WIRO SABLENG 212
Bastian Tito
KEMBALI KE TANAH JAWA
BAB I
Malam gelap gulita. Tak nampak rembulan tak kelihatan kelipan bintang. Udara dingin menusuk tulang
sampai ke sumsum. Hembusan angin laksana menyayat kulit. Suasana sunyi di kawasan bukit-bukit karang
sesekali dipecah oleh suara deburan ombak yang datang dari arah Teluk Penanjung - Pangandaran,
menghantam kaki bukit karang. Di arah timur, dua bukit karang menjulang tinggi menghitam. Di antara
dua batu karang ini terbentang satu jurang dalam gelap gulita. Sesekali terdengar suara aneh seperti
ngiang tiupan seruling. Itulah suara angin yang terpesat berputar masuk ke dalam jurang, tenggelam lalu
menebar di dasarnya tak mampu bergerak naik kembali.
Di salah satu sisi barat jurang pada kedalaman hanya sekitar dua puluh kaki terdapat bagian dinding
jurang mencekung ke dalam membentuk goa seluas hampir 20 kaki persegi. Dari atas jurang goa besar
ini tidak kelihatan karena tertutup tubir batu dan semak belukar rimbun. Di pertengahan goa, tenggelam
dalam kegelapan ada sebentuk batu berlumut setinggi menusia yang duduk bersila.
Beberapa benda hidup bergerak menjalar di permukaan batu. Yang pertama adalah
sepasang ular besar berwarna coklat kehitaman. Walau tempat itu gelap gulita tapi dua sosok binatang
ini memancarkan kilap yang menggidikkan. Benda hidup lainnya yang menjalar di atas batu adalah empat
ekor kalajengking berkaki biru. Lalu masih ada tiga ekor lipan berwarna merah yang disebut lipan bara.
Dari bentuk dan warna binatang-binatang itu jelas sekali mereka semua adalah binatang-binatang
berbisa sangat berbahaya. Jangankan manusia, seekor kerbaupun jika sampai dipatuk atau disengat akan
menemui ajal dalam waktu singkat!
Tak berapa jauh di sebelah kiri belakang batu besar di tengah pedataran, satu sosok kelihatan
mendekam duduk. Dari mulutnya yang berkomat-kamit tiada henti keluar suara halus berkepanjangan
seperti orang tengah membaca. Dua lututnya dilipat di atas dada, dua tangan memegang sebuah benda
yang ternyata adalah lembaran-lembaran daun kering dibentuk demikian rupa hingga menyerupai sebuah
kitab. Salah satu jari kelingkingnya yakni yang sebelah kiri buntung. Sikapnya saat itu benar-benar lagak
seorang yang tengah membaca. Dia memegang kitab sambil sepasang mata dan kepala bergerak dari kiri
ke kanan, kembali ke kiri lalu balik lagi ke kanan.
Pada bagian depan kitab yang merupakan sampul depan tertera tulisan "Kitab Wasiat Iblis". Tapi di
sebelah belakang ada lagi tulisan lain berbunyi "Kitab Wasiat Malaikat". Dan yang anehnya, halaman-
halaman dalam kitab dua judul itu sama sekali tidak ada tulisannya, kosong melompong. Lalu apa yang
dibaca orang ini demikian asyiknya sampai-sampai mata dan kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan
sementara mulutnya mengeluarkan suara menyerupai orang sedang membaca?!
Sesekali sambil membaca orang ini melirik ke arah batu besar yang dijalari ular, lipan dan kalajengking.