau dua petunjuk."

Hantu itu mengangguk. "Bisa diatur, yang penting temukan dulu orangnya."

Sialan, di jaman seperti sekarang ini, aku malah membiarkan diriku berdebat dan bernegosiasi dengan hantu keras kepala yang ngotot ingin si pembunuh ditemukan, tapi tidak memberitahu kita ciri-ciri orangnya. Benar-benar aneh. Aku melilhat gerak-gerik si hantu yang benar-benar membuatku kesal sampai ingin melempar wajahnya dengan pisang goreng yang sudah ada di dekat kami.

"Sebenarnya, kamu darimana sih?" tanya Carlo saat kami diam-diaman dan si hantu masih tidak mau pergi. 

Aku belajar pada Carlo bahwa kita tidak bisa mengusir mereka seenak jidat. Kebanyakan, mereka sendiri yang pergi dan menjauh. Jadi, kita harus membuat mereka pergi dengan sendirinya, yaitu dengan menanyakan hal-hal yang tidak ingin mereka jawab.

"Kamu tidak perlu tahu."

Dan tiba-tiba, Carlo menjawabnya dengan aneh. "Tentu saja aku perlu tahu. Aku kan berasal dari tempat yang sama denganmu."

Aku langsung membelalak, tidak melihat reaksi Carlo ataupun si hantu yang mendengar jawaban itu. Tapi aku melihat senyuman menyeramkan menghiasi wajah si hantu (membuatku semakin ingin menjitak kepalanya dengan batu besar penuh lumut yang ada di sekitar pagar). Aku melakukan hubungan telepati dengan Ethan.

Memikirkan apa yang kupikirkan? 

Aku mengangguk samar. 

Dia aneh banget. Aku nggak bisa menembus pikirannya. 

TFV Tetralogy [3] : Lego House (2014)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang