CHAPTER 5: AROUND THE VOICES

2.5K 249 4
                                    

SIERRA


Dilema memang sungguh tidak enak. Padahal, aku ingin menjalani kehidupanku yang bebas drama percintaan sepanjang menyelesaikan masa sekolah. Tapi, sejak Ethan muncul di hadapanku, rasanya sulit memalingkan wajah dari semua ini. Aku tidak tahu apa yang dilihatnya dariku, tapi aku merasa sedikit terbebani dengan fakta bahwa aku "menggantungkan" perasaannya. Belum lagi, Ethan berteman dengan Carlo, baik. Bagaimana reaksi semua orang kalau kamu berpacaran dengan teman mantanmu sendiri? 

Sedih rasanya membayangkan itu semua, tapi tubuhku jauh lebih lelah sekarang. Jadi, aku segera terlelap.

Aku tidak terbangun karena hari sudah pagi atau jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Aku terbangun karena ada suara-suara berisik yang menganggu tidurku. Suara itu mulanya tidak terdengar, tapi semakin aku terjaga, suara itu semakin keras saja. Aku memutuskan untuk duduk di tempat tidurku. Yap, Belle masih tertidur dengan nyenyak, jelas bukan dia penyebab suara-suara itu. Aku menoleh ke kiriku, tidak ada apa-apa. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan.

Oh, apa aku paranoid lagi?

Tidak, aku sudah menghilangkan perasaan itu sejak lama, tidak mungkin aku mengalaminya lagi. Aku memperjelas arah pandangku, dan ruangan masih gelap seperti terakhir kali aku tinggal tidur. Apa aku hanya bermimpi? Suara-suara itu mendadak tidak terdengar lagi. Ya, mungkin ini halusinasiku saja. Aku memutuskan untuk pergi tidur.

Baru lima menit aku menutup mata, suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih seperti suara kantong kresek yang jatuh, bersamaan dengan itu, ada suara erangan seorag lelaki yang cukup berat. Aku langsung berdiri dan membuka jendela kamarku, melihat apa yang terjadi.

Tidak ada siapapun. Aku memastikan sekali lagi kalau barangkali orang  itu akan muncul lagi. Tidak ada. Lima menit aku berdiri seperti orang bodoh di depan jendela, lalu aku memutuskan untuk kembali ke tempat tidur.

Jam sudah menunjukan pukul dua pagi. Baiklah, cukup sudah tidurku. Lebih baik aku bersiap-siap. Aku keluar dari kamar pelan-pelan, berusaha tidak membangunkan Belle yang tentu saja masih tidur dengan nyenyak. Setelah turun dari tangga, aku  membuat segelas susu untuk diminum. Saat sedang mengaduk, mendadak ada sesuatu yang menyentuh pundakku.

Damn. Jangan bilang itu hantu.

"Sierra, kamu sudah bangun? Pagi juga," kata Sam sambil duduk di kursi yang ada di sebelahku, dan mengambil gelas untuk membuat susu juga. 

Aku menawarkan diri untuk membuatkannya segelas. Dia mengangguk, lalu melipat kedua tangannya.

"Aku kebangun."

"Sama."

"Kamu kebangun gara-gara apa?" tanyaku.

Sam menggeleng lemah. "Entahlah, mungkin karena suara-suara yang aku dengar tadi. Apa kamu bangun karena itu juga?"

"Suara berisik seperti kresek-kresek itu? Ada yang mengerang keras juga?"

"Iya, Sier! Kamu juga dengar rupanya. Itu orang ganggu hidup kita aja. Dia pikir enak apa lagi tidur dibangunin. Kalau dia sampai gitu lagi, aku sumpahi dia nggak akan bisa tidur seumur hidup..."

"Sam! Kamu jangan nyumpahi orang dong? Kalau sumpah-nya balik ke kamu gimana?" bentakku seraya melotot.

Sam memang suka mengatakan "sumpah". Aku sudah sering memperingatinya agar tidak mengatakan hal itu, tapi tetap saja dia melanggar. Dia sudah sering memerintahku untuk melakukan sesuatu, dia juga harus mau aku perintah untuk tidak melakukan sesuatu. Toh juga itu hal baik kan? Sam hanya mengangguk sambil mengangkat sebelah tangannya.

"Maaf, Sier. Kebawa suasana," katanya sambil meminum susu yang sudah selesai aku buat. "Omong-omong, Si Tuyul mana?"

Aku tahu siapa yang dia maksud.

"Masih tidur. Kayaknya suara marching band aja nggak bakal ganggu itu anak. Tidurnya pulas banget," kataku sambil duduk dan meminum susuku pelan-pelan.

"Biasa, anak malas. Kamu jangan kayak gitu lo, Sier. Ingat itu."

Dasar kakak sok protektif.

Kemudian kami menyetel TV untuk menonton. Biasanya jam dua pagi begini acara lagi lumayan bagus. Benar dugaanku. Aku menemukan Charlie's Angel sedang diputar. Langsung saja aku dan Sam larut dalam tontonan tiga cewek keren yang swag. Sam ternganga saat melihat Lucy Liu beraksi, membuat tampang cowok itu terlihat bloon. Sayang sekali aku tidak seberapa tertarik dengan satu dari ketiga cewek keren itu. Aku hanya kagum dengan action mereka yang kayaknya tidak direkayasa itu. Sambil menonton, sesekali aku melihat ke atas, barangkali Belle sudah bangun. Ternyata setelah lima kali menoleh, anak itu belum bangun juga.

"Sam, aku ke atas dulu, bangunin si Belle, sekalian siap-siap. Udah mau jam tiga, kamu juga sana," kataku sambil naik ke atas. 

Sam segera mematikan TV dan naik ke atas juga.

Temperatur kamarku yang mirip Kutub Utara sukses membuatku berjongkok untuk menahan dingin. Sambil berusaha berdiri dan mendekati Belle, aku menarik napas panjang agar tidak kedinginan. Sialan, lain kali aku tidak akan memasang AC dingin-dingin, daripada aku terkena hipotermia. Aku mengguncang badan Belle cukup kuat, karena kalau terlalu pelan jelas cewek itu tidak akan bangun. Setelah bolak-balik menendangku, akhirnya Belle duduk juga, walaupun matanya masih tidak bisa diajak kompromi. Aku menyuruhnya bersiap-siap sementara aku mandi. Kemudian segera turun ke bawah beserta tas yang akan dibawa pergi.

Dalam lima belas menit, aku dan Belle sudah berada di bawah, sibuk mendengarkan lagu dan menonton TV. Sejenak kemudian Sam menyusul dengan koper mini-nya yang membuatku ingin tertawa. Seorang Sam tidak pernah membawa koper se mini itu selama dia bepergian. Kopernya selalu sebesar gorila, seperti semua isi lemarinya dimasukkan kedalam kopernya.Kali ini, dia membawa koper yang empat kali lipat lebih kecil dari ukuran biasanya. Entah apa dia hanya membawa sepasang kaus dan celana serta dalaman yang serba minim.

"Kecil banget ya punyaku. Punya kalian macam kingkong semua," kata Sam sambil duduk di dekat Belle.

"Iya, badan aja gede, tasnya macam kutu. Paling cuma bawa kancut aja sama kutang."

Sam melotot pada Belle, hendak melanjutkan perang mulut mereka yang tertunda, tapi aku segera menahan mereka agar tidak lebih lanjut saling balas membalas.

"Sudah, Belle, kamu mau makan? Ada roti di atas meja sana. Dan Sam, tumben banget kamu  bawa tas sekecil kutu?"

"Emang ini kecil banget ya? Atau aku ganti koper? Belum dijemput juga kan sama Si Kuc.. Ethan itu?" katanya berusaha tidak menyinggung perasaanku. 

"Nggak usah. Jadi nggak banyak bawaan. Udah, aku telepon Ethan dulu, mungkin dia sudah on the way ke sini," kataku sambil melihat Belle yang sedang memakan rotinya serta mengeluarkan HP dari kantong celanaku. 

Saat aku sedang mengetik nama Ethan dan ingin meneleponnya, mendadak bel rumahku berbunyi.

Twinkle-Twinkle Little Star, How I Wonder Where You At.

Sialan, siapa yang memasang bel dengan nada seperti itu?

"M-maaf, waktu itu aku lagi iseng aja pingin nostalgia ke masa kecil," sahut Sam sambil merunduk dan menutupi wajahnya dengan bantal. 

Aku hanya mengerang lalu segera membuka pintu, melihat Ethan dan teman-temannya yang sudah berkumpul layaknya boyband. Untuk yang kedua kalinya, aku melihat Ethan yang sedang "ganteng" dengan kaus ungu-nya. Cowok itu seperti pulang dari operasi plastik di Korea Selatan, hanya saja ini versi alaminya. Saat aku sibuk memandangi cowok itu, dia tersenyum.

"Ayo, kita berangkat." 


[ revised ]

TFV Tetralogy [3] : Lego House (2014)Where stories live. Discover now