DEMESNE IV: FESTIVITY

8.3K 530 36
                                    

fes·tiv·i·ty

/feˈstivəty/

The celebration of something in a joyful and exuberant way.

16.40, Apartemen Milky Way, Room 505

"Annyeonghaseyo, ladies!"

Aku dan Chloris kontan menoleh pada suara berat dan menenangkan Xander yang datang ke apartemenku dengan sebuah tuksedo berwarna hitam dan kemeja hijau muda yang melekat sangat keren di tubuhnya. Cowok itu mengikat setengah dari rambutnya ke belakang, memberinya minyak, mungkin—walau aku tak terlalu mengharapkan fakta barusan—, di atas kepalanya sehingga rambutnya terlihat lebih mengkilap dan menampilkan kesan high class ala cowok-cowok Paris umumnya. Aku sedikit ragu saat melihat bibirnya yang lebih merah daripada hari-hari biasanya. Ada dua asumsi yang dapat kuberikan, antara dia habis menghisap darah seseorang (baca: vampir) atau memakai Kylie. Tapi, temanku itu memang tampak sangat tampan.

Sayang sekali, tidak bermaksud untuk menghina satu atau dua pihak, ketampanannya berkurang karena dia mengatakan sebuah kata dalam bahasa Korea yang aku kenali artinya sebagai halo. Bukannya aku tidak setuju kalau dia berbicara dalam bahasanya cowok-cowok berwajah babyface itu, hanya saja figur seorang Xander samasekali tidak cocok kalau harus berbicara dalam bahasa Korea. Paling minim, dia harus berbicara dalam bahasa Spanyol, lah.

"Apa yang kau bicarakan, sih, monyong monyong, bibir kau tuh maju seperti ikan!" bentak Chloris sambil menyisir rambutnya dan menggelungnya ke atas.

"Monyong apa'an? Annyeong, bukan Monyong! Aku tahu kau punya kepandaian yang labil, tapi setidaknya pergunakan ponsel barumu itu untuk belajar bahasa asing!" balas Xander tidak terima.

Chloris tertawa mengejek. "Kayak kau belajar saja. Memang kau belajar di mana? Google Translate?"

"Sudah, deh, datang-datang bukannya disambut dengan baik malah dihina-hina. Tutup mulutmu, urus saja rambutmu yang sekasar sapu tua itu dan biarkan aku bersantai!"

"Apa kau bilang?! Seperti sapu tua?! Hei, kemari, berkacalah yang baik! Rambut yang kau bangga-banggakan itu terlihat seperti helaian rambut palsu yang disiram minyak goreng! Bikin ingin muntah saja, cih! Minyak macam apa yang kau pakai, minyak nyongnyong?!" bentak Chloris, memulai perdebatan mereka.

"Enak saja kau! Ini pake L'occitane! Ah, pasti kau tidak tahu, kan? Makanya, update sedikit, jangan pikirkan satu jenis minyak itu saja! Aku jadi curiga kau ini pemasok minyak kaki pemotong daging itu, tidak adakah pekerjaan yang lebih terhormat? Aku jadi paham, pantas saja wajahmu selalu terlihat licin, rupanya, minyak itu yang kau pakai sebagai pelembab. Al, coba ajari temanmu ini merk-merk ternama seperti SK-II, Lancôme, Estée Lauder, La Mer, atau beri saja dia yang lebih murah seperti masker kentang tumbuk, lelehan lilin, sari cuka apel..."

"Kau tahu apa yang lebih menyebalkan dari bekicot kebelet kawin? Kau, Xander! Kau kira aku tidak pakai semua nama yang kau sebutkan itu? Aku bahkan punya produk terbaru mereka dan kalau kau bertanya-tanya apa aku tahu namanya, it's called La Rôse Blush Prouder, aku bahkan juga punya cushion powder-nya! Kau menghina nama baikku, dasar parasit pohon! Kemari kau!"

Chloris lalu mulai menarik-narik tuksedo Xander, membuat cowok itu berusaha keras untuk melepaskan diri dan tetap mempertahankan penampilannya yang sudah keren dari serangan dahsyat Chloris. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya. Hal seperti ini sudah wajar, apalagi kalau Chloris sudah mulai menjambak rambut gondrong Xander dan mengatai cowok itu mirip Sharukh Khan. Biasanya, Xander akan membiarkan rambutnya yang gondrong (dan omong-omong halus) dijambak dan ditarik-tarik, tapi, berhubung hari ini dia sudah berias wajah sampai pakai lipstik segala (yang sebetulnya tidak sesuai gender), dia tidak sudi rambutnya disentuh oleh Chloris.

TPE : Seven Rivalry (2014)Where stories live. Discover now