TPE: Seven Rivalry

25.5K 1K 60
                                    

EXORDIUM

Kediaman Keluarga Equinox, 12 Maret 2002


"Alley! Alley, kemari, sayang!" Miranda berteriak dari dalam dapur kecilnya.

Seorang gadis kecil dengan rambut lurus berwarna kemerahan menghampiri ibunya yang sedang memasak makan malam di satu-satunya sudut dapur yang diterangi oleh cahaya temaram. Dia menggandeng tangan ibunya sambil tersenyum riang.

"Ada apa, ma?" tanya gadis kecil itu dengan semangat yang akan selalu membuat ibunya tersenyum.

Sang ibu membelai lembut kepala anak perempuannya. "Makan malam sudah siap. Panggil kakakmu di luar sana, dia pasti bermain bersama teman-temannya."

"Bagaimana dengan papa, ma?" tanya gadis itu lagi.

"Papa sebentar lagi pulang, Alley ku. Nah, cepat panggil kakakmu, pastikan kalian berdua sampai di rumah sebelum jam enam, oke?"

Gadis kecil itu mengangguk cepat, kemudian segera berlari menuju ruang tamu untuk mengambil jaketnya, memakainya dengan cepat, dan langsung keluar dari rumah kecil mereka.

Alley melihat keadaan di luar rumah yang sangat sepi. Di kompleks itu, hanya ada empat rumah yang dibangun, salah satunya adalah rumah keluarga Equinox. Tidak heran kalau suasana di sekitar rumah Alley sangat sepi, seakan-akan hanya rumah merekelah yang menempati tanah itu. Gadis itu melompati sebuah batu besar di depannya dengan gesit, lalu menoleh ke kanan dan kiri, berharap menemukan sosok kakaknya.

Suasana sore itu sangat aneh. Tidak biasanya ada kabut tebal yang menyelimuti daerah itu. Memang, keluarga Equinox tinggal di daerah pegunungan, cukup jauh tingginya dari jalan raya yang lebih ramai dibanding lingkungan tempat tinggal mereka. Tetapi, kabut setebal sore itu sangat tidak biasa. Belum lagi, langit terlihat lebih gelap dari biasanya, seakan-akan terang telah memutus hubungan dengan daerah berbukit yang hening itu.  Tidak ada suara kicauan burung atau binatang lain yang biasanya bisa terdengar. Temperatur udara juga semakin menurun, membuat Alley harus bersusah payah menghangatkan tubuhnya dengan menggosokkan kedua telapak tangannya dengan cepat. Gadis itu terus berjalan untuk mencari kakaknya.

Pertama-tama, dia mendatangi rumah di sebelah rumahnya, sebuah rumah yang hampir sama kecilnya dengan rumah Keluarga Equinox. Hanya ada sepasang suami istri yang tinggal di sana, lama ditinggalkan putra mereka satu-satunya yang merantau sejak bertahun-tahun yang lalu. Alley mengetuk pintu rumah itu sambil menyerukan "Halo". Tak berapa lama kemudian, pemilik rumah itu, Mr.Hamington, keluar dengan raut wajah damai.

"Alley, apa yang kamu lakukan sore-sore begini? Apa ibumu menyuruhmu untuk mengantarkan sesuatu?" tanya Mr.Hamington sambil tersenyum ramah.

Gadis itu menggeleng.

"Tidak, Mr.Hamington. Aku kemari untuk mencari Aloy, barangkali dia ada di sini. Apa dia ada di dalam?"

Mr.Hamington yang berperawakan sedang dan sedikit berisi memasang raut wajah bingung. "Aloy tidak ada di sini, Alley. Bahkan sejak kalian pulang sekolah tadi, aku tidak melihatnya."

"Jadi, dia tidak ada di dalam, Mr?"

Mr.Hamington menggeleng lemah. "Tidak, sayang. Ah, mungkin dia pergi bermain bersama teman-temannya. Sebentar lagi dia pasti pulang. Tenang saja. Lebih baik kamu kembali ke rumahmu." Mr.Hamington menengok keluar, melihat apakah hujan akan turun. "Hari sudah mau gelap, nanti ibumu khawatir."

Setelah mengucapkan salam perpisahan, Alley berjalan kembali ke halaman depan rumahnya. Sesekali dia menoleh ke belakang, berusaha menemukan sosok Aloy dari balik kabut tebal yang makin menyulitkan pandangannya. Selama ini, kakaknya selalu pulang tepat jam lima sore. Baru pertama kali ini kakaknya tidak pulang sampai sesore ini. Hal itu, tentu, membuat Alley kebingungan. Teman-teman kakaknya juga tidak banyak, kebanyakan, Alley mengenali mereka. Jadi, pasti kakaknya sedang bermain bersama Hans, Oliver, dan Peter. Namun, biasanya keempat anak itu sudah kembali ke rumah masing-masing sebelum jam lima, seperti yang sudah Alley pikirkan sebelumnya. Dan seperti peraturan tiap rumah, kegiatan di atas jam enam sore di luar rumah amat dilarang. Gadis kecil itu menghela napas kesal karena tidak menemukan sosok kakaknya. Dia kemudian menengok ke dalam rumahnya melalui jendela depan rumah berbahan dasar kayu jati itu.

TPE : Seven Rivalry (2014)Where stories live. Discover now