SECTOR III: I AM XENA

19.8K 1.2K 131
                                    


/please refresh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

/please refresh


"Kamu harus percaya padaku, harus dan wajib! Aku tidak main-main, aku selalu makan apel setiap pagi. Aku tidak bisa makan apapun selain apel kalau pagi-pagi begini, percayalah. Jangan disela dulu, tapi serius, percayalah padaku, Da! Nasi? Muntah. Mie? BAB. Steak? Diare mungkin.Oh, dan jangan sekali-kali menyebut pasta, aku bisa koma seribu tahun," kataku pada Alda, tetangga manisku yang rambutnya disemir merah terang, padahal sudah berkali-kali aku ingatkan dia kalau mewarnai rambut bisa menyebabkan alergi dan reaksi berlebihan pada kulit kepala terutama bagi orang berkulit sensitif sepertinya-dan aku sudah mengingatkan dia bahwa efek jangka panjangnya bisa berakibat kanker ini dan itu-bahwa beberapa zat di dalam pewarna rambut mengandung zat karsinogenik yang bisa saja mematikan seperti coal-tar (tapi seandainya mereka keluar dengan nama yang jauh lebih bagus, mungkin aku bisa menghapus kata mematikan dari kalimatku barusan, tapi setidaknya itu kata Wikipedia!).

Pagi ini dia menemaniku lari pagi. Ya, lumayan sih, ditemani seorang teman daripada tidak sama sekali. Aku terkenal dengan julukan kutu buku di sekolah-tentu kalian sudah tahu apa artinya, bukan? Yep, aku memang hobi sekali berlama-lama di perpustakaan, bukan karena perpustakaan sekolahku kelewat bagus sampai-sampai anak-anak kelas populer hobi sekali tinggal di sana sambil menggosipi dada besar Nicki Minaj (jelas aku masih tahu soal Nicki Minaj, jangan kalian kira aku gaptek luar biasa hanya karena aku akrab dengan perpustakaan). Banyak yang tidak suka padaku karena alasan konyol: menurut mereka aku pintar. That's why aku tidak punya banyak teman. Padahal aku tidak melakukan hal-hal yang merugikan mereka, demi Tuhan, aku kan bukannya menghancurkan lingkaran pertemanan dan kehidupan sosial mereka, toh menurutku ini win-win sekali: Aku senang, mereka pun senang.

Jadi, punya teman untuk diajak lari pagi bersama saja sudah berarti sekali untukku.

"Aneh-aneh saja. Itu penyakit apa alergi?" kata Alda sambil mempercepat larinya.

"Mungkin semacam kebiasaan. Entahlah. Sugesti yang aku berikan ke perutku agak salah. Seharusnya aku tidak menolak saat mama menyuruhku makan nasi pagi-pagi."

"Ya, tapi mau gimana lagi, Xen, kamu harus menjalaninya. Daripada kamu boker dimana-mana dan sebagainya, lebih baik makan apel saja. Lagi pula apel sehat, kok."

Tapi tidak juga kalau kebiasaannya ada pada kasusku sekarang.

Bisa dibilang, kalau aku tidak makan apel terlebih dahulu, aku bisa muntah dan kejang-kejang, salah-salah, aku bisa mati.

Aku tersenyum sambil mempercepat lariku juga.

"Jadi, bagaimana kabarmu dengan Kevin?" tanyaku pada Alda.

Cewek itu memang sudah lama berpacaran dengan Kevin, salah satu temanku di Surabaya. Dia tertawa sambil menunjukkan ekspresi wajah ya-jelas-baik-baik-aja-lah-malah-lusa-aku-akan-bertemu-dia. Beginilah enaknya jadi cewek populer, dan menurut kasta sosialisasi yang ada di sekolah, Alda memang termasuk salah satu cewek populer di sekolahnya di Surabaya. Tidak salah kalau dia cepat mendapat pacar. Sementara aku? Tidak perlu ditanya lagi, sudah pasti tidak akan dapat. Siapa sih yang mau berpacaran (atau setidaknya dekat) dengan cewek yang senang sekali menasihati orang untuk sesekali mengonsumsi daun kelor paling tidak sebulan sekali karena kandungan potasium yang ada di dalamnya bahkan lebih banyak daripada pisang?

TRAPPED : "The Runic Forest" (2013)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang