SECTOR IV: I AM DYLAN

17.8K 1.2K 147
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Singkat cerita:

Aku sedang berusaha mengumpulkan keberanian untuk ikut papa melakukan olahraga panah yang dilakukannya dengan cara ilegal yaitu di dalam hutan tak berpenghuni, tanpa nama, kanopi tebal yang menutupi langit sehingga kamu lebih seperti di dalam gedung tua yang penuh setan daripada di alam liar yang penuh kekayaan alam.

"Ayo! Sudah 215 kali kau mencoba dan masih tidak bisa!? Dulu papa hanya lima kali menembak langsung bisa! Anak papa kok lemah begini? Cowok apa bukan kau ini, hah!?"

"Papa! Ini susah banget! Mana bisa aku memanah tepat pada sasaran yang kecil itu? Lihat, pa, lihat! Jaraknya hampir satu meter! Ini permainan jenis apa!? Memang aku Katniss Everdeen!?"

"Satu meter saja sudah ribut begitu kau! Siapa lagi itu Karniss Evergreen, jangan suka denganm orang yang namanya aneh-aneh begitu. Lagipula, kamu kan bilang sendiri sama papa kalau kamu mau belajar!?"

"Tapi ini bukan cara yang tepat untuk mengajari anak sepertiku, pa! Dan omong-omong, namanya Katniss Ever-DEEN papa," kuberi penekanan pada nama cewek pejuang itu,"namanya keren, tidak aneh sama sekali!" bentakku berusaha memberitahu papa yang memang agak sensitif kalau sudah mendengar nama-nama orang Barat.

"Evergreen kek, Everbean kek, whatever," kilah papa frustasi. "Sudah, yang penting kamu fokus ! Ayo coba lagi! Kamu pasti bisa! Kalau kamu mengeluh terus, sampai malam menjemput pun, kamu tidak akan pernah bisa! Panah!"

Dan coba tebak. Setelah percobaan ke 230, yaitu lima menit setelah kegagalanku barusan dalam melemparkan anak panah, papa memutuskan untuk pulang dan beristirahat sementara aku, yang ingin sekali melepas penat juga terhindar dari wejangannya seputar kehidupan, memutuskan untuk tinggal dan berjalan-jalan.

Lucunya, aku memilih untuk pergi dari tempat aku dimarah-marahin oleh papaku barusan dan menantang diri dengan mencari pengalaman riil. Aku membereskan barang-barangku dan mengelilingi hutan dengan busur dan anak panah di tanganku.

Sambil mendengarkan lagu, aku berjalan menyusuri jalan setapak.

Pemandangan di depanku tidak lebih dari kata "kabut". Hanya kabut. Sialan, aku jadi takut. Bukannya aku pengecut (atau yah, sebutlah aku pengecut, terserah), tapi biasanya kabut identik dengan hal-hal yang menyeramkan, akui saja. Pernahkan kalian berpikir kalau akan ada setan bertubuh kerontang yang tinggal tulang menghampirimu setelah dia keluar dari dalam kabut tebal?

Tidak, jangan setan. Kenapa juga aku memikirkan hal itu?

Harus positif. Harus positif.

Tapi kalau setannya menganggu, bagaimana?

Atau parahnya, bagaimana kalau setannya memang muncul?

Ini gawat. Aku harus pergi.

Atau aku tinggal saja, ya?

Aku menyiapkan panahku, just in case kalau ada sesuatu menerjangku dengan tiba-tiba. Aku mulai was-was, tidak melewatkan sekecil apa pun gerakan yang ada, bahkan gerakan daun gugur saja membuat jantungku berdetak berlevel-level lebih cepat. Aku harus berhati-hati, itu intinya. Kupertajam pandangan mataku. Setidaknya apabila ada singa dari kanan, buaya dari kiri, dan orang utan dari depan, aku harus siap fisik dan mental. Tapi rasanya, badanku mulai melemas. Mendadak auranya jadi tidak enak, seperti ada sesuatu yang bersiap akan maju ke arahku.

TRAPPED : "The Runic Forest" (2013)Where stories live. Discover now